Mohon tunggu...
Ina Tanaya
Ina Tanaya Mohon Tunggu... Penulis - Ex Banker

Blogger, Lifestyle Blogger https://www.inatanaya.com/

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Harapanku Agar Penjual Takjil Laris dan Tidak Ada Ibu-ibu Tarawih Lewat Tangga

27 April 2020   15:12 Diperbarui: 27 April 2020   16:18 150
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Foto: Dokumentasi Pribadi

Ketika pandemic Covid 19 merebak di Indonesia di bulan Maret 2020,  saya  masih berharap jika pada bulan April 2020 saat memasuki Ramadan 2020 covid19 telah mereda. Bahkan, ada sebagian teman saya yang menginginkan agar memasuki Lebaran, sudah tidak ada Covid 19 artinya sudah berakhir.

Namun, harapan tinggal harapan.  Realitas berbicara lain. Justru memasuki bulan Ramadan, covid 19 di Indonesia sedang merebak ke daerah dibawa oleh para pemudik dari daerah zona merah .

Akhirnya, saya haya bisa berharap bahwa tahun ini bisa melakukan Ramadan seperti tahun lalu tanpa kekhawatiran dan kepanikan atau gangguan pikiran negatif dengan adanya virus Covid-19.

Berharap Penjual Takjil bisa  laris manis :

Saya sebagai non-muslim, paling senang mengamati para penjual takjil di sore hari jelang buka puasa.  Di depan rumah saya ada tempat parkir dari ruko yang tidak terpakai pada sore hari.  

Para penjual dadakan Takjil membawa meja untuk menggelar makanan gorengan  mulai dari gorengan martabak, resoles, pisang goreng, ketela goreng, sampai kolak, aneka minuman buah.

Begitu jam menunjukan 15.00, langsung pedagang sudah siap sedia untuk menyiapkan dagangan menunggu pembeli yang datang.  

Tak lama kemudian, pembeli yang berada di sekitar tempat saya ini, langsung berdatangan membeli.  Salah satu pedagang yang saya kenal dengan baik, dia selalu menjual kue-kue yang enak, kue lemper dan kue talam yang saya sukai . 

Serasa ikut puasa, saya suka ikut membeli beberapa kuenya.  Puas jika sudah beli dan ikut beli seperti orang yang puasa.

Tapi di hari pertama dan kedua puasa, saya melongok ke tempat yang sama. Ternyata pedagang yang saya sukai itu tak berjualan.  Hanya sedikit sekali yang berdagang kali ini. Entah kenapa perasaan saya begitu galau.  Juga ketika saya tanya:  "Dimana si Mang A?"   Jawaban dari teman yang ada di situ:  "Wah mudik Bu!"

Rasanya ngga pernah dia mudik, kenapa dia sekarang mudik.  Pertanyaan ini jadi semakin tak bisa saya temukan jawabannya.    

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun