Mohon tunggu...
M.Dahlan Abubakar
M.Dahlan Abubakar Mohon Tunggu... Purnabakti Dosen Universitas Hasanuddin
Akun Diblokir

Akun ini diblokir karena melanggar Syarat dan Ketentuan Kompasiana.
Untuk informasi lebih lanjut Anda dapat menghubungi kami melalui fitur bantuan.

Dosen Fakultas Sastra Universitas Hasanuddin

Selanjutnya

Tutup

Travel Story

'Mata Buntu' Air Terjun Gemuruh

2 Agustus 2013   12:49 Diperbarui: 24 Juni 2015   09:42 1728
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

[caption id="attachment_270163" align="alignnone" width="299" caption="Air Terjun "][/caption]

Laporan M.Dahlan Abubakar

Tidak lengkap rasanya berkunjung ke Kabupaten Luwu Timur jika tidak menyempatkan diri ke Mata Buntu. Apalagi bagi mereka yang 'pelancong mania'. Mata Buntu adalah air terjun yang sangat luar biasa dan 'dahsyat'. Mengapa luar biasa? Kondisinya bertingkat-tingkat. Jumlahnya hingga 20 tingkat. Ini juga sekaligus yang membuat dia luar biasa dan dahsyat dibandingkan kebanyakan air terjun lainnya.

''Mata Buntu'' sebenarnya bukan nama asli air tejun di Kecamatan Wasuponda Kabupaten Luwu Timur ini. Martinus Tomana, Ketua Dewan Adat Karonsie, seperti dilansir majalah ''Warta Lutim'' menyebutkan, nama dari sono-nya - sesuai bahasa asli setempat - 'Mata Buntu'' adalah Meruruno yang berarti gemuruh. Mengapa di sebut gemuruh? Rupanya, boleh jadi karena suara air yang suaranya gemuruh, karena jatuh dari tempat yang tinggi dan bertingkat-tingkat.

[caption id="attachment_270164" align="alignnone" width="640" caption="Penulis (kaos merah) bersama Mahasiswa KKN Unhas gelombang ke-85 Kec.Nuha Lutu Timur"]

1375421821800184753
1375421821800184753
[/caption] Nama 'Mata Buntu; sendiri menurut Martinus Tomano, tidak jelas kapan mulai digunakan. Tetapi dia menduga nama itu mulai digunakan orang sejak obyek itu dijadikan tujuan wisata. 'Mata Buntu' sendiri menunjuk makna juga, yakni mata air yang keluar dari batu yang bergelembung-gelembung.

Untuk menjangkau Mata Buntu, dapat ditempuh dengan kendaraan roda empat. Dari Malili bisa dijangkau selama 40 menit dan 30 menit dari Sorowako. Hanya saja, jalan agak sempit. Jika mobil berpapasan, harus ekstra hati-hati dan mencari jalan yang agak lapang.

Udara Mata Buntu sangat sejuk. Hutannya masih perawan. Jika tidak turun hujan, airnya jernih. Namun jika sehabis hujan, airnya keruh, seperti ketika saya bertandang 30 Juli 2013 bersama Mahasiswa KKN Unhas Gelombang ke-85 Kecamatan Nuha Kabupaten Luwu Timur.

Untuk mendaki ke tempat teratas air terjun ini, harus merambahi ratusan anak tangga yang terbangun dari beton. Saya tidak sempat menghitung berapa banyak anak tangga tersebut. Di samping kiri kanan air terjun ini ada karstyang tinggi menjulang, setinggi gunung tempat air terjun itu berasal dan jatuh.

Di setiap tingkat air terjun ini terdapat tempat untuk bermanja-manja. Mandi bermalas-malasan. Tidak terlalu dalam. Hanya sebatas mata kaki jika pada saat air tidak meluap. Hanya yang dikhawatirkan, kalau-kalau tiba-tiba datang banjir besar saat kita bermandi-mandi. Jadi, pintar-pintarlah memperkirakan cuaca di hulu. Nanti bisa terseret banjir dan dibanting-banting air Mata Buru.

13754224081230394259
13754224081230394259
Bermanja-manja di Mata Buntu Salah seorang pengemudi mobil PT Vale yang megantar saya dari Sorowako ke Malili, 1 Agustus 2013 sore, mengatakan, konon air yang mengalur jatuh di Mata Buntu bersumber dari sebuah sungai. Sungai itu terhubung dengan salah satu dari tiga danau di kawasan Luwu Timur (Matano, Towuti, dan Mahalona). Dia juga tidak menjelaskan danau mana yang airnya terjun menjadi obyek wisata di Mata Buntu itu.

Namun menurut Martinus Tomana, air yang terlihat 'terjun bebas' di Mata Buntu bersumber dari bebatuan. Dari situlah air tersebut tidak henti-hentinya mengalir. Kalau kita perhatikan derasnya air mengalir, sungguh sulit membayangkan derasnya air tersebut jika tidak bersumber dari lokasi yang memang stok airnya berlimpah. Saya selalu bertanya bagaimana bentuk hilir air terjun ini. Mungkin ini yang perlu diteliti oleh mereka yang senang dengan wisata petualangan.

Dari Wasuponda ke Mata Buntu kita akan menyaksikan perdesaan Luwu Timur yang masih asri. Pohon kakao adalah pemandangan yang kerap menghiasi retina kita. Burung-burung bangau putih yang di kota tiidak mungkin kita lihat beterbangan bebas kecuali di kandang milik rumah penduduk, masih banyak kita jumpai.

Memasuki obyek wisata ini gratis, tetapi untuk kendaraan beroda empat disediakan biaya Rp 10.000 dan Rp 1.000 untuk roda dua. Masyarakat setempat memanfaatkan air terjun ini sebagai pembasah sawah-sawah mereka. Mereka tinggal menyalurkannya melalui pipa dan parit. Tidak perlu didorong, karena airnya sudah mengalir dari daerah ketinggian.

Hanya saja, berkunjung ke Mata Buntu yang padat terjadi pada hari Minggu. Penjual yang hanya satu dua di lokasi itu tentu kewalahan melayani pengunjung. Ketika saya berkunjung, penjual lagi 'libur'. Habia, saya berkunjung ke Mata Buntu juga pada bulan Ramadan. Jika hendak bersenang ria dan puas, datanglah pada saat mata menikmati air terjun dan perut anda menikmati sajian yang sesuai selera masing-masing.***

Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Travel Story Selengkapnya
Lihat Travel Story Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun