Mohon tunggu...
Ina Tanaya
Ina Tanaya Mohon Tunggu... Penulis - Ex Banker

Blogger, Lifestyle Blogger https://www.inatanaya.com/

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Artikel Utama

Hari Pejalan Kaki, Sudahkah Haknya Dipenuhi?

22 Januari 2019   11:10 Diperbarui: 30 Januari 2019   06:48 190
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Suatu keistimewaan karena pada hari ini tanggal 22 Januari 2018, dijadikan hari Pejalan Kaki.  Saya sendiri kagum sekali dengan kebijakan yang menyediakan satu hari istimewa bagi pejalan kaki. Namun, apakah semua pejalan kaki sudah merasakan haknya dipenuhi dengan adanya hari istimewa ini?

Realitas vs  Kebijakan:
Bagi saya, pejalan kaki dengan usia yang sudah tidak muda lagi, begitu harus jalan kaki melewati jalan-jalan besar tapi tidak disediakan jalan setapak untuk pejalan kaki merupakan kengerian tersendiri.

Bagaimana tidak? 

Kemungkinan hari istimewa ini diperingati karena adanya kasus tabrakan di Jalan MI Ridwan Rais Gambir, sekitar tahun 2012. Ketika 12 pejalan kaki sedang berjalan kaki dengan tenang, tiba-tiba disambar oleh sebuah mobil. Sembilan orang tewas seketika dan jika melihat kejadian itu, penyebabnya adalah hampir ratanya di jalan besar dengan aspal.   

Tentunya ini sangat membahayakan bagi pejalan kaki. Apabila mobil dengan pengemudi yang tidak sabar, atau pengemudi yang sedang mabuk, dia bisa membawa mobilnya menabrak ke mana saja. Ketika bentuk trotoar tidak dibuat aman dengan ketinggian yang beda dengan jalan, maka akibatnya bisa fatal, pejalan kaki jadi sasarannya.  

Belum lagi bagi saya pejalan kaki yang memanfaatkan trotoar untuk menembus keramaian jalan setelah turun dari bus atau kereta api, ternyata trotoarnya sudah dipenuhi dengan PKL.

Trotoar Jl.H. Agus Saim. Sumber: AtmaGo
Trotoar Jl.H. Agus Saim. Sumber: AtmaGo
Trotoar Jl. Tanah Abang Sumber: Batara.online
Trotoar Jl. Tanah Abang Sumber: Batara.online
PKL itu kadang-kadang tidak mau mengalah karena mereka itu sudah bayar kepada preman. Jadi mereka berhak atas trotoar.  Suatu ironi bahwa trotoar bukan dimanfaatkan untuk pejalan kaki tapi digunakan untuk PKL. Katanya PKL itu juga butuh makan. Lalu fungsi trotoar jadi berubah, lalu siapa yang paling berhak di sini?

Yang menakutkan bagi saya adalah ketika sebuah trotoar itu ada, tapi dibuat dengan setengah hati, hanya separuh badan jalan, yang separuh lagi tidak ada sambungannya. Lalu kembali saya harus bertarung dengan mobil-mobil dan motor yang sekali-kali menyenggol pejalan kaki.  

Aman dan nyaman masih jauh dari apa yang diharapkan dari pejalan kaki di DKI Jakarta.  Di Jakarta, saya pernah melihat  PKL memadati semua trotoar, bahkan trotoar dijadikan untuk parkir motor. Nasibnya pejalan kaki harus berjalan ke arah jalan besar yang risiko untuk tertabrak motor atau mobil sangat besar. 

Di trotoar di Tanah Abang yang baru saja selesai perbaikannya, diperlebar jadi 5 meter. Sesungguhnya suatu kenyamanan akan diperoleh bagi pejalan kaki.  Lagi-lagi kenyataannya, trotoar yang bagus ini hanya sekedar jadi, tidak tahu mau diapakan. Syukur dipakai, kalau tidak juga tidak apa. Komitmen dan kebijakan Pemerintah DKI seolah tidak berpihak kepada pejalan kaki.

Sumber Harian Inhua Online
Sumber Harian Inhua Online
Trotoar Pendukung MRT dan LRT 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun