Mohon tunggu...
Ina Tanaya
Ina Tanaya Mohon Tunggu... Penulis - Ex Banker

Blogger, Lifestyle Blogger https://www.inatanaya.com/

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Kesuksesan Bukan Hanya di Kota Besar

4 Juli 2017   14:31 Diperbarui: 4 Juli 2017   19:50 608
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Tradisi mudik jadi fenomena Lebaran.  Ribuan warga menyerbu transportasi darat, laut , udara untuk dapat pulang ke kampung halaman.  Pemudik rela berkorban berdesakan, bermacet ria untuk mudik.

Mudik dari kota besar lari semua ke kota kecil, kota asal kelahiran.  Kehangatan, kerinduan dari para pemudik untuk bersilahturahim dengan keluarga membuat mereka rela melakukannya dengan mengeluarkan uang yang lebih besar, mengalami kemacetan.  Teknologi gadget tidak cukup membantu mereka untuk menyampaikan salam atau maaf kepada sanak saudara. Semangat mudik jauh lebih menggebu dibandingkan dengan efisisensi waktu dan tenaga serta uang.

Apalagi dengan mudik, saatnya menunjukkan Kesuksesan kepada keluarga , tetangga di kampung halaman. Ada yang bawa mobil, motor baru , gadget terbaru, perhiasan gemerlap atau bahkan membagikan uang THR. Simbol-simbol kesuksean ini sengaja ditampilkan agar orang kampung menyangka bahwa sangat mudah meraih sukses di kota besar.

Sayangnya, tidak semudah apa yang dibayangkan. Perjuangan di kota besar jauh lebih membuat stres karena selain persaingan antar teman, dagang maupun kemacetan yang mendera tiap hari.   

Justru beberapa orang yang sudah meraih puncak sukses di kota besar merasah jenuh bahwa  sukses bukan hanya di kota besar. Dia ingin buktikan bahwa di kota kecil pun dia bisa mengangkat derajat orang lain itulah yang dianggap sukses.

Adalah seorang bernama Tantan Rustandi (47).  Tantan sudah memiliki jabatan dan prestasi kerja yang gemilang di perusahaan multinasional.   Dengan gaji yang besar sekitar Rp.25 juta per bulan, dia merasa tidak puas dengan apa yang telah diperolehnya.  KEsuksesan di kota besar ditinggalkan. Awalnya , kegundahan apakah dia dapat menggapai apa yang diimpikan karena cita-citanya pulang kampung untuk membangun usaha akar wangi dari nol.

Di desanya dia melihat kendala besar kenapa usaha akar wangi tidak berkembang. Orang desa lalu berduyun-duyung ke kota mencari pekerjaan. Dianggapnya di kota akan mendapat pekerjaan yang lebih baik. Ditangan Tantan, dia berusaha keras untuk memperbaiki budidaya dan tata niaga akar wangi.  Akar wangi tidak diterima untuk export ke luar negeri karena dianggap rendah kualitasnya.

Apalagi persyaratan ketat apakah suatu produk itu memenuhi syarat sebagai ramah lingkungan dalam pembudidayaannya. Saat itu, penanaman akar wangi mem memang sangat tidak ramah lingkungan karena tempat dan cara menanam di lereng gunung Cikuray dan sering menimbulkan erosi atau longsor. 

Dirubahlah system dari penanaman akar wangi dengan meminta petani untuk memanen akar wangi secara bertahap dan menyisakan tanaman di baris bawah, tengah dan atasnya supaya masih terssia akar untuk menahan tanah dan mencegah erosi.

Satu persatu kendala itu dihadapinya dan diselesaikan sampai dia berhasil mendapatkan sertifikat The etiver Network International. Sertifikat yang menyatakan bahwa produknya ramah lingkungan dan dapat diterima oleh buyer di luar negeri.  

Keputusan untuk meninggalkan karir yang cemerlang di kota besar bukanlah hal yang mudah. Tetapi dia berani merintis sesuatu yang sulit dengan harapan besar serta kerja dan kemampuan untuk bisa mengubah sebuah desa yang tidak memiliki sumber daya menjadi suatu yang berdaya.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun