Mohon tunggu...
Dm Ramdan Ramdan
Dm Ramdan Ramdan Mohon Tunggu... profesional -

ayah deliya yang terdampar di ibu kota

Selanjutnya

Tutup

Nature

Kiprah Petak Puti Selamatkan Paru-Paru Dunia

11 Juli 2012   08:38 Diperbarui: 25 Juni 2015   03:04 173
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Pasir putih terhampar luas di beranda rumah. Sinar mentari yang memantul dari pasir putih ini menyilaukan pandangan. Ketika menengadah, tiang-tiang antena menjulang dari rumah-rumah yang bertonggak kayu. Bukan antena televisi tapi alat sederhana penangkap sinyal telepon. Ya, secanggih apapun ponsel tidak akan berfungsi kecuali tetap menempel di ujung kabel penangkap sinyal. Itulah Desa Petak Puti, Kecamatan Timpah, Kabupaten Kapuas, Provinsi Kalimantan Tengah. Untuk mencapai desa ini butuh empat jam perjalanan dengan mobil dari Palangkaraya. Hamparan pasir putih tersebut bukanlah petunjuk perkampungan suku Dayak ini berada di pesisir pantai. Melainkan berdiri di tengah-tengah hutan gambut yang mulai kritis. Mungkin dinamai Petak Puti lantaran seluruh tanah di desa ini berpasir putih. Kebanyakan rumah di desa ini memanjang di sekitar pinggir Sungai Kapuas. Bahkan, sebagian pemukiman menempel di bibir Sungai Kapuas yang airnya berwarna kecoklatan. Petak Puti merupakan satu desa yang dijadikan percontohan program Reducing Emission from Deforestation and Forest Degradation Plus (REDD+) melalui Kalimantan Forest Climate Partnership (KFCP). REDD+ adalah mekanisme baru dalam skema pendanaan hutan. REDD+ menyempurnakan mekanisme yang hanya menuntut pengurangan emisi dari penggundulan (deforestasi) dan penurunan kualitas (degradasi) hutan atau lazim disebut REDD. Nah, Petak Puti menjadi lokasi pembibitan pohon untuk penananam di hutan gambut seluas 120.000 hektare yang difasilitasi KFCP. Mata pencaharian utama warga setempat masih mengandalkan hasil hutan. "Pekerjaan kami menangkap ikan dan menanam karet," ungkap Goyang Nihil, Kepala Dusun Petak Puti. Saat ini, warga hanya mengandalkan dua profesi itu untuk bertahan hidup. Berladang di hutan sudah tidak mungkin lagi, karena tanahnya tandus akibat kebakaran hutan. "Tak bisa berladang. Apa yang bisa kami tanam?". Goyang bilang, warga sudah jarang masuk hutan apalagi menebang pohon. "Dulu kami menebang pohon, tapi sekarang tidak," akunya. Tapi semenjak masuk KFCP, profesi warga Petak Puti bertambah, yakni melakukan pembibitan pohon sejak setahun belakangan ini. Sayang, program tersebut belum optimal mendongkrak taraf hidup warga. Warga hanya mendapat insentif dari pembibitan. Makanya, kata Yuyo Dulin, Kepala Desa Petak Puti, warga minta kuota bibit ditambah sehingga insentif yang diperoleh lumayan besar. Saat ini, masing-masing kepala keluarga dijatah 800 pohon per paket dengan harga Rp 1.200 per bibit. "Hasil pembibitan hanya untuk tambahan beli beras," timpal Nurhayati, warga Petak Puti. Manajer Tata Kelola dan Pembayaran KFCP Idham Arsyad bilang, KFCP bukan program pembangunan seperti yang dijalankan pemerintah. Tapi, aktivitas pelestarian hutan dengan melibatkan partisipasi masyarakat.

Mohon tunggu...

Lihat Konten Nature Selengkapnya
Lihat Nature Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun