Mohon tunggu...
Inayah Natsir
Inayah Natsir Mohon Tunggu... -

Menulislah, dunia akan senang saat kau melakukannya. | Teacher | Volunteer | Writer | Reader |

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Lelaki yang Menyebut Dirinya Berharga

19 Agustus 2016   20:50 Diperbarui: 19 Agustus 2016   20:58 195
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Cerpen. Sumber ilustrasi: Unsplash

Setelah bertahun-tahun perjaka, Zaky memperkenalkan Moi ke orang tuanya.

Bagi keluarganya, keputusan ini dianggap sangat mendadak dan tak pantas. Mengingat hujan dan angin tidak tampak di beberapa hari terakhir.  Bahkan untuk musim hujan yang seharusnya tiba di waktunya, Maret-Oktober, belum datang dan membawa roman-roman yang akan membawa berita gembira. Tentu pula bahwa keputusan ini sangat ditentang. Karena rupanya, calon istri yang dibawa oleh Zaky, berbeda keyakinan dengan agama yang dianutnya. Zaky seorang muslim, dan Moi seorang Buddha. Calon istri pertama yang dibawa oleh Zaky di depan mata Ayah Ibunya sebenarnya adalah seorang muslim. Namanya Rahmah.  Memiliki wajah yang teduh ketika dipandang. Dan sangat direstui oleh Ayahnya yang notabene adalah seorang muslim yang kental dengan nilai-nilai agama. Suami istri itu sudah mempersiapkan banyak hal, termasuk mahar yang berupa emas bergram-gram dan berjuta-juta uang yang mendesak-desak di dalam koper.  Kejadian itu terjadi delapan tahun yang lalu. Dan itu berarti usia Zaky masih dua puluh tiga tahun. Tetapi karena alasan orang tua Rahmah yang menganggap keluarga Zaky terlalu kaya, keputusan untuk menerima lamaran itupun urung dilakukan. Bahkan sebelum kelurga Zaky berkunjung ke rumah mereka. Zaky, pria malang itu akhirnya tidak bisa melepas hasratnya dan orangtuanya pun tak kuat menahan rasa malu. Dan demi menghilangkan rasa kecewa yang dalam, yang telah merenggut mentah-mentah keinginannya untuk mempersunting wanita idaman, ia memutuskan utuk kandas di tengah jalan. Memilih tidak akan menikah. Sampai kapanpun.

Di tahun kedua setelah kejadian itu, Ayahnya memperlihatkan sebuah foto wanita yang tak kalah cantik dan menarik daripada Rahmah. Dengan detail tertulis di belakang foto yang menggambarkan perjalanan panjang kehidupan gadis di balik tulisan itu. Wanita yang sejak kecil memiliki banyak prestasi segudang, hingga sekarang telah menjadi seorang pengacara. Membela keadilan dengan bijak dan benar. Prestasi-prestasinya juga tak kalah dengan pengacara-pengacara yang terkenal di kalangan para selebriti. Mungkin ini upaya orangtua Zaky untuk mematahkan pendirian anaknya yang tak ingin menikah. Padahal orangtua Zaky hanya ingin melepas kewajiban yang tersisa sebagai tanggung jawab orang tua kepada anak di dunia. Pertama, dengan memberikan nama yang terbaik, tersebab nama adalah doa, dan bagaimana harapan banyak dititip dari nama Zaky sebagai seorang muslim. Kedua, kewajiban orangtua untuk menafkahi, membahagiakan anaknya sampai berusia dewasa. Dan tibalah di waktu ke tiga, dimana kewajiban final untuk menikahkan anak akan mereka tuntaskan.

Dan hanya hitungan jam, kedua orangtuanya kehilangan harapan. Zaky datang menghampiri mereka yang tengah duduk berdua di sofa ruang keluarga. Datang dan hanya menaruh pelan foto wanita itu. “Saya tidak suka.”  Lalu berjalan keluar. Suara pintu pagar terbuka dan motor terdengar meraung-raung. Zaky pergi. Cekcok antara orangtua dan anak dimulai. Sedangkan Ibunya masih selalu menaruh foto wanita di atas tempat tidur Zaky lengkap dengan prestasi dan kesusksesannya di balik foto. Perang mulutpun tak jarang terjadi.

Bagi para lelaki, sekali tidak tetap tidak. Pun sekali iya tetap iya jika itu menyangkut tentang kebahagiaan hatinya. Tetapi untuk Zaky, wanita hanya akan selalu menyakitinya. Benar-benar telah tertancap kuat keyakinannya itu. “Apakah wanita ditakdirkan hanya untuk membuat kesakitan-kesakitan?” Baginya, wanita itu egois. Hanya ingin menang sendiri. Hanya ingin dimengerti sendiri. Sedangkan dirinya, ia juga membilang bahwa dia adalah orang yang tak terlalu peduli ketika diperhadapkan dengan hal yang tak menjanjikan. Hatinya terlalu berharga untuk merasakan sakit hanya karena seorang wanita.

“Tetapi tidak semua wanita seperti itu, Ky!” Teriak Ibunya saat lagi dan lagi Zaky hanya menaruh foto di hadapannya tanpa berkata-kata.

Sungguh pelik. Zaky justru memilih wanita yang seorang Buddha. Jauh dari keinginan mereka untuk memiliki menantu dengan keimanan yang sama. Kini, Zaky kian nian ingin beristri.

Zaky dan Moi bertemu di sebuah kafe beberapa bulan yang lalu. Kerap pagi-pagi sekali, setiap hari sabtu dan minggu, Zaky bangun sebelum pukul enam pagi. Itu adalah di luar kebiasannya. Padahal hari itu kantor diliburkan. Tidak ada aktifitas apapun di sana. Termasuk untuk sekedar bersantai sesama karyawan. Kebetulan manager perusahaan tempat Zaky bekerja berteman baik dengan Ayahnya dan memberi tahu kalau tidak pernah ada pekerjaan atau kegiatan apapun. Kalau hari libur, ya libur. Zaky meluncur tanpa memberi tahu kemana ia akan pergi. Hanya salam yang terdengar samar-samar dari balik pintu kamar orangtuanya. Wanita yang bernama Moi itu berhasil mengambil jam tidur Zaky di pagi hari. Juga dengan baik merampas dua hari liburnya. Moi selalu datang di pagi buta di kafe yang terbuka dua puluh empat jam. Tidak ada aktifitas minum-minum alkohol atau perempuan yang menjajakan diri untuk memikat hati dan uang untuk dikeluarkan begitu saja, atau sekedar permainan kartu yang mengarah ke penjudian. Di kafe itu hanya ada aktifitas santai yang dilakukan para pengunjung. Minum kopi, gamers, baca buku, dan suara-suara nyanyian dari radio yang terdengar sepanjang hari. Tidak henti.

Rupanya Moi suka berkunjung ke sana karena tempatnya terbuka. Langsung bersentuhan dengan pohon-pohon. Bangunannya bukan dari batu dengan lukisan-lukisan mahal di dinding di seluas ruangannya. Bangunan itu hanya terbuat dari kayu dengan pohon-pohon yang satu dua menjulang, dan yang lainnya disengaja untuk dibuat pendek-pendek sepinggang orang dewasa. Ratusan buku terpajang di rak-rak dengan ukiran-ukiran kuno. Sengaja disediakan bagi pengunjung yang mencintai buku-buku. Zaky mendapati Moi sedang membaca saat tidak ada kursi kosong dan hanya ada satu kursi yang tersisa. Dan itu hanya ada di hadapan Moi. Bagi Zaky hal itu tidak mungkin dilakukan. Karena dia sangat benci dengan perempuan. Tetapi apa mau dikata, kopi dan beberapa buku sudah di tangan. Bagaimana bisa dia minum dan baca buku sambil berdiri?

Bila pikiran-pikiran buruk Zaky adalah sebuah panah yang mematikan karena melesat begitu cepat, jelaslah, wanita yang sedang berada lima jengkal di hadapannya itu telah menjadi korban keganasan pikirannya. Tercabik-cabik. Zaky jelas menilai Moi sama saja dengan wanita lain, yang gemar menyakiti. Tetapi salah, Zaky membiarkan hatinya merangkai kata-kata yang tak terbilang akan rasa kagum dan seketika ia jatuh cinta. Sama halnya seperi perasaannya kepada Rahmah delapan tahun yang lalu. Jika Zaky menatap mata Moi, maka ia akan melihat padang rumput yang luas tak terhingga, dan di kedipan yang lain ia akan melihat lautan dan pulau-pulau di sepanjang mata dengan angin sepoi-sepoi yang ikut menyejukkan hati dan pikirannya. Rupanya, Moi juga berhasil melunturkan pikiran negatif Zaky tentang wanita.

“Seharusnya kau duduk di sini sejak tadi.” Merasa diperhatikan, Zaky jadi salah tingkah dan menatap Moi yang tersenyum-seyum. Mata hati Zaky terbuka,  rasa benci yang yang telah menjalar di sekujur tubuhnya, terbuka dengan lega begitu saja ketika disambar oleh tatapan Moi. Ia yakin, Moi adalah pelabuhan terakhir dimana ia akan melabuhkan cintanya.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun