Mohon tunggu...
M.Dahlan Abubakar
M.Dahlan Abubakar Mohon Tunggu... Purnabakti Dosen Universitas Hasanuddin
Akun Diblokir

Akun ini diblokir karena melanggar Syarat dan Ketentuan Kompasiana.
Untuk informasi lebih lanjut Anda dapat menghubungi kami melalui fitur bantuan.

Dosen Fakultas Sastra Universitas Hasanuddin

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Masa Kecil Hamdan Zoelva (2):Kembalikan Mangga Jatuh

3 November 2013   15:47 Diperbarui: 24 Juni 2015   05:39 752
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Dalam perjalanan menggunakan sepeda, Guru dan Hamdan melewati satu desa ke desa lain. Guru ketika itu mengenakan jam tangan kecil berwarna putih. Dia sering menghentikan mengayuh sepedanya jika melihat loncengnya menunjukkan waktu salat tiba. Tidak pernah ada masjid yang dilewati begitu saja jika tiba saat dan belum menunaikan salat. Bahkan, sering salat di pinggir sungai, di atas baju besar. Pengalaman seperti ini sering dilakukan ketika ke sawah dengan anak-anaknya. Pada masa Mahmud Fauzi (anak ke-2) kecil, Guru pernah hanya menunaikan salat Ied di rumah berdua dengan anaknya gara-gara semua orang di Kota Bima menunaikan salat Ied di lapangan bola. Guru menilai, lapangan bola penuh dengan najis, meskipun jamaah menggunakan alas/tikar salat.

[caption id="attachment_289663" align="aligncenter" width="640" caption="Pasangan K.H.Muhammad Hasan, B.A.-Hj Zainab dan anak-anak."][/caption] Bagi Hamdan, Guru adalah sosok amat sederhana. Terutama dalam berpakaian. Yang penting terawat baik, dulu dengan celana hitam, biru atau hijau. Sering juga Umi (Ibunda Zainab) ‘iseng’,menyembunyi sarung dan baju kaos Guru yang sudah sobek, tetapi tetap saja beliau cari dan dipakainya lagi. Kata beliau, yang penting pakaian itu bersih. Guru selalu menjaga agar kepalanya tetap tertutup, sehingga selalu memakai kopiah sebelum topi haji yang dikenakannya setelah menunaikan ibadah haji tahun 1978. Saat dan sesudah mandi pun, beliau selalu menutup kepalanya dengan handuk.

Menurut Hamdan, dalam perjalanan kadang-kadang Guru langsung membungkuk di jalan sambil tangannya mengambil sesuatu. Ternyata, Guru memungut potongan kertas yang bertulisan huruf Arab di jalan. Itu dibawadan dimasukkan ke dalam tas. Hamdan tidak pernah bertanya untuk apa dan mengapa lembaran atau potongan kertas yang ada tulisan Arab-nya itu dipungut. Guru selalu mengingatkan, tulisan kitab suci (Alquran) tidak boleh diinjak.

Hamdan kecil, seperti juga teman sebayanya yang lain. Setelah pindah belajar ke SDN 4 Salama Bima, kehidupannya sering terpengaruh oleh kakak-kakaknya yang duduk di Tsanawiah atau pun Aliah. Biasa subuh-subuh mereka pergi memungut buah mangga masak yang jatuh di kebun orang sebelah timur rumah.Mangga tersebut ada di tanah milik orang lain, walaupun kebun tak dipagar. Selain mangga, pada musimnya, buah kenari juga sering dipungut. Tiba saatnya mangga atau kenari diboyong ke rumah. Hamdan dan kawan-kawan tahu betul Guru pasti akan bertanya.

‘’Mangga dari mana?,’’

‘’Foo ra kili (mangga yang dipungut),’’ jawab Hamdan.

Tidak ada pilihan lain. Guru memerintahkan menyimpan kembali buah mangga atau kenari itu di tempat buah itu dipungut. Tetapi Hamdan biasa ‘nakal’ juga. Dia pergi simpan kembali di tempatnya, namun diberi tanda supaya dapat diambil lagi setelah situasi tenang.

Hamdan masih ingat pernah sekali dicambuk pakai kayu kecil. Pasalnya, ketika tiba waktu magrib tidak menunaikan salat. Saat itu, dia duduk di kelas 5 atau kelas 6 sekolah dasar. Memang di dalam satu hadis disebutkan jika seorang anak yang sudah aqil baligh tidak melaksanakan salat,wajib dipukul.

‘’Seumur-umur hanya sekali itu saya dipukul Guru,’’ kenang Hamdan di kediamannya Lebak Bulus Jakarta, 3 Juni 2012 sore.

Dalam rutinitas kehidupan di Salama, setiap malam Jumat dan malam Senin, ada salat berjamaah dua waktu salat magrib dan isya. Juga diisi dengan membaca Yasinan. Pada saat seperti inilah setiap anggota pondokan dievaluasi satu demi satu. Pada saat seseorang diketahui pergi ke suatu tempat tanpa minta izin, Guru tidak langsung memarahi. Tetapi agenda kegiatan yang tak terekam izinnya, beliau semua catat.

Selain mengevaluasi berbagai aktivitas anggota pondokan, Guru pun mengajarkan masalah ahlak. Mengajarkan bagaimana hidup yang diridoi oleh Allah swt.

Pernah satu kali ramai-ramai sehabis salat, kisah Hamdan, Guru melontarkan satu kalimat yang sangat memotivasi yang mendengarnya hingga sekarang.

‘’Tanggungjawab saya adalah menyekolahkan kalian hingga selesai. Tanggungjawab saya sekolah agama. Saya tidak meninggalkan harta. Tidak meninggalkan apa-apa. Tidak meninggalkan warisan. Pokoknya, sekolahkan, sudah,’’ pesan Guru yang selalu diingatkan kepada teman-teman Hamdan. (Bersambung)

Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI

Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun