Mohon tunggu...
sukahar ahmad syafii
sukahar ahmad syafii Mohon Tunggu... Freelancer - Freelancer Writer

seorang cerpenis, penulis artikel ilmiah dan penyuka film anime jepang

Selanjutnya

Tutup

Worklife Pilihan

Guru Honorer dan Kerja Sampingan

24 Agustus 2021   20:44 Diperbarui: 24 Agustus 2021   21:08 317
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

PENDAHULUAN 

Persoalan terkait kesejahteraan guru honorer sudah menjadi rahasia umum. Artinya semua orang sangat memahami persoalan ini. Para guru honorer pun rela melakukan demo agar kesejahteraan mereka diperhatikan, minimal pengabdian mereka dihargai dengan diangkat menjadi PNS. 

Media massa dan para tokoh pendidikan pun turut menyuarakan perihal ini. Namun belum ada solusi dari pemerintah yang benar-benar dapat memberikan ketenangan psikologis guru honorer ini.

Saat ini, jumlah guru di Indonesia sebanyak 3.357.935. Terdiri dari guru yang berstatus PNS 1.607.480, dan non PNS atau honorer 1.750.455. Angka ini menunjukkan bahwa lebih dari separuh guru kita berstatus sebagai honorer yang secara kesejahteraan jauh dari guru yang berstatus sebagai PNS.

Kurang meratanya penyebaran guru PNS di daerah-daerah mengakibatkan beberapa daerah di Indonesia kekurangan pengajar, sehingga sekolah di daerah tersebut harus mengangkat pengajar Non PNS dengan honor dari dana sekolah yang bersangkutan. 

Hal inilah yang menyebabkan ketimpangan sosial, karena secara tugas, fungsi dan kewajiban guru honorer sama dengan guru PNS, namun secara hak kesejahteraan berupa gaji sangat jauh berbeda. Dan itulah yang memaksa mereka untuk melakukan pekerjaan sampingan guna memenuhi kebutuhan ekonomi mereka.

PENGABDIAN UNTUK NEGERI TERCINTA

Gelar pahlawan tanda jasa memang sangat relevan disematkan kepada sosok guru. Bagaimana tidak, seorang yang menyandang gelar guru, tentu akan menghabiskan seluruh hidupnya untuk mengabdi kepada negeri ini dengan menciptakan generasi-generasi berprestasi kebanggaan negeri. 

Sekarang para orang-orang yang telah mereka didik menjadi orang-orang sukses di negeri ini, namun nasib mereka tidak jauh berbeda dengan saat pertama kali orang-orang sukses tersebut menjadi muridnya. Hidup pas-pasan, kerja serabutan.

Saya adalah anak seorang guru honorer, Ayah adalah guru SDN Sonorejo 1, sebuah desa kecil yang terletak di kecamatan winong kidul, Pati, Jawa Tengah. Jarak rumah kami dengan tempat mengajar ayah sekitar 10 km, jarak yang bisa terbilang jauh. 

Ayah menempuhnya dengan menggunakan sepada jengki sehabis shalat subuh. Pulang mengajar sekitar jam 2 siang, Ayah tidak langsung pulan ke rumah, namun pergi ke sawah untuk ngarit (mencari rumput) untuk pakan sapi di rumah. Tiba di rumah sekitar jam 4 sore. Setelah membersihkan badan, Ayah kembali menaiki sepeda jengkinya untuk berjualan getuk berkeliling desa hingga malam. 

Begitulah aktivitas Ayah, selain bertanggungjawab menjadi pengajar, dia juga bertanggungjawab mencukupi kebutuhan ekonomi kami, 1 istri dengan 4 orang anak. 

Impian Ayah sebelum meninggal adalah diangkat menjadi PNS, minimal itu penghargaan terbaik dari negara untuknya atas pengabdiannya selama 20 tahun. 

Tetaplah menjadi guru, sekalipun itu tidak dapat membuatmu hidup layak, karena layaknya hidup itu adalah seberapa manfaat dirimu untuk khalayak. Pesan terakhir ayah sebelum meninggal dengan membawa harapan penghargaan PNS untuknya.

Sekilas cerita tentang ayah saya yang merupakan guru honorer selama 20 tahun. Dan kini saya menjadi pengurus suatu yayasan swasta yang memiliki amal usaha berupa TK dan SD di desa Tambaharjo daerah Pati, Jawa Tengah.

KERJA SAMPINGAN UNTUK TETAP BERMANFAAT

Menjadi pengajar yang berstatus guru honorer tentu tidak bisa diandalkan, terlebih menjadi tulang punggung keluarga. Guru honorer menurut aturan yang berlaku hanya digaji dari dana BOS yang turun dari pemerintah. 

Alokasinya 15% dari dana BOS yang diberikan. Sangat minim sekali, belum lagi jika dana BOS belum cair, terpaksa guru honorer harus berpuasa hingga dana BOS cair.

Pemerintah telah memberikan jawaban terkait problematika kesejahteraan guru honorer dengan membuka PPPK yang akan merekrut sekitar satu juta guru. 

Satu sisi ini merupakan peluang guru honorer untuk meningkatkan kesejahteraan hidup, namun sisi lain, tidak banyak guru honorer yang bisa ikut, selain keterbatasan usia juga jenjang pendidikan yang harus mensyaratkan S1. Ini menurut para guru honorer bukanlah solusi yang mereka inginkan, karena mereka hanya ingin dihargai dengan diangkat sebagai PNS.

Banyak cerita yang kita dengar tentang keluh kesah guru honorer, termasuk kisah ayah saya. Mereka dengan ikhlas mengajar tanpa pamrih dan dengan ikhlas pula menjalani kehidupan pas-pasan dengan tetap tersenyum untuk melakukan usaha lain demi mencukupi kebutuhan keluarga. Ikhlas dan tulus betul perjuangan mereka untuk negeri ini.

Yayasan yang kami kelola sementara berfokus pada TK dan SD. Total pengajar di dua lembaga tersebut adalah 35 orang dengan total siswa 350. Semua pengajar di yayasan kami adalah honorer, tidak ada satupun yang PNS.

Gaji mereka berasal dari dana BOS dan juga dari yayasan. Gaji yang didapat mereka sekitar Rp 1.000.000 hingga Rp 1.500.000 tergantung masa pengabdian dan beban tugas. Masih cukup jauh dari nominal UMR Kabupaten Pati Rp 1.900.000.

Dengan kondisi yang seperti ini, tentu kami tidak melarang para guru untuk bekerja sampingan, karena memang yayasan belum mampu memberikan gaji ideal minimal UMR kepada mereka. Banyak di antara mereka yang mempunyai pekerjaan sampingan setelah KBM di sekolah. 

Di antaranya menjadi pengajar les, membuka jasa pengetikan dan foto copy, usaha kecil-kecilan di rumah, jualan makanan dan barang-barang secara online, serta berjualan makanan, seperti cilok, batagor, dan ayam goreng di dekat alun-alun kota pati.

"Jika tidak cukup ya dibuat cukup Pak, habis ngajar anak-anak saya jualan cilok dan batagor di dekat alun-alun Pati sampe jam 8 malam, Alhamdulillah ada hasil buat tambah-tambah kebutuhan keluarga dan jajan anak, yang beli juga kadang-kadang ya murid-murid saya sendiri" Pengakuan Waluyo salah seorang guru di yayasan kami.

" Masih pas-pasan Pak dapatnya, karena saya punya anak 3, ada yang mau masuk SMA juga, tapi lumayan jualan ayam goreng dan bakso kuah bisa buat nambah biaya sekolah anak dan jajan anaklah" Ungkap Pak Firman salah satu guru senior di Yayasan kami.

" Alhamdulilah Pak, dibuat cukup saja. Antara anak yang ikut les dan bayar les tidak sebanding pak, masih banyak yang hanya ikut tapi bayarnya sukarela, tidak apa-apalah pak, yang penting ada tambahan buat beli beras dan jajan anak-anak" Pengakuan Bu Puput guru di Yayasan kami.

PENUTUP

Begitu banyak cerita sedih yang menyimpan harapan dari seorang guru honorer. Saya pribadi adalah anak dari seorang guru honorer yang hidupnya pas-pasan. 

Di hari kemerdakaan RI yang ke 76 ini harapan guru honorer masih sama yaitu penghargaan terbaik dari pemerintah atas pengabdian yang dilakukan. 

Semoga Pemerintah bisa memberikan perhatian khusus dan solusi terbaik yang dapat memenuhi harapan mereka. Negeri ini masih belum dikatakan merdeka sepenuhnya, jika kesejahteraan para guru honorer yang berjuang dengan ikhlas dan tanpa pamrih masih terjajah oleh kepentingan golongan/politik yang tidak memihak pada kesejahteraan mereka.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Worklife Selengkapnya
Lihat Worklife Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun