Mohon tunggu...
Akhlis Purnomo
Akhlis Purnomo Mohon Tunggu... Penulis, editor, pengajar yoga

Pemerhati isu-isu kesehatan dan hal-hal lain yang berkaitan dengannya

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Hoodie: Dari Pakaian Biarawan Hingga Simbol Perlawanan

3 Juli 2025   14:07 Diperbarui: 3 Juli 2025   14:07 101
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Musim pancaroba begini enaknya pakai hoodie. (Foto: Gabriela Palai via Pexels.com)

Saat ini bulan Juli seharusnya sudah memasuki musim kemarau. Apa daya perubahan iklim membuat hujan masih turun deras di waktu yang tak seharusnya.

Beberapa minggu terakhir saya mengakrabi kembali koleksi jaket hoodie saya. Saat hujan deras, memakai hoodie adalah sebuah ritual yang menghangatkan tak cuma badan tapi juga jiwa.

Pun saat saya bekerja, saya sangat menyukai hoodie. Apalagi karena saya banyak menapaki jalan di Jakarta yang terik dan berangin serta ruangan berpendingin udara yang dinginnya di luar kewajaran bagi masyarakat tropis.

Ternyata tak cuma saya yang menyukai hoodie. Selebritas sekaligus penulis seperti Raditya Dika juga kerap tampil dalam video YouTube-nya dengan balutan hoodie polos yang tampak premium.

Mungkin Raditya juga memiliki alasan yang sama dengan saya: karena hoodie sangat simpel, bisa dikenakan di hampir segala suasana, bisa dipadupadankan dengan bawahan apapun, dan juga bisa menghangatkan badan di mana saja dan kapan saja. Seperti berselimut ke mana-mana. Apalagi jika badan kita tak tahan dengan dinginnya hawa.

Awalnya Pakaian Biarawan

Jaket hoodie ternyata jika ditelisik lagi lebih jauh memiliki sejarah yang sangat panjang. Kemunculan hoodie bisa dirunut hingga Abad Pertengahan.

Dituliskan oleh Direktur The Museum at the Fashion Institute of Technology Valerie Steele dalam Encyclopedia of Clothing and Fashion (2005), hoodie pertama berupa jubah berkerudung (cowl) yang biasa dikenakan para biarawan di Eropa di abad ke -12.

Mereka memakai cowl ini sebagai busana untuk menghalau terpaan angin dan udara dingin di musim dingin.

Jaket hoodie kemudian berkembang lebih modern saat awal abad ke-20 saat perusahaan pakaian bernama Champion Products yang berdiri tahun 1919 di Amerika Serikat memproduksi jaket model ini bagi para pekerja mereka di gudang bersuhu dingin di kota New York.

Menurut Hodgkinson dalam "How the Hoodie Became a Fashion Icon" yang diterbitkan oleh The Guardian tahun 2017, desain hoodie ini dibuat agar para pekerja dan atlet bisa tetap merasa hangat di tengah cuaca dingin.

Memasuki tahun 1970-an dan 1980-an, jaket hoodie makin mendapat tempat di hati masyarakat dengan menjadi simbol budaya populer dan subkultur. Di skena hiphop dan skateboard, jaket model tudung ini dipakai oleh banyak anggota komunitas urban dengan alasan kenyamanan dan memberikan anonimitas, ungkap Bobby Hundreds dalam "This Is Not a T-shirt: A Brand, a Community, a Culture" yang dipublikasikan MCD di tahun 2019.

Simbol Perlawanan

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun