Mohon tunggu...
M.Dahlan Abubakar
M.Dahlan Abubakar Mohon Tunggu... Administrasi - Purnabakti Dosen Universitas Hasanuddin
Akun Diblokir

Akun ini diblokir karena melanggar Syarat dan Ketentuan Kompasiana.
Untuk informasi lebih lanjut Anda dapat menghubungi kami melalui fitur bantuan.

Dosen Fakultas Sastra Universitas Hasanuddin

Selanjutnya

Tutup

Bola

Ramang, dari Kaki Telanjang (41)

14 Mei 2021   14:18 Diperbarui: 14 Mei 2021   14:22 87
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bola. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

Majalah Tempo  Mei 1971, menulis, Ramang, eks penyerang tengah PSSI tahun 50-an, memulai kariernya dengan kaki telanjang. hanya Kantor Departemen Pekerjaan Umum (DPU) yang masih memperhatikan, tetap sebagai opas dan pemain sepakbola dipelihara bila di-TC-kan.

"BERMAIN dari kaki-telanjang ke sepatu dengan langsung memakai sepatu, berlainan", kata Ramang, bekas penyerang tengah PSSI tahun 50-an.

Pengaruhnya akan terasa pada penguasaan dan pengontrolan bola. Tapi tampaknya kemahiran Ramang di kala itu tidak cuma karena ia memulai kariernya dengan kaki telandjang, tetapi karena kaki yang telanjang itu ia pergunakan untuk menendang-nendang bola dari rotan. Ini terdjadi ketika ia masih berusia 10 tahun di Gowa, Sulawesi Selatan. Ketika itu ajahnya, ajudan Raja Gowa Djondjong Karaengta Lembamparang masih hidup, dan orang tua ini pun suka bermain sepakraga bahkan pandai membikin bolanya yang terbuat dari lilitan rotan.

Permainan itu kelak mengangkat nama baiknya. Ia mengatakan,  "Cara menendang bola kita dapati dalam menendang raga" --- ini memang terbukti. Tony Pogacnik, pelatih PSSI pada zamannya menyaksikan sendiri betapa Ramang bisa menendang bola ke kiri tapi di setengah lambungan membelok ke kanan. Tendangan efek seperti itu adalah keistimewaannya pula dan bagi kalangan bola: sepakragalah yang dituduh menjadi sumber ilhamnya.

Warung kopi. 

Tidak lama ia berlatih dengan bola rotan, buah jeruk dan gulungan kain, sebab pada tahun 1939 ia sudah mulai menendang bola kulit untuk suatu tim kesebelasan Barru, kota kelahirannja. Begitu cepat ia menanjak, seolah-olah lebih cepat dari kemampuannya menggiring bola. Tapi lebih cepat lagi keputusannya untuk mengakhiri masa bujangnya. Sebab, pada tahun 1943 ia menikah dengan seorang gadis Bontain campuran Bone.

Ini perkawinan tak selesai hanya di pelaminan. Setelah  hidup bersama. dibukalah sebuah warung kopi tempat mencari nafkah mereka. Duka datang dengan kematian seorang putera jang lahir kemudian. Lantas pindah ke Makassar sebelum proklamasi kemerdekaan. Sementara menganggur dan menumpang di rumah teman. Lalu mengemudikan becak untuk makan. Pindah kerja jadi kernet truk. Lahir anaknya jang kedua. Padahal pangkatnya masih kernet juga. Ini sampai tahun 1947. Dan selama itu ia berhenti main bola.

Tapi munculnya kembali di lapangan hijau menggelojok seakan tidak perlu lagi senam untuk pemanasan. Begitu ia terjun di dalam kompetisi PSM pada tahun 1948, kesebelasannya menang 9-0 dan hanya dia bersama dua temannya yang mencetak angka itu.

Setahun kemudian ia sudah keliling Indonesia. Tetapi ketika ia kembali ke Makassar seorang datang melamarnya --- bekerja sebagai opas di DPU. Gajinja? Dari dulu sampai sekarang, setelah naik plus tunjangan-tunjangan --- total jenderal: Rp 3.500. Untungnya barangkali cuma satu: ia masih tetap bisa main bola! (Bersambung).

Mohon tunggu...

Lihat Konten Bola Selengkapnya
Lihat Bola Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun