Mohon tunggu...
Ashwin Pulungan
Ashwin Pulungan Mohon Tunggu... Wiraswasta - Wiraswasta

Semoga negara Indonesia tetap dalam format NKRI menjadi negara makmur, adil dan rakyatnya sejahtera selaras dengan misi dan visi UUD 1945. Pendidikan dasar sampai tinggi yang berkualitas bagi semua warga negara menjadi tanggungan negara. Tidak ada dikhotomi antara anak miskin dan anak orang kaya semua warga negara Indonesia berkesempatan yang sama untuk berbakti kepada Bangsa dan Negara. Janganlah dijadikan alasan atas ketidakmampuan memberantas korupsi sektor pendidikan dikorbankan menjadi tak terjangkau oleh mayoritas rakyat, kedepan perlu se-banyak2nya tenaga ahli setingkat sarjana dan para sarjana ini bisa dan mampu mendapat peluang sebesarnya untuk menciptakan lapangan pekerjaan yang produktif dan bisa eksport. Email : ashwinplgnbd@gmail.com

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Kembalikan Hari "Minggu" Menjadi Hari “Ahad”

19 Mei 2014   19:27 Diperbarui: 4 April 2017   18:13 3486
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Humaniora. Sumber ilustrasi: PEXELS/San Fermin Pamplona

Kalau kita perhatikan beberapa file majalah dan koran edisi Indonesia periode tempo dulu sekitar jauh sebelum tahun 1935 sampai dengan menjelang tahun 1960, kita tidak akan menemukan nama hari bertuliskan "Minggu" selalu kita temukan dengan nama hari "Ahad". Begitu juga apabila kita melihat penanggalan kalender tempo dulu, masyarakat Indonesia tidak mengenal sebutan Minggu. Kita semua sepakat bahwa kalender atau penanggalan di Indonesia telah terbiasa-terbudaya untuk menyebut hari Ahad didalam setiap pekan (7 hari) dan telah berlaku sejak periode yang cukup lama. Bahkan telah menjadi ketetapan didalam Bahasa Indonesia. Lalu mengapa kini sebutan hari Ahad berubah menjadi hari Minggu tanpa kita semua sadari sudah tergantikan ? Kelompok dan kekuatan siapakah yang mengubahnya ? Sejak kapan penggantian Ahad menjadi Minggu ? Apa dasar penggantian Ahad menjadi Minggu ? Resmikah dan mendapat kesepakatankah pergantian nama hari tersebut ? Inilah pertanyaan yang bisa timbul setelah adanya perubahan Ahad menjadi Minggu secara halus penuh kelicikan terselubung dan terencana yang tidak disadari oleh banyak masyarakat Indonesia sejak 1960 hingga memasuki awal abad ke 20.

Kita ketahui bersama,bahwa nama-nama hari yang telah resmi dan kokoh tercantum kedalam penanggalan Indonesia sejak sebelum zaman penjajahan Belanda dahulu, adalah dengan sebutan : Ahad, Senin, Selasa, Rabu, Kamis, Jum'at, Sabtu. Nama-nama hari ini sudah menjadi kebiasaan terpola dalam semua kerajaan di Indonesia. Semua ini adalah karena jasa positif interaksi budaya secara elegan nan damai dan besarnya pengaruh masuknya agama Islam ke Indonesia yang membawa penanggalan Arab. Pengaruh positip dari agama Islam di Indonesia yang telah banyak memperkaya dan mempengaruhi kosa kata dalam bahasa Indonesia. Seperti : Ahad (al-Ahad = hari kesatu), Senin (al-Itsnayn=hari kedua), Selasa (al-Tsalaatsa' = hari ketiga), Rabu (al-Arba'aa = hari keempat), Kamis (al-Khamsatun = hari kelima), Jum'at (al-Jumu'ah = hari keenam = hari berkumpul/berjamaah), Sabtu (as-Sabat=hari ketujuh).

Dalam beberapa masukan, Minggu berasal dari bahasa Portugis dengan asal kata Domingo dan dalam dialek Melayu menjadi sebutan Dominggu. Ada lagi mengatakan berasal dari nama seorang tokoh agama tertentu di Indonesia bernama Domingo, lalu dipelesetkan menjadi Dominggu. Karena si Domingo mungkin sangat berjasa, maka diupayakanlah secara maksimal didalam intern terlebih dahulu hari Ahad diganti menjadi hari Minggu. Tentang adanya strategi dan konspirasi jahat yang menggantikan serta mensosialisasikan Minggu pada tingkat Nasional, ini memerlukan penelitian tersendiri bagaimana hal ini bisa terjadi. Ada yang mengatakan dengan dana tertentu yang cukup besar berasal dari luar Indonesia, membuat monopoli pencetakan kalendar selama bertahun-tahun di Indonesia lalu dibagikan secara gratis atau dijual secara sangat murah. Dampaknya adalah masyarakat Indonesia secara tidak sadar kata hari Ahad telah berganti menjadi Minggu didalam penanggalan Indonesia. Tentu anda sekalian agak terhenyak dan sedikit terkejut, apakah upaya menihilkan kata hari Ahad dalam kalender Indonesia begitu penting dan strategis ?

Jawabannya untuk upaya menihilkan kata Ahad bagi ummat Islam adalah penting, karena kata Ahad mengingatkan kita kepada nama Allah SWT yang Maha Ahad sama dengan Maha Tunggal, Maha Satu, Maha Esa Dia tidak beranak dan diperanakkan. Kata Ahad dalam Islam adalah sebagai bagian sifat Allah SWT yang penting mengandung makna utuh melambangkan kenyataan yang hak ke-Maha-Esa-an Allah SWT. Selanjutnya mengingatkan kita kepada Al Qur'an Surat (QS. 2:116,163 ; 3:2 ; 6:161-164 ; 9:31 ; 25:2 ; 42:11 ; 112:1-4). Menihilkan kata hari Ahad adalah upaya terselubung dari beberapa kelompok tertentu untuk menunjukkan adanya eksistensi mereka dan pengaruh kelompok tertentu bisa dan sukses mempengaruhi nama hari dalam khasanah budaya Indonesia serta unjuk sukses menggusur salah satu nama hari di Indonesia untuk jangka panjang. Bisa saja hari Senin, Selasa, Rabu dan berikutnya dalam jangka panjang dirubah kembali oleh kelompok pemaksa budaya tertentu seperti nasibnya hari Ahad dengan cara yang sama.

Apabila selama ini kita menyebut 7 (tujuh) hari dalam sebulan dengan seminggu(salah menurut Kamus Bahasa Indonesia), maka yang sangat baik dan benar dalam bahasa Indonesia adalah sepekan. Perkataan dan sebutan Minggu ini, Minggu depan, untuk memaksudkan tujuh hari ini dan kedepan, harus se-segera mungkin kita ubah ke-dalam bahasa Indonesia yang baik dan benar menjadi Pekan ini, Pekan depan, hari Minggu depan yang dimaksudkan dengan nama hari, menjadi hari Ahad depan.

Penulis berharap kepada semua pembaca bisa menyadari bahwa tulisan ini bertujuan untuk mengembalikan predikat hari Ahad kembali kepada tempatnya semula, kembali kepada padanannya semula dengan nama hari lainnya. Tentu semua masyarakat Indonesia harus aktif membudayakan nama hari Ahad kembali didalam setiap surat-menyurat, dalam setiap penerbitan kalender dan dalam berbagai surat undangan lainnya, dalam berbagai tulisan dalam arti luas. (Ashwin Pulungan)

 

 

Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun