Dari sana, ditemukan cuma 25% anak-anak usia sekolah menengah dan 28% anak-anak usia SD yang mengkonsumsi buah dan sayur segar 5 porsi sehari. Jadi porsinya sangat sedikit. Bahkan ada 1 dari 10 anak yang sama sekali emoh menyentuh apalagi menelan buah dan sayur.
Lalu apa yang harus kita lakukan sebagai orang dewasa agar fenomena ini tidak makin parah?
Pertama, tentu kita bisa menjadi teladan. Anak-anak adalah peniru yang hebat. Mereka melihat dan meniru perilaku orang-orang dewasa di sekitarnya. Jangan mengharapkan anak-anak mau makan sayur dan buah saat orang tua atau orang dewasa yang tiggal bersamanya membenci sayur dan buah. Jadi kita sebagai orang tua perlu berkaca dulu, menelisik kebiasaan makan kita.
Kedua, jika orang tua sudah memperbaiki kebiasaan makannya dan menunjukkan teladan yang nyata, akan lebih baik jika pemerintah dan masyarakat sekitar juga menunjukkan kepedulian dengan berjualan makanan yang menyehatkan bagi anak-anak kita. Bukan makanan dan minuman ringan yang kandungannya merusak tubuh, bersifat karsinogenik (memicu kanker), dan sebagainya.Â
"Tapi kan kalau jualan makanan dan minuman yang sehat mana ada anak-anak yang suka?"
 Mungkin begitu kilah mereka yang berjualan makanan dan minuman dengan zat pewarna tekstil, pengawet yang tak semestinya dipakai untuk makanan manusia, dan zat-zat kimiawi lain yang berbahaya.
Jika Anda tahu ini memang merusak kesehatan dan menimbulkan penyakit, apakah Anda akan masih berikan pada anak Anda sendiri?Â
Di sini kita jangan berbicara cuma profit dan keuntungan pribadi tapi juga memikirkan tanggung jawab moral kita pada generasi penerus bangsa. (*/Twitter: @akhliswrites)