Mohon tunggu...
Nur Haris Ali
Nur Haris Ali Mohon Tunggu... pelajar/mahasiswa -

Haris sapaannya. Pernah meraih penghargaan dari Wakil Rektor III UII sebagai Mahasiswa Berprestasi Utama UII ke 2 (2011). Pernah terlibat dalam Indonesia Leadership Camp (2012), delegate Model United Nations (MUN) Simulation 2012, volunteer Forum For Indonesia Camp (2011), volunteer International Interfaith Youth Meeting (2011), dan sempat meraih Full Scholarship for Outstanding Student selama sekolah di UII sejak tahun 2008 s.d 2012. Saat ini, asisten dosen peneliti UII ini aktif sebagai editor Jurnal Psikologika dan Jurnal Intervensi Psikologi UII, tim promotor Fakultas Psikologi dan Ilmu Sosial Budaya UII, dan Digital Media Director @YoungOnTop Yogyakarta. Twitter @harisnurali. Email: haris.alhakim@yahoo.com

Selanjutnya

Tutup

Catatan

DreamCatcher: Simpel, Inspiratif Tak Sekedar Bicara Mimpi!

19 Juni 2012   11:38 Diperbarui: 25 Juni 2015   03:47 394
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

RESENSI BUKU (c) Nur Haris Ali Judul               : DreamCatcher Penulis            : Alanda Kariza Editor              : Resita Wahyu Febiratri Penerbit          : GagasMedia, Jakarta Selatan Tahun             : 2012 Cetakan          : Pertama ISBN               : 979-780-537-9 Tebal              : xii + 220 halaman Resentator      : Nur Haris ‘Ali DreamCatcher: Simpel, Inspiratif Tak Sekedar Bicara Mimpi! Tidak semua orang bisa meraih mimpi. Tidak semua orang bisa fokus pada hal-hal yang menjadi passion-nya. Banyak orang yang telah diberi kesempatan, namun akhirnya tidak melakukan hal terbaik hanya karena “malas”. Mereka lupa bahwa ada mimpi yang siap jadi energi penggerak untuk terus berusaha. Ada mimpi yang siap jadi penyemangat saat terjatuh. Ada mimpi yang siap jadi panduan untuk melangkah. Sebuah mimpi akan terwujud bukan karena takdir, bukan pula keberuntungan. Tapi karena adanya kerja keras dan kemauan yang kuat, untuk mewujudkannya.

“Karena sebuah mimpi membuat kita bisa memiliki tujuan dalam hidup. Sebuah mimpi mampu menekan keraguan kita akan masa depan” (hal. 7)

Demikian kira-kira Alanda Kariza, sang penulis buku, mendefinisikan arti penting sebuah mimpi dan bagaimana untuk terus persisten guna meraihnya. Simpel dan inspiratif adalah dua kata yang saya sematkan setelah membaca habis buku DreamCather-nya Alanda ini. Simpel karena Alanda—yang pernah mewakili Indonesia dalam forum International-Global Changemakers (2008)—tak sekedar bicara bagaimana merancang sebuah mimpi, tapi ia juga memberikan semacam tools berupa lembaran-lembaran aktivitas untuk mencatat hal-hal yang ingin kita capai. Inspiratif karena anak muda Indonesia—yang juga pernah mewakili Indonesia dalam One Young World (2011)—ini tak sekedar bicara bagaimana memanfaatkan kekurangan, meningkatkan produktivitas, tapi juga berbagi bermacam quotes pembakar semangat serta pengalaman-pengalaman inspiratif lain dari orang-orang hebat yang pernah ia temui. Setelah membaca buku ini, pembaca rasa-rasanya memang dilarang untuk tidak hanya sekedar memiliki mimpi, tapi juga bangkit dan kemudian mewujudkan mimpi-mimpinya.

“Mimpi itu kebutuhan. Layaknya udara, tanpa disadari, aku, kamu, dan kita semua membutuhkan mimpi. Mimpilah yang menuntun kita atas apa yang kita kerjakan saat ini, karena hari ini adalah jawaban atas mimpi kita tempo hari” (Salah satu quotes yang dikutip Alanda dalam buku DreamCather ini)

Dalam buku ini, Alanda yang sejak SMP pernah menggagas komunitas sosial The Cure For Tomorrow (TCFT), berhasil membongkar proses penemuan mimpi dan memberikan pendekatan langkah demi langkah yang ia kumpulkan dalam lima bab: Inventing Your Dream, Takedowns, Designing the Blueprint, Making Them Come True dan yang terakhir Living It. Cerita-cerita inspiratif yang Alanda suguhkan pun, baik pengalaman pribadinya ketika menggagas Indonesian Youth Conference tahun 2009 maupun pun cerita inspiratif lain dari orang-orang hebat yang pernah ia temui, menjadi mayoritas konten dari buku ini. Salah satu pengalaman yang Alanda ceritakan, adalah ketika dirinya pernah bertemu dengan Mousa Mosawy, sosok pemuda asal Baghdad, yang seumur hidupnya selalu duduk di kursi roda. Tulisnya, “Ia (Mousa Mosawy—res.) mewakili anak muda dunia untuk menyuarakan pendapatnya di World Economic Forum yang diselenggarakan di Davos. Mousa menjadi relawan di Iraqi Health Aid Organization dan mengembangkan program The School of Light, yang bertujuan melengkapi sekolah lokal bagi tunanetra dengan alat-alat yang mereka butuhkan. Ia juga mengembangkan First Aid Link, gerakan yang mengirimkan kotak pertolongan pertama kepada keluarga-keluarga yang tinggal di daerah konflik. Bertemu dengan pemuda seperti Mousa membuat saya percaya bahwa bahkan keterbatasan fisik seharusnya tidak membatasi kita dalam berkarya. Kita bisa tetap bercita-cita dan berkontribusi secara positif terhadap lingkungan dan masyarakat” (hal. 31-32). Kelebihan lain yang saya catat dalam buku ini adalah Alanda—yang pernah menerima Young Changemakers Awards 2010—ini juga menyuguhkan beberapa hasil interviu dengan sejumlah tokoh muda Indonesia yang telah sukses pada bidang masing-masing. Seperti (baca hal. 80) interviu dengan Jourdan Hussein, anak muda Indonesia yang ketika masih SMA mewakili Indonesia di Pacific Rim International Camp, Jepang, penerima Social Activist Award, Daventport Grant, Skirm Prize dan Public Policy & International Affairs Fellowship dari Amerika Serikat untuk menjalani training intensif di Woodrow Wilson School of Public & International Affairs (Junior Summer Institute), Princeton University. Serta masih banyak lagi sosok muda inspiratif lain yang diwawancarai Alanda seperti Fika Fawzia, wakil Indonesia pada Cathay Pacific International Wilderness Experience di Afrika Selatan, Bayer Young Environmental Envoy di Jerman; Goris Mustaqim, penggagas ITB Entrepreneurship Challenge (IEC), nominator Asia’s Best Young Entrepreneurs (2009) versi majalah BusinessWeek, dan satu-satunya orang Indonesia ke empat, yang pernah berjabat tangan langsung dengan Presiden Barack Obama karena diundang jadi pembicara pada Presidential Summit on Entrepreneurship (2010) di Washington D.C (hal. 126). Bagi saya, buku ini akan sangat tepat bila dibaca bagi jiwa-jiwa muda yang mencari makna mimpi dan membutuhkan tools untuk menangkapnya. Selain bicara mimpi, pembaca juga akan diajak mengarungi arti penting sebuah pilihan, prinsip, keyakinan, waktu, konsistensi dan juga kesehatan. Khusus bagian terakhir ini, kesehatan, saya benar-benar tak mengira, sosok penulis yang pernah jadi pembicara pada High Level Panels on Youth: “Global, Youth, Leading Change” (2011) ini akan menjabarkan kesehatan dalam buku semacam ini. Tulisnya, “kesehatan tentunya adalah hal paling penting untuk kita miliki. Jika kita sedang sakit atau memiliki badan yang kurang fit, seluruh aktivitas akan terganggu […] minum banyak air putih, paling tidak delapan kali sehari. Setiap kali sedang menulis (yang biasanya memakan waktu berjam-jam), saya selalu ditemani segelas air putih yang langsung saya isi ulang ketika habis.” (hal. 211). Sayang, ada beberapa typo (kesalahan penulisan) dalam buku ini. Menemukan juga cerita penulis yang—menurut subjektif saya—tidak konsisten dengan cerita dia sebelumnya. Tapi secara keseluruhan, buku ini saya katakan patut untuk dapat apresiasi setinggi-tingginya. Meski ia tak lebih sekadar dari sebuah buku non fiksi, namun mampu benar-benar jadi pengembang diri. Mampu menyuguhkan lembaran-lembaran tools guna menangkap mimpi,  dan mampu berbagi bermacam quotes inspiratifguna melengkapi. Salah satu quote yang membikin saya shock adalah “Have no Plan B”!

“Mungkin aneh, tapi inilah salah satu prinsip yang saya pengang dalam hidup saya. Sama hampir tidak pernah memiliki rencana cadangan dalam menghadapi sesuatu […] Terkadang (jika kita—res.) memiliki Rencana B, membuat kita tidak berusaha sekuat yang seharusnya untuk merealisasikan Rencana A yang (pernah—res.) kita miliki. Mungkin ada baiknya untuk tidak memiliki Rencana B sama sekali” (hal. 59-63).

Saya pun jadi tambah termotivasi untuk membaca habis buku ini dan menemukan pernyataan inspiratif lagi: satu-satunya hal yang membedakan diri kita dengan orang lain adalah kemauan kita untuk bermimpi dan mengikutinya dengan aksi nyata. Dreams have to be grand and seem unachievable! terjemahan bebasnya, mimpi harus sangat besar dan terlihat seolah-olah tak mampu untuk dicapai. Itu! bagaimana menurut Anda? Selamat membaca!

Mohon tunggu...

Lihat Catatan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun