Mohon tunggu...
Akhir Fahruddin
Akhir Fahruddin Mohon Tunggu... Perawat - Perawat

| Mahasiswa Fakultas Kedokteran, Kesehatan Masyarakat dan Keperawatan Universitas Gadjah Mada | Bachelor of Nursing Universitas Muhammadiyah Jakarta

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Nikmati Masa Gagalmu

19 Agustus 2019   08:00 Diperbarui: 19 Agustus 2019   08:03 97
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Nikmati Masa Gagalmu*

Dalam proses menjalani kehidupan, dinamika akan selalu ada menghampiri, entah datangnya dari berbagai arah. Dinamika yang dimaksud bisa mengampiri kehidupan individu kita sebagai hamba Allah SWT juga bisa menghampiri kehidupan sosial kita. Himpitan masalah dan beban senantiasa berputar menoreh catatan-catatan yang kelak akan kita ingat sepanjang perjalanan hidup.

Tatkala mengarungi kehidupan ini, sukses dan gagal menjadi ukuran manusia. Keduanya berperan dan menjadi nilai tersendiri bagaimana melihat realitas dari proses kehidupan, sejatinya sukses dan gagal hanyalah proses dan dinamika namun dampaknya akan sangat berbeda dalam sebagian pandangan orang.

Lemahnya, saat orang gagal, semua menganggap bahwa orang tersebut tidak mampu mengelolah kehidupan, terlebih jika kegagalannya menyangkut hal-hal yang bersifat individu. 

Kata demi kata diurai dalam pembicaraan dan kemudian diadopsi oleh mereka-mereka yang tidak memahami kehidupan. Prosesnya kemudian disebarkan menjadi satu bahan pembicaraan. Begitu seterusnya.

Agama sebagai pelajaran dan penuntun manusia telah mengisahkan berbagai hal tentang ketidaksadaran orang-orang tentang kehidupan. Qarun, yang dikisahkan dalam Al Quran misalnya, keluar dari singgasana yang megah dengan membawa harta kekayaan beserta gembok dan kunci yang besar. 

Ketika orang-orang melihat kejadian ini, mereka berujar bahwa kehidupan Qarun adalah takdir yang diimpikan banyak orang. Dia sebagai orang yang kaya telah membuat banyak orang membicarakan bagaimana nikmatnya kehidupan Qarun.

Tetapi, ketika Qarun dihempaskan kedalam tanah beserta hartanya, orang-orang pun menjadi takut dan tidak mau menjadi seperti Qarun.

Harta yang ada telah membuatnya sombong dan jauh dari kata syukur kepada Rabb yang telah memberikannya nikmat. Kelebihan harta yang sejatinya dikelolah untuk kemaslahatan sesama justru dinikmati sendiri, dijaga dan dipamerkan sebagai suatu usaha individual yang diapatkan dari proses yang panjang.  

Tenggelamnya Qarun beserta hartanya kedalam tanah telah membuat masyarakat sekitar takut dan secara tidak sadar berujar untuk tidak mengikuti jejak Qarun dalam keduniaan.


Memang kehidupan ini tidak lepas dari ketidaksadaran-ketidaksadaran yang diungkapkan oleh orang lain. Hanya saja kita harus membutuhkan mental yang kuat sembari meneruskan perjalanan kehidupan ini dalam rel takdir yang ada. Sukses dan gagal hanyalah masalah pandangan orang tentang kita bukan sebagai jaminan keridhaan Allah SWT.

Ketidaksadaran orang lain tentang hal-hal yang ada telah membuat hidup ini tidak lepas dari dinamika. Cerita tentang Qarun yang saya ungkapkan pada tulisan pertama adalah bukti bagaimana Allah SWT memperlihatkan kepada manusia ciri dari manusia yang sombong dengan apa yang dicapainya tanpa melibatkan Allah SWT dalam proses kehidupannya.

Menariknya, cerita-cerita tersebut sebenarnya bisa menjadi pelajaran sekaligus penguat. Akan tetapi penguatan tersebut seolah pudar dan luntur karena kedalaman manusia akan dunia lebih besar daripada kedalaman tentang ilmu dan akhirat.

Sukses tanpa melibatkan Allah SWT sebagai pengatur kehidupan ini rasanya hampa. Kita tidak berarti apa-apa jika Allah SWT berkehendak menarik, memindahkan bahkan menghancurkan apa yang kita miliki jika niat kita berubah dari kata "usaha sendiri" menjadi "atas ridho Allah SWT".

Begitupun respon terhadap kegagalan, kita berada dalam suasana terbelakang dan terendah sekalipun jika hati dan ketulusan kita dinisbatkan hanya untuk mencari Ridho Allah SWT maka akan mudah sekali Rabb akan membolak balikkanNya. Ini semua tidak mudah, hanya hamba pilihan yang mampu memahami bahkan memikul suasana seperti ini.

Dinamika sukses dan gagal sejatinya membawa kita pada ketaatan sebagaimana cerita dua nabi dalam Al Quran yaitu Sulaiman AS dan Ayyub AS. Dua nabi tersebut disebut sebagai hamba yang taat meskipun kisah keduanya berkebalikan. 

Sulaiman diberi ujian kesejahteraan sementara Ayyub diberi ujian Penderitaan. Al Quran menyebut keduanya sebagai ni'mal abdu innahu awwab. Hamba yang bersyukur lagi taat.

Mentadabburi kisah keduanya dapat membawa kita pada perspektif lain tentang makna hidup itu sendiri apalagi membandingkan kisah keduanya dengan kisah kehidupan kita yang kadang biasa-biasa saja. 

Ketika ujian datang, kita lemah dan lunglai namun saat sukses datang kita lupa bahwa segalanya adalah proses takdir kehidupan kita yang pada dasarnya seperti roda.

Kata Bijak | Foto oleh OBJ
Kata Bijak | Foto oleh OBJ
Intinya, gagal dan sukses sebagai sebuah ujian sejatinya dapat kita respon dalam kehidupan kita sehari-hari. Banyak orang bahagia ketika sukses namun jarang yang bahagia ketika gagal. 

Padahal keduanya adalah ujian untuk melihat sejauhmana ketaatan kita atas takdir Allah SWT. Maka menikmati kegagalan bagi saya adalah nikmat terindah sembari melihat kedalam tentang proses dan juga ikhtiar tentang masa depan.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun