Pokoknya mereka harus memiliki kemampuan mempresentasikan karya, membuat karyanya menarik untuk dibeli, dan yang terpenting apa yang membuatnya kredibel dan menjanjikan sebagai seorang NFT artist.
Dan yang tak kalah penting, seorang NFT artist ternyata mesti punya kemampuan bercerita (storytelling skills) juga. Mereka yang antisosial dan susah berbicara di depan publik bisa mengalami 'demam panggung' di Twitter Space seperti ini. Karena di sini, seorang artist harus dengan percaya diri memperkenalkan karyanya dan menceritakan sisi menarik dari karya itu.Â
Kenapa harus bercerita?Â
Karena ternyata selain diri si artist sendiri, alasan lain kolektor membeli adalah adanya kisah menarik dari sebuah karya. Sebagaimana kita tahu, banyak karya NFT yang tampak 'mudah dibuat' atau sembarangan dan tak memiliki nilai seni sama sekali.Â
Coba ambil contoh NFT twit perdana Jack Dorsey di Twitter yang dijual dan laku miliaran rupiah. Gila? Tidak, karena ini bukan cuma semata file JPG sebuah twit tapi sejarah yang ada di balik file sepele ini.Â
Jadi seorang NFT artist tidak bisa cuma berbekal bakat seni dan teknologi dan karyanya bakal terjual laris manis begitu saja di pasar. Harus ada proses meyakinkan kolektor dulu agar mereka mau membeli karya itu.Â
Dari sini, satu yang saya yakini, bahwa arena, platform, wadah bisa berganti-ganti tapi intisarinya masih sama. Selama kita berhubungan dengan manusia, prinsip-prinsip itu masih akan sama.(*/ Twitter: @akhliswrites)