Mohon tunggu...
Ina Tanaya
Ina Tanaya Mohon Tunggu... Penulis - Ex Banker

Blogger, Lifestyle Blogger https://www.inatanaya.com/

Selanjutnya

Tutup

Inovasi Pilihan

Temukan Energi Baru dan Terbarukan (EBT) di Lingkunganku

25 September 2017   15:27 Diperbarui: 25 September 2017   15:46 938
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Sejak tahun 2006, Pemerintah Indonesia sudah memprediksi bahwa  energi fosil yang saat ini dipakai untuk tenaga listrik, tenaga diesel dan bensin hampir berkurang jumlahnya.  

Mengutip dari pemaparan dari Direktur Sumber Daya Energi, Mineral, dan Pertambangan Badan Perencanaan Pembangunan Nasional (Bappenas) Josaphat Rizal Primanan bahwa di tahun 2019 mendatang masyarakat Indonesia akan mengonsumsi energi sebanyak 2.000 juta barrel per tahun, atau setara 5,5 juta barrel per hari (bph). "Kalau produksi minyak hanya 0,8 juta bph, dan gas hanya 1,2 juta bph, artinya hanya tersedia 2 juta bph. Yang 3 juta bph lebih kekurangannya itu akan kita dapat dari mana?"

Selain harus mengubah paradigma  energi sebagai penerimaan negara,  Pemerintah bersama rakyat harus mulai berjuang untuk mencari Energi Baru dan Terbarukan (EBT)  sebagai inovasi berkelanjutan.   Kita tidak boleh mengexpor energi fosil sebelum kebutuhan dalam negeri terpenuhi lebih dulu.  Apalagi terpaku dengan paradigma lama bahwa Indonesia sebagai exportir terbesar untuk batubara dan gas.  Sementara  cadangan batubara Indonesia hanya  3 persen dari cadangan total dunia,  cadangan gas hanya 2,6 persen.  Indikator kedua yakni ketersediaan energi nasional sangat rendah.

Pengembangan dari energi baru terbarukan (EBT) sudah saatnya dilakukan dengan serius.  Walaupun pada tahun 2016 Pemerintah telah mencanangkan untuk melakukan pengembangan nabati sebagai EBT namun, hasilnya belum kelihatan  serius.   Pemerintah menyadari bahwa untuk ketahanan dan kedaulan energi sangat penting, dituangkan dalam Peraturan Pemerintah Nomor 79 Tahun 2014 tentang Kebijakan Energi Nasional.

 EBT  yang telah digagas oleh Pemerintah ternyata mengalami stagnan karena biaya EBT lebih mahal daripada energi fosil, Pemerintah terlambat dalam mengembangkannya.  Teknologi pun harus diimport dan butuh persiapkan sumber daya manusia (SDM) yang memiliki komptensi yang mumpuni.

Berdasarkan data dari Kementrian Energi dan Sumber Daya Mineral, potensi tenaga air di Indonesia mencapai 75.000 megawatt(MW), tenaga bayu 60.000 MW, tenaga suraya 32.000 MV. Artinya sumber energi terbarukan tersedia berlimpah, hanya mereka yang belum mampu mengelola dan memanfaatkan potensi sebanyak itu?

Pelopor-pelopor  dari EBT:

kompas.com
kompas.com
Adalah seorang insinyur kimia lulusan ITB bernama  Rizky Ambardi dengan segudang prestasi akademik dan pekerjaan yang berkaitan dengan minatnya dalam bidang energi.  Minat yang sangat disukai oleh Rizky adalah Energi Management, Renewable Energi, dan Sustainability (Energy + Environtment).  Minat sosialnya tersentuh bila melihat masyarakat yang sangat lemah karena tidak adanya infrastruktur listrik belum dapat masuk ke desa di Sukabumi.

Rizki tergerak melihat bahwa perlistrikan di Indonesia ini belum  100% terpenuhi hanya 92% sedangkan 8% sisanya masih dalam ke gelapan terutama di desa terpencil di Indonesia.

Ketika melihat hal ini, Rizky berkerja sama dengan teman dan dosen untuk mengkolaborasi energi matahari dan energi diesel.    Hasilnya mereka dapat membuat alat yang disebut dengan "hybrid solar panel".   Awal mulanya diadakan percobaan dulu,   konsepnya adalah dengan tenaga surya, yang masuk ke dalam solar hybrid itu ditransformasikan menjadi tenaga listrik. Tenaga listrik ini mampu mengaliri listrik di tempat pesantren desa di Sukabumi.   Pesantren di Sukabumi itu sekarang sudah teraliri listrik sebesar 2300 watt .  Biaya pembuatannya seharga Rupiah 150 juta.   

EBT panel surya ini mampu menjadi solusi dari perlistrikan di desa yang belum teraliri listrik sama sekali sehingga akhirnya anak-anak warga dapat belajar di malam hari   dengan menggunakan listrik sebagaimana masyarakat modern lainnya.

Kompas.com
Kompas.com
Kesadaran dari seorang ibu bernama Yulita Widya Ningsih, seorang ibu rumah tangga yang bermukim di Pondok Aren, Tangerang Selatan (satu area dengan saya).  Sejak tahun 2015 ia memakai sepeda listrik untuk antar jemput anaknya ke sekolah yang berjarak 15 menit perjalanan. 

Pertimbangan Ibu Yulita adalah dengan menggunakan sepeda listrik maka akan membantu mengurangi  polusi dan mengirit atau mengurangi beban pembelian bensin, bahan bakar jika dia menggunakan sepeda motor dengan bahan bakar bensin.  

Kesadaran seorang ibu rumah tangga yang patut diacungi jempol karena dia menjadi salah satu pioneer dalam menciptakan lingkungan hidup yang bersih, sehat dan juga mempopulerkan untuk penggunaan sepeda motor listrik dengan bahan baku baterai jika energi habis , dengan demikan dia ikut serta dalam mempromosikan energi terbarukan agar makin populer.

kompas.com
kompas.com
Tetangga saya yang tidak mau disebut namanya, memiliki panel tenaga surya untuk rumah tangganya.  Dengan panel tenaga surya itu, daya yang dihasilkan dari panel itu mencapai 7.000 watt.  Pemasangan panel surya yang jumlahnya tujuh lembar.  Jika dihitung investasinya untuk pembelian panel itu mencapai 120 juta. Tetapi dia berhemat dalam pembiyaan listrik yang semula membayar Rp.1.3 juta per bulan menjadi RP.300,000,-  Disamping itu dia dapat ikut berkontribusi dalam mengurangi pemakaian tenaga listrik yang menggunakan tenaga fosil .

Kesadaran untuk penggunaan panel tenaga surya memang sudah cukup besar selain untuk penghematan dan menggunakan dan memanfaatkan untuk lampu serta isi ulang baterai ponsel dan mengurangi porsi minyak bumi .

Ketiga contoh di atas adalah kisah kehidupan dari mereka yang sudah sadar tentang penggunaan energi baru terbarukan itu harus dimulai segera karena selain bersih, ramah lingkungan juga membantu  untuk memanfaatkan dan menaikkan energi terbarukan menjadi 31 persen pada tahun 2050.

Porsi minyak bumi dikurangi dari 25 persen pada tahun 2025 menjadi 20 persen, begitu pula dengan batubara pun porisinya diturunkan dari 30 persen pada 2025 menjadi 25 persen.

Mari kita semua ikut berperan aktif dalam pemakaian atau pemanfaatan energi baru  terbarukan supaya defisit energi fosil tidak akan terjadi lagi.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Inovasi Selengkapnya
Lihat Inovasi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun