Mohon tunggu...
Hanif Sofyan
Hanif Sofyan Mohon Tunggu... Full Time Blogger - pegiat literasi
Akun Diblokir

Akun ini diblokir karena melanggar Syarat dan Ketentuan Kompasiana.
Untuk informasi lebih lanjut Anda dapat menghubungi kami melalui fitur bantuan.

Buku De Atjehers series

Selanjutnya

Tutup

Vox Pop Pilihan

Megawati, Pemilu Mubazir dan Koalisi "Perahu Pelampung"

19 September 2022   02:09 Diperbarui: 6 Oktober 2022   14:52 923
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
ilustrasi gambar-koalisi partai-tangselpos.id

Bagaimana jika pernyataannya justru memancing parpol lain untuk melakukan perlawanan membalas pernyataan Megawati. Apakah justru tak menimbulkan blunder?. Misalnya beberapa mengorganisir partai gurem di bawah untuk berkoalisi melawan Megawati. Bukan tidak mungkin dalam implementasi dukungan suara di lapangan bisa gembos, jika pernyataan para politisi tidak berhati-hati di forum publik.

Pragmatis dan Oportunis Politik Indonesia

Menariknya dalam fenomena politik di Indonesia, meski saat debat dan pilpres para pesaing saling adu argumen, namun saat pengumuman pemenang kontestasi, akan berakhir di meja koalisi.

Para politisi berpikir oportunis. Jika tak menawarkan diri, maka mungkin tak terlihat syahwatnya, sehingga harus diungkapkan keinginannya untuk tetap bisa membangun koalisi dengan pemenang pilpres. Jika berlaak sok jual mahal, maka pastilah akan diisi oleh rival lain yang sedang menunggu penolakan.

Tentu kita masih ingat betapa "berdarahnya" pilpres 2019 silam, ketika kubu Koalisi Koalisi Indonesia Maju (sebelumnya bernama Koalisi Indonesia Kerja), nama koalisi yang mendukung pasangan calon Presiden dan calon Wakil Presiden, yakni Joko Widodo dan Ma'ruf Amin pada Pemilihan umum Presiden dan Wakil Presiden Republik Indonesia tahun 2019.

Disisi seberangnya ada Koalisi Indonesia Adil Makmur, koalisi partai politik di Indonesia yang mendukung Prabowo Subianto--Sandiaga Uno dalam Pemilihan Presiden tahun 2019. Koalisi ini terdiri atas 5 partai, antara lain Partai Gerindra, Partai PKS, Partai PAN, Partai Demokrat, dan Partai Berkarya.  

Tapi apa agendanya setelah hasil putusan  Mahkamah Konstitusi (MK) mengeluarkan daftar presiden pemenang?. Ternyata keduanya berkoalisi, menjadi rekan daripada berseteru. Agenda kedua rival bersatu di gerbong kereta api. Apakah itu yang disebut oleh para politisi sebagai "politik dagang sapi"?. Menurut  para pendukungnya sikap tersebut dinilai sangat aneh. 

Tapi dalam konteks pelaksanaan pemilu yang damai, keputusan berkoalisi adalah keputusan dinilai baik karena meredam amarah dan persaingan. Namun disisi lain bisa saja pendukungnya menilai sebagai Politik Plin Plan atau Politik Pelampung. Jika tak mau mati tenggelam, maka keputusan bijak adalah mencari pelampung yang membantunya mengangkat beban dan tidak tenggelam.

Itulah yang sering dilakukan oleh para politisi kita ketika terdesak situasi dan kondisi. Dengan alasan pragmatisme, maka pilihan "join bisnis" itu dilakukan antara satu dan dua partai.

Tapi akan menjadi sebuah fenomena menarik, jika karena pernyataan megawati, akan bergabung banyak partai untuk melawan PDIP, bukan itu saja, bagaimana jika partai-partai itu menggembosi si banteng, apa masih bisa menyeruduk dengan garang?.

Hati-hati salah bicara dalam politik oportunis dan pragmatis yang mencari keuntungan, bisa jadi malapetaka dan bumerang. Orang bijak mengatakan, politik lidah bercabang dua, kegunaannya sangat tergantung apa kebutuhannya.

referensi; 1,2,3

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Vox Pop Selengkapnya
Lihat Vox Pop Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun