Mohon tunggu...
A. Dahri
A. Dahri Mohon Tunggu... Penulis - Santri

Alumni Sekolah Kemanusiaan dan Kebudayaan Ahmad Syafii Maarif (SKK ASM) ke-4 di Solo

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Cerpen: Kepala-Kepala Kemaluan

12 April 2022   05:30 Diperbarui: 12 April 2022   05:34 321
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi Cerpen/Pexels/Stave-Jhonson

Pagi itu, asap di dapur mengepul, sisa-sia di atas genting masih beradu dengan lembabnya tetesan embun. Kayu bakar menyala dilahap api, beberapa sudah menjadi bara yang penuh kemerahan.  Mbok Sinap menuangkan air ke dalam dandang, setiap pagi ia menanak nasi dan menghangatkan air untuk membuat kopi. Suami dan anaknya akan segera ngomel kalau kopi belum tersedia di meja dapur di pagi hari.

"Jangan pernah kau tanya lagi soal itu, aku dan bapakmu wis ndak mau bahas sesuatu yang ndak jelas jluntrungannya." Ucap Mbok Sinap kepada Kabul.

"Lah, tapi Paimo sampean kasih tahu, katanya kalau kamu mau tahu tentang cerita itu, kamu tanya sendiri sama Mbok!" Kabul menirukan apa yang dikatakan kakaknya; Paimo.

"Jangan main rahasia-rahasiaan toh Mbok. Aku sudah gedhe, aku juga pingin kayak teman-teman." Kabul merengek

Mbok Sinap tetap saja tak menghiraukan keinginannya itu.

Sejak umur dua tahun Kabul sudah dalam keadaan terkhitan kemaluannya. Tidak ada yang tahu, bahkan keluarganya, apalagi Ibunya tak merasa menyunatkannya. Tetapi ujung kepalanya sudah terbuang dan seperti bekas gigitan, namun rapi. Sejak itu Kabul seperti sudah sunat.

Teman-temannya yang mengetahui kejadian itu, mengejeknya, karena tidak sunat ke Dokter seperti teman-teman yang lain. Apalagi bentuk lingkar bekas sunatnya semakin hari semakin aneh, seperti ada garis yang tak beraturan dan berwarna hitam melingkar. Padahal ia sudah berumur sembilan tahun, tetapi kemaluannya belum juga membentuk sempurna seperti pada umumnya.

Sempat ada yang menyarankan untuk pergi ke Mbah Dalijo, salah satu dukun sepuh di ujung desa Jampilan. Ia adalah orang yang weruh sak durunge winarah, dan pasti mengetahui apa yang terjadi kepada kemaluannya Kabul. Di lain pihak menyarankan untuk ke dokter saja, lebih aman, dan di tempat praktek dokter pasti peralatannya lengkap. Untuk sekadar mendeteksi kepala kemaluannya Kabul.

_________________

Suatu Ketika, Pak Samin; Bapaknya Kabul mengajak Paimo mencari kayu bakar ke hutan. Saat itu Kabul Masih berada di dalam perut Mbok Sinap, dan sekitar berumur tujuh bulan. Seperti biasa, Pak Sarmin mengumpulkan ranting-ranting kering yang jatuh. Kadang juga memanjat beberapa pohon yang salah satu cabangnya mati makong; istilah untuk kayu yang mati tapi tak patah atau jatuh ke tanah. Dari pohon yang satu ke pohon yang lainnya, Pak Sarmin merasa tidak ada yang aneh, namun setelah turun dari Pohon Mindi, ia merasa kakinya menginjak sesuatu yang basah dan lengket.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun