Mohon tunggu...
Hanif Sofyan
Hanif Sofyan Mohon Tunggu... Full Time Blogger - pegiat literasi
Akun Diblokir

Akun ini diblokir karena melanggar Syarat dan Ketentuan Kompasiana.
Untuk informasi lebih lanjut Anda dapat menghubungi kami melalui fitur bantuan.

Buku De Atjehers series

Selanjutnya

Tutup

Lyfe

A Thousand Miles Away; #6 Rumah Hook Berpapan Tulis

29 Januari 2021   18:46 Diperbarui: 4 November 2021   00:32 115
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Di rumah pojok, masih dijalan kusuma juga, aku punya sebuah papan tulis besar. Panjang dan lebarnya memenuhi sebagian besar dinding ruang tamu. Jadi setiap kali tamu berkunjung kerumah, begitu membuka pintu akan langsung melihat papan tulis itu yang hampir setiap hari selalu dipenuhi dengan gambar karya aku dan adikku.

Ibu memang membiarkan kami berekspresi dengan menggambar, kami harus naik ke atas meja besar yang juga terdapat diruang tamu setiap kali kami harus menggambar. Dengan menggunakan kapur tulis yang selalu tersedia tak pernah habis kami menggambar apapun, aku tak ingat apakah ibuku selalu menyediakan kapur tulis itu atau aku mengambilnya dari sekolah dari sisa-sisa potongan kapur yang tak lagi terpakai. Tapi seingatku sesekali aku membelinya di pasar kecil di samping terminal colt.

Sebenarnya cara mengisi waktu dengan menggambar itu baik, cuma kadangkala kami nakal dan tak menyadari jika saat kami menghapus gambar dengan tangan maupun dengan penghapus, bubuk kapur itu beterbangan ke segala arah dibawa angin, sehingga bukan cuma baju kami yang putih tapi sekujur lantai juga dipenuhi bubuk itu.

Dan yang paling tidak kami sadari sebenarnya kapur tidak sehat bagi kita karena bubuknya bisa terhisap dan bisa menyebabkan sesak nafas. Tapi seingatku kami jarang sakit, barangkali tidak diwaktu kecil karena setelah aku besar kemudian aku menjadi alergi debu dan sinusitis, yang menyebabkan aku bereaksi ketika hari hujan atau ketika udara dingin.

Tapi tidak dengan adik-adikku, mereka biasa saja, bisa jadi karena diantara kami bertiga pada awalnya, akulah yang paling aktif menggambar, dan kebiasaan itu kemudian terbawa sehingga setiap ada pelajaran yang mengharuskan aku menambahkan ilustrasi, maka aku akan berusaha menggambar dengan cara yang paling baik, detail dan aku usahakan semirip mungkin dengan gambar aslinya dan semua itu aku lakukan tanpa menjiplaknya, tapi menggambar dengan hati-hati dan teliti. Itu pula yang membuat aku menyukai detail dan desain yang tak biasa.

Menurutku bentuk kemasan barang yang didesain dengan baik akan selalu menarik perhatianku dan dari waktu ke waktu minatku ke dalam bidang desain dan interior semakin besar, Meskipun sayangnya aku tak melanjutkan sekolahku ke bidang itu. Tapi rumahku aku hiasi dengan berbagai macam hiasan yang aku dapatkan idenya dari cara desainer menerapkan idenya ke dalam interior, aku cuma sedikit melakukan improvisasi dan modifikasi.

Tapi anehnya, ditahun-tahun ketika kemudian kami mulai bersaing dalam bidang menggambar, antara aku dan adikku aku ternyata kalah bakat. Mereka diam-diam memiliki talenta yang jauh di atasku dalam soal menggambar jadilah aku selalu nomor dua bahkan nomor tiga dalam setiap kali kompetisi menggambar. Tapi aku menyadari itu sebagai sebuah kebanggaan, karena kebiasaan kami dulu ternyata mengasah bakat kami tanpa kami sadari.

Meskipun begitu, Ibuku sebenarnya orang yang paling kuatir dengan papan tulis itu, tapi karena melihat keinginan kuat kami untuk menggambar yang hampir tak bisa dihentikan, akhirnya ibu berada di posisi yang sulit, dan membiarkan kami bermain dengan kapur karena diam-diam juga menunjukkan bakat kami dalam soal menggambar, meskipun sebenarnya ibu kuatir dengan debu kapur yang bisa membuat kami sakit.

Ibu kadang-kadang membiarkan gambar itu untuk beberapa saat karena mungkin dirasa indah dan ingin dinikmatinya, bahkan menurutku biasanya kami sendirilah yang selalu menghapus gambar-gambar itu kapanpun kami mau, ketika kami mau menggambar yang baru dan papan itu masih dipenuhi dengan bekas gambar lama. 

Ibuku memang membanggakan kemampuan kami menggambar, melihat gambar dan ekpresi kami mungkin bisa menunjukkan bagaimana sesungguhnya perasaan kami.

Ketika gembira, sedih, malas, riang, kesepian dan bisa jadi di satu waktu ibuku akan melihat gambar-gambar kami dan coba memahami bagaimana sesungguhnya perasaan kami, mungkin sambil tersenyum, mungkin haru, mungkin juga sedih karena kami menggambar sesuatu yang membuatnya menyadari bagaimana nasib kami sesungguhnya, atau segala kemungkinan yang bisa saja terjadi seperti halnya yang terjadi padaku di kemudian hari, berpisah jauh dengannya. Setidaknya papan tulis itu bisa mengisahkan banyak hal tentang kami dan perasaan kami setiap harinya tanpa kami sadari.

Mohon tunggu...

Lihat Konten Lyfe Selengkapnya
Lihat Lyfe Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun