Mohon tunggu...
Cheng Prudjung
Cheng Prudjung Mohon Tunggu... usahawan tas batik -

Cheng Prudjung, Universitas Muhammadiyah Malang. Sekarang sedang berkonsentrasi pada usaha mengabdi kepada nusa dan bangsa dengan mengelola blog ...

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

Patung Depan Bandara Makassar Itu Bukan Sosok Sultan Hasanuddin!!!

26 Oktober 2011   17:34 Diperbarui: 26 Juni 2015   00:28 225
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sosbud. Sumber ilustrasi: KOMPAS.com/Pesona Indonesia

Saya belum pernah melihat patung Sultan Hasanuddin yang diresmikan sejak 19 Oktober lalu. Bandara Internasional Sultan Hasanuddin pun hanya sekali kukunjungi setelah ia direlokasi, waktu itu saya diminta teman (Masmulyadi) untuk menjemputnya di Bandara. Hanya sekali itu saja. Jadi saya tidak punya pengalaman langsung soal Patung dan segala informasi tentang Bandar Udara ini.

Tapi bolehlah saya ikut nimbrung di acara kasak-kusuk soal patung Sultan Hasanuddin yang tidak mencerminkan sosok Raja Gowa ke XVI ini. Berbagai kritik muncul menanggapi hasil kerja pematung Nyoman Nuarta yang menelan biaya hampir 7 milyar, diataranya kesan gagah berani seorang Karaeng yang tak tampak, beberapa bagian patung dianggap tidak merepresentasikan simbol dengan baik, misalnya sarung yang terlilit di pinggang patung yang lebih terkesan sebuah rok, pada bagian penutup kepala atau passappu juga keliru, karena passappu seharusnya berdiri tegak.

Respon pertama mendapati informasi tentang ketidakpuasan banyak orang atas bentuk atau rupa patung dan harganya yang mahal, adalah meragukan si pematung, spontan benak saya mencemoh dengan bahasa kurang beradap dan mendakwa si pematung sebagai seorang seniman yang bodoh, abal-abal, bahkan tidak mengerti nilai sebuah karya, dia mungkin seorang pematung yang haus akan karya dan bekerja terus menghasilkan "ciptaan" sehingga nilai dari ciptaannya ini hilang tak jelas arah.

Namun saat kutemukan nama, pematung itu bernama Nyoman Nuarta, seorang seniman yang lahir di Tabanan, Bali pada 50 tahun yang lalu. Ohh, Tabanan! siapa yang tak kenal dengan kota ini. Dia menyelesaikan studinya di Jurusan Seni Rupa Institut Teknologi Bandung. Pematung yang terkenal ini banya mendapatkan penghargaan, sehingga mau tak mau kemampuannya 'sebenarnya' tak dapat diragukan lagi.

Namun entah kenapa, pada proyek pembuatan patung Sultan Hasanuddin yang dibiayai oleh Perum Angkasa Pura ini tidak sesuai dengan apa yang diharapkan? semua orang, kupikir, bertanya demikian. Dan bagiku, faktor utama "rendahnya kualitas" patung ini dikarenakan kurangnya pemahaman dan pendalaman nilai-nilai budaya yang dialami oleh sang Pematung.

Misalkan saja pada soal passappu, mereka yang mengerti soal kebudayaan Makassar mengerti bahwa passappu seharusnya tegak di atas kepala, dia tak boleh layu. Soal passappu ini, sebagaimana disaksikan oleh seorang teman, bahwa benda ini bukanlah "barang" yang bisa dimiliki oleh semua orang, dan penggunaannya juga tidak setiap hari, dia bagaikan mahkota bagi seorang raja sebagaimana kita mengetahuinya dari banyak cerita.

Persoalan kesan atau ekspresi atau apalah, saya bukan pengamat seni jadi saya mengatakan semampu kata-kata saya saja yah, juga tidak menunjukkan bahwa dia adalah sesosok Karaeng kerajaan Gowa. Perlu kusampaikan, bahwa Tome Pires yang menuliskan banyak catatan perjalanan sewaktu berlabuh ke Makassar menulis bahwa, bentuk tubuh orang Makassar sedikit langsing, berotot, dan berkulit lebih cerah dari kulit orang Melayu atau Jawa. Mereka mempunya watak yang keras dibandingkan dengan anggota-anggota lain dari rumpun Melayu (Mattulada, 1982). Nah, seharusnya ciri ini terkesan dari patung, tidak malah kegemukan dan cebol, atau sebenarnya tidak gemuk, namun tubuhnya yang pendek, sehingga desain tubuhnya seperti tertarik ke samping.

Saya cukup sepakat jika patung ini harus dirombak kembali, sepertinya Nyoman Nuarta harus didampingi seorang seniman lokal yang tak diragukan "cita rasa Makassarnya", entah siapa. Hal ini yang mendorongku ingin meninjau pembuatan patung Sultan Hasanuddin di Sungguminasa. Tak mewah memang, namun kesannya lebih klop dibandingkan apa yang saya lihat (melalui foto seorang teman).

Beberapa teman di grup facebook Makassar berkomentar kalau patung ini dihancurkan saja dan diganti dengan yang baru, beberapa komentar yang kontra sepertinya menarik dibaca disana. Hehehe, bagi saya pribadi, walaupun saya lebih mengenal Luna Maya dibandingkan Sultan Hasanuddin, kesan "ngerinya" perjuangan mereka melawan Belanda membuatku ikut geram.

Namun, geram itu tak seberapa sebenarnya, jika pandangan saya dihadapkan pada kenyataan bahwa kecintaan kita pada pahlawan, seorang Raja yang agung, sangat tidak jelas!. Bayangkan, apakah saat melihat patung itu (bagi yang pernah melihat secara langsung ataupun melalui foto), anda bisa langsung mengenali bahwa dia adalah sosok Sultan Hasanuddin? atau anda hanya mengira-ngira bahwa itu sosoknya?.

Pertanyaannya, apakah patung itu benar Sultan Hasanuddin, atau seorang pemimpin di daerah Maros pada jaman dulu, entah dalam sejarah yang mana. Yang jelas, saya tidak mengenal sosok yang diacu oleh patung itu. Bukan Sultan Hasanuddin, Jawabku !!!

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun