Mohon tunggu...
Muhamad Fadhol Tamimy
Muhamad Fadhol Tamimy Mohon Tunggu... Penulis - ASN Kementrian Hukum dan HAM RI

Cyberpsychology expert, Media Social Enthusiast, Content Writer SEO Specialist, Penulis Buku Sharing Mu Personal Branding Mu

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

Hikmah Menempatkan Sesuatu pada Tempatnya

16 Juni 2021   12:42 Diperbarui: 16 Juni 2021   12:52 31
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sosbud. Sumber ilustrasi: KOMPAS.com/Pesona Indonesia

Ada sebuah prinsip semenjak ribuan tahun lalu telah di ajarkan oleh baginda Rasulullah SAW. Prinsip tersebut menjadi salah satu tonggak kegemilangan beliau sebagai seorang tokoh agama, kepala pemerintahan, sampai dengan kepala rumah tangganya. Prinsip tersebut adalah adil.

Adil menjadi hal yang sangat krusial, terlebih lagi melihat kondisi di sekitar kita, disebabkan abainya terhadap keadilan, akhirnya membuat tidak seimbangnya setiap tatanan yang ada. Adil sendiri secara bahasa adalah tidak berat sebelah, seimbang, tidak memihak, hingga tidak sewenang-wenang, dan zalim. Secara global maknawi, adil juga bisa dikatakan sebagai sebuah kegiatan menempatkan sesuatu pada tempatnya.

Menariknya pendidikan keadilan ini juga telah dirumuskan dalam rumusan pancasila, yaitu sila ke 5 "Keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia". Konsep ini tentu make sense dengan kondisi masyarakat Indonesia yang beragam dengan berbagai macam latar belakang suku dan bahasa. Dimana walaupun berbeda-beda, namun memiliki tempat yang sama dalam hal keadilan, baik keadilan dalam segi kesejahteraan, kesehatan, sosial, hukum, dan hingga kesempatan.

Maka jangan heran jika setiap kemajuan sebuah organisasi baik itu pemerintahan maupun swasta, lekat sekali dengan ditegakannya keadilan dalam menjalankan sistemnya. Mereka yang berkompeten, dan memiliki kemampuan khusus, tanpa embel-embel harus menyetor ini dan itu atau kedekatan berdasarkan nasab keluarga, akan ditempatkan di tempat yang sudah sepantasnya dan semestinya.

Tujuannya bukan apa-apa, melainkan murni untuk kemajuan dari organisasi yang dijalankannya. Prinsip ini sejatinya mulai digaungkan, oleh institusi pemerintahan dalam wujud merit system, sebagai upaya mempercepat reformasi birokrasi. Merit system sendiri adalah kebijakan yang mengutamakan sebuah promosi, menempatkan, hingga perekrutan pegawai berdasarkan kemampuan melakukan pekerjaan, bukan pada koneksi politik, kekeluargaan, atau seberapa besar setoran.

Tujuan mulia ini sedikit demi sedikit mulai diterapkan di semua lini instansi, demi terwujudnya pelayanan yang maksimal. Walaupun memang, semangat ini belum semua pemangku kebijakan ikhlas untuk melaksanakannya. Karena memang hal ini berat, bahkan tidak semua rela jika merit system dilaksanakan, akhirnya membuat keuntungan "tambahan" ataupun fasilitas siluman menghilang. Ataupun bisa pula ketidak relaan itu muncul disebabkan karena mereka enggan melihat keluarga ataupun kerabat dekat berada pada posisi disalip oleh seorang pegawai lain, diluar circle mereka. Perlu adanya kebesaran hati yang dilandasi dengan hati nurani untuk rela melaksanakannya.

Namun penulis tetap optimis, bahwasanya itu semua bisa dijalankan leh setiap instansi. Bahkan di Kemenkumham sendiri mulai dijalankan proses-proses merit system ini. Beberapa diantaranya adalah mulai adanya open bidding dalam proses pengangkatan jabatan, dilakukannya assessment menyeluruh sebelum melakukan penunjukan pimpinan, hingga diskusi ataupun webinar terkait merit system itu sendiri.

Tentu asas keadilan seperti menempatkan sesuatu pada tempatnya ini penting, ibarat alunan melodi musik akan enak didengar jika setiap nada hadir sesuai pada iramanya. Alam pun akan seimbang jika setiap sumber daya alamnya di kelola dan dipergunakan sesuai pada tempatnya dan tidak berlebihan. Begitu pula sebuah organisasi akan berhasil berjalan dengan baik, jika orang-orang diberikan amanah dan ditempatkan sesuai dengan bidang kemampuan yang dimilikinya.

Jika setiap insan bangsa ini mulai aware kepada keadilan, maka kegemilangan sebuah peradaban bangsa itu bukanlah keniscayaan. Seperti suri tauladan Nabi Muhammad dan para sahabat pengganti estafet pemerintahan yang telah membuktikan, bahwa tanah gersang Mekkah dan Madinah menjadi episentrum kokohnya sebuah peradaban yang sampai saat ini dampak postifnya dirasakan. Hingga menjadi sebuah Rahmatan Lil Alamin sepanjang kehidupan. Pada akhirnya itulah yang menjadi sabab musabab hikmah dari keadilan menempatkan sesuatu pada tempatnya. Wallahu'alam bishoab.

Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun