Mohon tunggu...
Asnelly Daulay
Asnelly Daulay Mohon Tunggu... -

timbang dan rasakan

Selanjutnya

Tutup

Puisi

Sopanlah Kepadaku

21 Februari 2011   14:00 Diperbarui: 26 Juni 2015   08:24 141
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Puisi. Sumber ilustrasi: PEXELS/icon0.com

Ada yang mengganggu Kania ketika ia membaca pesan singkat di ponselnya.

"Aku jemput awak selesai rapat ini."

Aneh!Tidak biasanya suaminya ber-sms dengan bahasa seperti itu, betapapun sedang kesal hatinya atau marah. Kalau lagi malas, suaminya Riziq mengirim Junaidi, lelaki berkulit hitam yang suka senyum cengengesan itu untuk menjemputnya. Walau dia kurang suka ekspresi nakal tukang ojek itu, -dan badan gempalnya yang hampir menyita seluruh dudukan motor-, namun itulah gunanya maaf dan toleransi dalam perkawinan. Toh belum ada perkawinan yang sempurna.

Pesan itu hanyalah sebaris kalimat, tapi ia merasa suaminya kurang menghargainya. Coba kalau dia yang memanggil suaminya 'kau' atau'hey' saja, dia pasti marah! Atau malah membentaknya. 'Awak' dalam bahasa Melayu sering diartikan 'kau'. Cukup kasar dan asing bagi Kania yang bukan berasal dari ethnis Melayu. Walau dia telah tinggal di Jambi cukup lama, beberapa bagian dari bahasa lokal tak disukainya, termasuk 'awak' itu. Bolehkah ia menuntut laki-laki yang telah 16 tahun menjadi suaminya itu untuk berlaku sopan atau bertutur lebih lembut kepadanya?

Kania mencoba mengingat materi pengajian yang pernah dia ikuti. Semakin keras mengingat, semakin kecut hatinya. Berlaku kasih sayang dan menghormati istri bukan topik menarik para ustadz di kampungnya, bahkan juga di acara siraman kalbu berbagai tivi swasta.

Ustad Afdhal, guru mengaji yang sering memberi ceramah ba'da Ashar di langgar Fi Sabilillah mengatakan bahwa ridho Allah datang setelah ridho suami. "Allah tidak akan berkenan bila suami ibu tidak ridha" ucapnya sambil berpindah pandang dari satu wanita ke wanita lain, tatapannya begitu tajam terutama kepada jemaah perempuan yang banyak tertawa dan kurang khusu' selama pengajian tersebut..

Ustad Hendri pernah dengan sangat menyentuh bercerita tentang istri yang patuh pada suaminya, hingga urung melayat ayahnya yang meninggal dunia. Hanya karena sang suami berpesan untuk tidak meninggalkan rumah hingga dia kembali. Bahkan Nyai Zulaikha, pimpinan majelis taklim menganjurkan anggotanya untuk mencium tangan suami sebelum meninggalkan rumah. "Supaya kita dapat barokah," pesannya lembut.

Sungguh, aku belum pernah dengar cerita ustadz tentang istri yang menuntut suaminya berlaku lembut dan sayang, Kania mengeluh dalam hati.

Kania kembali membaca pesan singkat tersebut. Apa yang berkelebat di otak suaminya hingga panggilan sayangnya, Nana berganti 'awak' dalam sms tersebut?

Selama berumahtangga, dia dan suami saling berbagi. Kesetaraan diantara mereka tercermin dari belanja rumahtangga yang dipenuhi sebagian dari gajinya. Sungguh Kania tidak keberatan. Kata Nyai Zulaikha, itu juga termasuk sedekah. Sedekah yang utama adalah sedekah pada keluarga sendiri.

Kania tidak suka merengek kepada suami, walau kadang keinginan untuk dihadiahi perhiasan yang indah dan mahal oleh suaminya berdenyut-denyut, meremas hatinya yang ingin dimanja.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Puisi Selengkapnya
Lihat Puisi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun