Mohon tunggu...
Mahfut Rohzi
Mahfut Rohzi Mohon Tunggu... -

mencoba mencari informasi berdasarkan inspirasi dan pengalaman

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Rindu Mendaki Gunung

1 April 2012   08:11 Diperbarui: 25 Juni 2015   07:10 171
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Pendidikan. Sumber ilustrasi: PEXELS/McElspeth

Kala senja mentari berinar di ufuk barat. Semburatnya yang keemasan memenuhi cakrawala barat. Pantulan setiap sinarnya menjadikan sebagian mega-mega berwarna kuning menyala. Di bagian lain gumpalan awan mulai pudar seiring berhembusnya angin. Burung-burung terbang membumbung membentuk formasi V berayun-ayun naik turun. Sepintas burung wallet terbang dengan gontai tak terarah. Melesat cepat tak beraturan, hinggap dibagian gedung satu dan yang lain. Seolah hendak mencari sesuatu yang tertinggalkan.

Tiba-tiba kerinduanku muncul. Ingatan demi ingatan berhamburan memenuhi ruang pikiranku. Ia,, ingatan dan kenangan mengenai gunung yang pernah aku jejaki bersama rekan-rekan sependakian. Indah memanglah indah jika rekaman sejarah hidup kembali diputar, dan saya sebagai penonton diri saya pribadi dan segenap manusia-manusia bermental tinggi. teringat jelas saat itu, saat pertamakalinya melakukan pendakian gunung dalam diklat suatu organisasi Pencinta Alam. Kala itu hati ini diselimuti dengan rasa penasaran yang tinggi, rasa keingintahuan mengenai gunung, bagaimana berjalan ditengah gunung dan semuanya. Berasma teman seperjuangan, seangkatan dan sepenanggungan, kami memenuhi degala keperluan yang dibutuhkan. Dari mulai tas karier, jaket, baju ganti, peralatan masak, peralatan jahit, hingga obat-obatan semua kita penuhi dengan senang hati dan semangat. Seolah tak boleh ketinggalan, kamera yang diperuntukan menjepret setiap keeksotisan ciptaan Tuhan Allah azza wa jalla.

Dalam perjalanannya pun memberi arti dalam kehidupan saya. Semuanya tersimpan baik disetiap bagian saraf-saraf otak. Menjejaki setiap bebatuan cadas merangkak untuk naik. Sebentar-sebentar berhenti untuk mengatur napas yang tak beraturan. Keringat yang mengucur deras membasahi semua bagian tubuh. Betapa besar perjuangan disana untuk menggapai sang puncak, timbul rasa simpati saling memiliki. Sebagian jati diri seseorang akan terlihat disana. Kesetiakawanan, kepedulian seseorang untuk orang lain, keangkuhannya dan semua hal mengenai kepribadian manusia. Semua pasti memiliki kekurangan dan kelebihan, dibutuhkan kerendahan hati untuk menerima segala kekurangan sesama. Sehingga tercipta keeratan silaturahmi diantaranya. Saling meguatkan, dengan satu tangan untuk tangan yang lain memberi semangat untuk menggapai puncak bersama-sama.

Saat itu ketika hendak menjelang malam, rumah-rumah dibawah sana terlihat mulai tampak berwarna menunjukan bahwa disana ada kehidupan. Kita berada dipenghujung pencapaian puncak ditanjakan terakhir. Sengguh mempesona penampakan yang ada. Bola merah berpijar terang berangsur tenggelam dipembaringannya dan momen itu menjadikan siapapun betah memandangnya. Gumpalan awan berarak mengikuti gerakan angin ditambah kepulan asap kuning dari kawah gunung welirang. Saya dibuatnya merinding, bagaimana tidak itu adalah pertamakalinya saya menginjakkan kaki ditanah yang tinggi dan saya mampu menyelesaikan tugas tersebut. Ritual kami dilakukan, kami menyanyikan lagu syukur dengan hikmat. Hembusan angin seiramah dengan nada yang yang terucap hingga mata ini pedih dibuatnya. Bulu kuduku berdiri tegak. Aliran getaran merasuk dari atas turun kebawah memenuhi setiap aliran darah dan bersarang di hati.

Setibahnya dibawah sana kerinduan tercipta. Jiwa ini ingin kembali menginjakkan kaki di tanah yang tinggih, berbatu cadas dan berdebu. Meski badan ini lelah, nafas ini tersengal, tubuh ini letih karena memikul beban yang berat dengan medan menanjak, tetapi selalu ada upah untuk setiap perjuangan itu. Getaran- getaran alam mencoba memberikan rangsangan agar kita selalu merindukannyam mencoba untuk mendakinya lagi, mencoba bertahan dalam dekapan udaranya yang dingin. Sungguh kenikmatan yang tak terkira.

Boleh jadi saat ini saya hannya bisa menyaksikan teman-teman seperjuangan menjejakkankakinya di atas puncak-puncak gunung yang tinggi. Jujur saja, terbesit rasa iri terhadap mereka, kerinduan akan segala yang bersangkutan dengan gunung mendera jiwa ini. Sampai saat ini saya belum juga menemui puncak gunung. Terakhir saya berjumpa dengan puncak gunung yang berada diperbatasan Jawa Timur dengan Jawa Tengah yaitu gunung Lawu. Hanya waktu belum mengijinkan diri ini kembali pertualang ria. Saya hanya tak ingin menyalahkan keadaan.Dan membiarkan situasi dan kondisi yang akan datang memberikan jawabannya. Yang dibutuhkan saat ini hanyalah tetap berpegang kepada akidah yang telah dianjurkan oleh islam. Ada yang mengatakan bahwa senjata orang muslim yang paling ampuh adalah doa, sehingga saya juga tidak ingin melupakan apa yang saya impikan ini untuk lolos dalam doaku kepada Allah Rabb Pencipta Alam. Pintaku agar diberikan kesempatan untuk mendaki gunung-gunung yang ada di Indonesia, bahkan gunung tertinggi dimuka bumi ini, gunung Himalaya dengan puncaknya Mounteverest.

Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun