Mohon tunggu...
Suheldina Krisniwana
Suheldina Krisniwana Mohon Tunggu... Buruh - Penulis Amatir

an ordinary woman who loves an ordinary man ~_^!!

Selanjutnya

Tutup

Filsafat

Bisakah Kita Bermoral Tanpa Tuhan?

4 Desember 2011   15:10 Diperbarui: 25 Juni 2015   22:50 201
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Filsafat. Sumber ilustrasi: PEXELS/Wirestock

Tulisan ini diawali dari pertanyaan Apakah Tujuan Hidupmu? dan inilah respon yang diberikan: We should live with this awareness that, “I am here to add value to people. I am here to help them succeed.” Don’t go around always thinking, “I wonder what that person can do for me. I wonder what they have to offer.” No, we should have the attitude, “What can I do for them? ...How can I help them come up higher? Can I teach t...hem something I know? Can I connect them with someone who can help them?” Don’t make the mistake of going through life ingrown. Instead, be a dream releaser. Use your talent, your influence and your experience, not just to accomplish your goals, but help release a dream in someone else. Remember, there is nothing more rewarding than to lay down at night knowing that you helped someone else become better. You not only fulfilled your purpose for that day, you did your best. It may have just been a two-minute phone call where you encouraged someone; but when you live as a dream releaser, you’ll see your own dreams come alive. cukup saya renungkan dengan sangat lama sampai tiba pada kalimat-kalimat tersebut. Lalu apakah tanpa menghadirkan reward and punishment surga neraka kita bisa bermoral? jawabnya: tentu saja. Menjadi manusia dewasa tentunya dihadapkan pada pilihan, konsekuensi logis dari apa yang kita pilih dan perbuat sampai pada kedewasaan memahami hakikat sesuatu. Ide Surga dan Neraka sepertinya tidak bisa disebut pendewasaan cara pandang jika diibaratkan anda memberikan permen pada anak kecil untuk berbuat baik sedangkan akan mencubitnya bila melakukan kesalahan. Jika sedikit kita berikan analisa secara logis, manusia dewasa dengan kemampuannya menelaah dan mengkaji pemikiran tentunya sudah tahu kalau melakukan sesuatu yang merugikan orang lain akan otomatis merugikan diri sendiri. Untuk pertanyaan berikut: Lalu standarnya apa? Saya tertarik dengan kalimat yang dikemukakan oleh Hitchen berikut ini: "I think our knowledge of right and wrong is innate in us. Religion gets its morality from humans. We know that we can't get along if we permit perjury, theft, murder, rape, all societies at all times, well before the advent of monarchies and certainly, have forbidden it... Socrates called his daemon, it was an inner voice that stopped him when he was trying to take advantage of someone... Why don't we just assume that we do have some internal compass?" kemampuan manusia dewasa menentukan baik dan buruk sudah ada dalam dirinya. Belajar dari yang dialami oleh orang-orang disekelilingnya dan berfilosofi sehingga memiliki kebijakan berpikir. Etika Normative pastinya akan terbangun dengan kesadaran penuh dimana manusia menjalin kerjasama yang baik dalam membentuk sistem moral dalam masyarakat.


Mohon tunggu...

Lihat Konten Filsafat Selengkapnya
Lihat Filsafat Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun