Dalam sebuah lirik lagu band Letto yang berjudul memiliki kehilangan tertulis bahwa,
"Rasa kehilangan hanya akan ada
Jika kau pernah (merasa) memilikinya."
Ada satu pemahaman bahwa apa yang sebenarnya kita miliki adalah bukan milik kita. Itu adalah kepunyaan Tuhan yang dititipkan kepada kita.
Apapun bentuknya, titipan adalah titipan, termasuk perasaan yang tidak sama sekali kita tahu kapan akan berubah dan hilang.
Yang jelas, apapun yang kita miliki pada hakikatnya adalah kepercayaan Tuhan kepada kita. Jika suatu saat diambil, seharusnya kita tidak nelangsa karena memang itu dititipkan.
Seperti halnya jasa penitipan barang, tidak mungkin barang itu akan dititipkan selamanya, pasti akan ada masa di mana barang itu diambil pemiliknya. Tentu dengan kesepakatan yang sudah disepahami bersama.
Kita pasti pernah memiliki sesuatu dari yang bersifat biasa-biasa saja, sampai yang sangat berharga. Dan saya yakin kita pernah kehilangan, saat kehilangan pasti akan merasa sedih dan gelisah, terkadang sampai stres dan depresi.
Apalagi kalau tahu-tahu kekasih yang kita jaga selama ini, ternyata menikahnya dengan orang lain. Untuk menguatkan diri kita biasanya muncul ungkapan "Mungkin memang bukan jodohnya." Atau jika bentuknya itu adalah barang, maka "Agaknya memang bukan rejeki kita, kalau memang rejeki nanti pasti kembali."
Ucapan di atas tidak jauh beda dengan layang-layang, yang ketika ada angin kencang ia akan melayang tinggi bahkan benangnya menjadi sangat kuat.
Tetapi ketika anginnya sepoi-sepoi, layang-layang cenderung landai dan benangnya pun kendor, bahkan cenderung tidak bisa terbang.
Yang muncul dalam benak kita adalah, "Ya memang tidak angin, mau bagaimana lagi." Akhirnya kita menunggu dan kadang bersiul karena mitosnya bersiul dapat memanggil angin.