Mohon tunggu...
Gatra Maulana
Gatra Maulana Mohon Tunggu... lainnya -

warga semesta yang sekedar ikut etika setempat

Selanjutnya

Tutup

Catatan Artikel Utama

Tetaplah Membumi, walau Puji Melangit Tinggi

15 Maret 2015   00:58 Diperbarui: 17 Juni 2015   09:39 1380
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
1426355743627824688

Seringkali kita menyepelekan hal-hal sederhana, tetapi tengoklah sebentar, barangkali, kesederhanaan yang kerap kita acuhkan ialah perihal sebongkah kebahagiaan, kebahagiaan yang kadang lebih samar tetapi lebih esensial bila dinikmati. Melewati malam dengan kompleksitas tanda tanya terkadang memang tak bisa dilawan hanya dengan tangan terkepal belum lagi bisikan rindu yang kiranya lebih berisik dari sekedar mendengar alunan bising keramaian kota, tetapi itulah kehidupan, hidup pada kesenangan-kesenangan yang sebentar.

Pujian serta sanjungan sering kali kita rasakan tatkala prestasi dan materi telah kita genggam. Rupanya hal demikian memanglah sukar terdefinisikan hingga kadang kita lupa berpikir, terlalu mengambang dalam sanjungan orang-orang, bahkan ada yang menyebutkan "kebanggaan hasil pujian lebih berbahaya ketimbang hinaan yang menyakitkan". Memang lucu sekali kalo seandainya kita dipuji lalu kemudian pujian itu harus kita tangkis hanya karena kandungan pujian itu lebih berbahaya, lalu ada yang bertanya, kenapa harus takut untuk dipuji, bukankah pujian itu menyenangkan, lantas apa yang salah kalo kita senang..?

Membahas pujian rupanya kurang kerjaan sekali, justru karena penulis kurang kerjaan akhirnya menulis dengan tema "kurang kerjaan ini", meski penulis sedang miskin inspirasi, miskin referensi seperti tersedat dalam pemahaman yang begitu dangkal, tetapi kedangkalan ini semoga bisa menghasilkan makna yang sedikit mencerahkan.

Pada dasarnya manusia mempunyai sifat dinamis. Kedinamisan manusia membuat dirinya cepat berkembang dan bertumbuh. Semakin usia bertambah manusia semakin beranjak dewasa atau mengalami suatu perubahan mindset. Atau dengan kata lain manusia tidak termasuk kategori statis, ia akan tetap berada pada jalur proses yang akan membentuk dirinya tumbuh dan berkembang. Tetapi, kadang mungkin kita pun tahu bahwa suatu waktu pada di titik tertentu, manusia mengalami sebuah stagnasi, kemacetan di tengah jalan yang membuat semuanya terhenti. Seperti otak tak lagi bekerja secara optimal, literasi tidak lagi jalan atau ia merasa bahwa hidup ini sudah final. Lantas, apa yang menjadikan manusia mengalami hal demikian...?

Tentunya hal ini pun tergantung bagaimana setiap orang menyikapinya. Tetapi pada sisi lain saya melihat, ketika manusia di ambang dalam pujian atau sanjungan, manusia seringkali merasa dirinya berada pada dimensi aman. Misal, kita tengah dipuji karena suatu prestasi katakanlah, nilai yang diperoleh rata-rata A, lalu beberapa teman kita memuji kita pintar, secara otomatis hati kita merasa senang. Ok, itu adalah hal yang wajar, sesama manusia tentulah saling memuji tatkala kita memperoleh suatu penghargaan. Hal ini bukan bagaimana kita menyikapinya dengan kewajaran, tetapi ada sisi lain yang barangkali hal tersebut membuat kita lupa, lupa segalanya, lupa bahwa hasil pujian tersebut sebetulnya akan menghentikan semangat kita dalam belajar, kita terlalu mengambang dalam lautan pujian, sehingga dengan demikian kesombongan mulai berbuah, menimbulkan gejala-gejala kebanggaan yang tak berujung. Di sinilah sebetulnya letak bahayanya.

Barangkali, berbeda dengan cacian atau kritikan, berbeda nguji dengan muji. Jika kita hendak dihadapkan oleh hal demikian, tentulah sangat menyakitkan, perih dan pedih, tetapi jika kita memandangnya dari sisi berbeda, ancaman, kritikan tersebut merupakan suatu bantuan, iya bantuan untuk kita melompat lebih tinggi, batuan untuk menyeberangi jembatan kesuksesan. Kalo ternyata semua hal-hal yang dianggap mengancam itu adalah sebuah batu-batu besar untuk membuat pondasi kita lebih kuat dalam menghadapi badai kehidupan.

Jika dihubungkan dengan realitas kita sehari-hari, pujian yang kita anggap sebuah hal-hal yang menyenangkan sebetulnya merupakan kepalsuan yang belum terwujud, ibarat suatu produk yang dikemas semenarik mungkin tetapi isinya duri semua. Dan kita bisa menikmatinya, tetapi apakah kenikmatan tersebut adalah sesuatu yang menguntungkan, ok, secara jangka pendek iya, belum tentu secara jangka panjang.

Ada baiknya, kita sebagai manusia yang punya harapan besar serta semangat tinggi dalam menggapai masa depan, cobalah belajar untuk memandang kehidupan ini dengan cara yang berbeda. Pujian yang hari ini kita artikan sebagai hal-hal yang menyenangkan, belum tentu secara jangka panjang menguntungkan, sebaliknya, sebuah cacian atau kritikan justru yang membuat hari ini kita bertumbuh dan berkembang.

"TETAPLAH MEMBUMI, WALAU PUJI MELANGIT TINGGI"

~gie~

-------------------------------------

15-03-2015

sumber foto

Mohon tunggu...

Lihat Catatan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun