Mohon tunggu...
Anton Punkq
Anton Punkq Mohon Tunggu...

translator, peminat buku, dan suka menulis, tinggal di Priyang Tangsel...saat ini bekerja di PT. IISA VISIWASKITA BSD City Tangerang Selatan

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Kecerdasan Jamak*), Guyub dan Korupsi (Resume tanggapan lepasku pada beberapa artikel di Kompas Minggu, 21 Desember 2014)

22 Desember 2014   17:35 Diperbarui: 17 Juni 2015   14:43 34
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Rencana ke depan, setiap hari Senin saya akan coba menulis resume tanggapan lepas dari beberapa wacana menarik yang terdapat dalam harian Kompas Minggu seturut sudut pandang kecerdasan jamak yang saya pahami. Mudah-mudahan resume tanggapan lepas ini akan semakin memperkaya dan membumikan kasanah kecerdasan jamak yang kita geluti....

Tidakkah Guyub (tanggapan pada rujukan ke 2) lebih mendekati konsep “imagined communities”-nya Ben Anderson, dengan sedikit modifikasi alasan / argumen yang berbeda. Imagined karena konsep ini lebih merupakan produk generalisasian gagasan alih-alih hasil atau paparan kajian praksis atau kajian kancah. Dengan demikian, meskipun konsep guyub ini bila ditinjau dari nilai-nilai ideal kekerabatan cukup menonjol, tapi tetap tidak muwakil kondisi kancah yang sebenarnya. Alhasil, konsep ini rentan untuk dijadikan alat politik penguasa yang efektif. Bila mengutip istilahnya Badiou, cara seperti ini tak lebih dari sekedar kedok (topeng) filsafat politik agar nampak seperti filsafat moral (sosial) – istilah yang jauh lebih padat, singkat, dan praktis dari beliau adalah 'capi­talo-parliamentarism'(produk kerjasama kekuatan modal dan aktor/representator politik). Agaknya,konsep pengikat sosial yang bersifat lebih aktif dan praktis akan lebih diperlukan, dan serentak lebih realistis.

Konsep sosial guyub ini sebangun dengan konsep individual dalam psikologi mainstream, yaitu neutrality, rationalism, individual enlightenment, scientific knowledge and adaptation and amelioration (Ian Parker). Konsep seperti ini rentan untuk menjadi bersifat ideologis karena sifatnya yang reduksionis dan asumsian keberutuhannya.Konsep guyub juga rawan jadi sarang baru ragam tindak korupsi yang akan memicu rangkaian dalam lingkaran setan yaitu revolusi (rujukan 1). Hal ini karena konsep tersebut lebih menonjolkan tetapan hasrat ( kondisi ideal/ patok keutamaan nilai) sosial alih-alih realitas perubahan kebermaterialan yang akan mencetuskan ragam wujud gejala tanggapannya. Tetapan hasrat yang telah diandaikan itu rentan jadi kancah rekayasa kepentingan pihak-pihak tertentu. Misalnya, gejala permukaan yang segera mengemuka dari nilai guyub ini adalah patronisme.

Bukankah akan lebih sesuai bila konsep guyub digantikan dengan konsep kooperasi (kerja sama). Konsep sosial kooperasi lebih muwakil karena mengandung asumsian kerja dan kebersamaan yang lebih dinamis dan tidak mengarah pada gagasan keberidentitasan. Konsep kooperasi juga cenderung untuk dimaknai sebagai satu proses alih-alih sebagai kondisi final terdamba. Di dalam konsep ini sudah terkandung makna keberadilan sosial, keberadilan kerja dan ganjarannya, serta mengimplikasikan kejamakan potensi manusia yang perlu saling melengkapi dalam kebersamaan dan kerja.Konsep kecerdasan jamak saya kira akan lebih terdukung oleh konsep yang terakhir ini (kooperasi).

Konsep koperasi sejalan dengan apa yang dinyatakan oleh Badiou, sebagai komposibilitas (composibility) prosedur kebenaran kontemporer (mungkin ranah tambahan ke lima, yaitu “kerja” yang punya asumsian perubahan, bila Badiou hanya mengakui empat ranah yaitu seni, politik, sains, dan cinta) …. truth procedures occur in four domains alone: art, politics, science and love. He then assigns a central task to philosophy: it must think the compossibility of contemporary truth proce­ dures in the four domains; that is, it must construct a conceptual space which is such that it can accommodate the diversity of the various truth procedures without being rendered inconsistent: it must act as a kind of clearing house for truths.

Makna kooperasi memang tidak seluas cakupan makna guyub, namun makna ini lebih dinamis dan mendorong nilai kesetaraan karena samasekali tidak mengimplikasikan makna keberjenjangan (konsep guyub lebih rentan dikonotasikan dengan patronisme (implikasian dari keberhirarkian/ keberjenjangan). Perbedaan antara guyub dan kooperasi mungkin setipis perbedaan antara tindak prososial dengan kemampuan empati (dalam kecerdasan jamak sebagai kecerdasan interpersonal &/ intrapersonal,). Keduanya merupakan satu upaya atau usaha tapi yang pertama lebih sarat nilai sedangkan yang kedua lebih netral. Kooperasi belum tentu guyub, tapi guyub mengandaikan adanya kooperasi sebagaimnan perilaku prososial mengandaikan kemampuan empati tapi kemampuan empati belum tentu menjadi tindakan prososial.

Kecerdasan jamak itu mungkin dapat diungkapkan secara lebih singkat dan akurat (seturut carapandang Badiou)sebagai ranah heterogen yang di/ter-kondisikan oleh “events” (pendobrakan tatanankebenaran yang berlaku). Untuk dapat memahami kejamakannya; maka langkah kritis awal yang perlu di ambil adalah pembebasan visi kita sendiri dari segenap dominasi tatanan /prosedur kebenaran yang berlaku. Tindakan seorang warga Australia yang membela seorang muslim untuk tetap mengenakan jilbabnya akibat kecemasan terhadap prasangka dan pelabelan terrorisme setelah kejadian penyanderaan dan pembantaian di sebuah kafe oleh salah seorang pendukung gerakan ISIS merupakan satu event yang melahirkan pencerahan sosial (rujukan ke 3). Demikian pula sindiran seorang pemandu penampil-diri pada hasrat penolakan diri seorang yang merasa terlampau pendek, tiba-tiba dapat menjadi semacam pencerahan yang menyadarkan. Itulah event dalam pemahaman Badiou (menurut interpretasian saya,red). Surat seorang putri pada sinterklas (dalam rujukan ke 5) akhirnya membawa pada suatu events yang menyingkapkan pencerahan dan kebenaran tak terduga.

Akhirnya, untuk dapat memahami secara tuntas konsep kecerdasan jamak, diperlukan berbagai events yang merupakan tindakan bebas kita dari segenap bujuk dominasian tunggal yang memang tidak ringan. Hal ini seturut analogi, bahwa untuk memahami suatu kemampuan atau daya yang amat lemah dan rentan (sebagaimana kemampuan atau kecerdasan khusus) kitapun harus meningkatkan daya tangkap hingga ke berbagai faktor yang serinci dan selemah mungkin. Proses perkembangan perabaan, pendengaran, dan penglihatan jauh kurang diperhatikan daripada proses perkembangan bahasa dan pemikiran sehingga pengaruhnya pun diabaikan. Hal ini wajar bila kita penganut setia logika kekuasaan…

*) Kata jamak , mulai saat ini dan seterusnya akan saya gunakan setelah mendapatkan kritik (bagi saya pencerahan) dari Bpk. Dr. Edy Suhardono terkait kerancuan penggunaan kata majemuk (yg mengimplikasikan keberjenjangan) dengan kata jamak (tanpa implikasian keberjenjangan).

.( Tanggapan atas beberapa artikel/esai di koran Kompas Minggu, 21 April 2014:

1.Korupsi dan Revolusi Sastrawi, esai, Naufil Istikhari KR

2.Mufakat Budaya dan Universalisme Guyub, udar rasa, Jean Couteau

3.Memutus Mata Rantai Kekerasan, solidaritas sosial, B Josie Susilo Hardianto

4.Rela, parodi, Samuel Mulia

5.Tenggat Waktu, cerpen, Djenar Maesa Ayu)

#visiwaskita#kecerdasanjamak#soalsial

Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI

Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun