Mohon tunggu...
A. Dahri
A. Dahri Mohon Tunggu... Neras Suara Institute

Ngopi, Jagong dan Silaturrahmi

Selanjutnya

Tutup

Lyfe

Hidup Hemat, Ngirit, atau Sesuai Porsi

15 Maret 2025   20:20 Diperbarui: 15 Maret 2025   20:20 331
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi Hidup Hemat, Ngirit, atau Sesuai Porsi (Sumber: Pixabay/Mohamed_hassan)

Sedang ramai di jagad social media tentang slow living, hidup sederhana, filsafat stoik sebagai modal hidup sehat dan tenang. Mungkinkah ini terjadi karena problem kejenuhan? Jenuh dengan kondisi yang serba cepat, keinginan yang tak terbendung, sehingga perlu formula kehidupan yang iramanya ritmis, namun penuh harmoni.

Dalam konteks ekonomipun demikian, mulai ada kesadaran hidup hemat, makanan simple tapi sehat, olah raga murah, dan pelatihan-pelatihan hidup tenang yang diseminarkan. Sebegitu ruwet dan penuh sesakkah kehidupan ini? Sampai-sampai lupa pada fitrah manusia itu sendiri, bahwa hidup itu harus sehat, makan dan minum sesuai kebutuhan, dan lain sebagainya.

Artinya, kesadaran tentang hidup hemat, slow living dan apapun itu sudah sejak lahir berada dalam kondisi fitrah manusia. Buktinya seorang Maslow kemudian menghirarkikan sifat kebutuhan manusia, dari primer, skunder sampai tersier.

Buya Hamka pernah menuliskan dalam Tasawwufnya bahwa boleh manusia mencari dan mengumpulkan harta, tapi jangan sampai dimasukkan ke dalam hati.

Ungkapan di atas, sejatinya senada dan interpretasi dari surat Al-A'raf ayat 31 yang artinya adalah "Wahai anak cucu adam, pakailah pakaianmu yang bagus setiap (memasuki) masjid, makan dan minumlah, tetapi jangan berlebihan. Allah tidak menyukai orang yang berlebih-lebihan."

Kalau boleh dimaknai secara sederhana maka boleh kok menggunakan pakaian yang bagus, branded, kemudian mengumpulkan harta kekayaan sehingga menggunung dan meroket, tetapi harus dipahami jangan sampai berlebih.

Artinya setiap dari kita punya kapasitasnya sendiri-sendiri. Tidak bisa disamakan antara yang satu dengan yang lain. Karena memang takaran dan wadahnya berbeda.

Kalimat yang menjadi penting untuk dipahami adalah "jangan berlebih-lebihan". Sekadarnya saja, tidak terlalu sedikit pun juga tidak terlalu banyak. Oleh karena itu prinsipnya adalah kebutuhan.

Akan berbeda ketika prinsip itu berubah menjadi keinginan. Setiap orang pasti punya rasa dan keinginan yang beragam. Mulai dari jenis pakaian, makanan, minuman, kendaraan, bahkan hunian dan kekayaan.

Apakah itu wajar? sangat wajar sekali. Baik secara psikologis dan keagamaan (dalam hal ini kitab suci) sepakat bahwa memang manusia dihiasi akal pikirannya dengan ragam keinginan dan capaian. Dimana keinginan dan capaian itu tidak ada batasnya.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Lyfe Selengkapnya
Lihat Lyfe Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun