Berbagai masalah di ibu kota terus bertambah seiring berjalannya zaman, seakan tak pernah teduh terkena panas dan tak pernah lapuk oleh hujan. Sebut saja kemacetan yang kian hari menghiasi jalan-jalan protokol di jakarta. Ya, kepadatan penduduk yang
terjadi di kota jakarta terus bertambah. hal ini mendorong meningkatnya jumlah kendaraan yang kerap memenuhi jalanan ibukota mulai dari pagi hingga senja tiba, di tambah lagi kendaraan dari kota-kota tetangga yang datang ke jakarta semakin membuat
jalanan di ibu kota ini semakin menambah volume kemacetan, belum lagi polusi yang dikeluarkan oleh kendaraan-kendaraan tersebut membuat jalanan di ibu kota menjadi sumpek dan pengap.
Berbagai upaya dan perencanaan proyek jangka panjang untuk menuntaskan kemacetan pun sudah di gagas sejak zaman gubernur jakarta Sutiyoso, Fauzi Bowo, hingga Joko Widodo. Mulai dari mengadakan jalur tri in one, Membuat Jalur untuk mobil dan jalur lambat untuk motor. jalan tol dalam dan luar kota, mengadakan busway dengan membuat separator di jalurnya agar kendaraan lain tidak mengambil jalur tersebut. akan tetapi tetap saja kemacetan di jakarta belum dapat di uraikan. perencanaan jangka panjang pun masih sekedar dalam bentuk gagasan. seperti MRT (Mass Rapid Transit), terowongan multiguna, dan jakarta monorail.
guna mengetahui bagaimana cara mengurai kemacetan di ibu kota, akhirnya pada tanggal 24 Mei tempo hari saya berpartisipasi mengikuti acara
kompasiana nangkring yang berisi diskusi dengan tema, Jakarta Monorail: Persoalan Infrastruktur atau Politik? yang di adakan oleh
PT Jakarta MOnorail yang bekerjasama dengan kompasiana. acara yang di mulai sejak pukul 10.30 ini mengahdirkan narasumber
yaitu, Direktur Utama PT Jakarta Monorail (JM) Jhon Aryananda, Konsultan Bidang Infrastruktur (transportasi) dari Bappenas
Lukas Hutagalung, Pengamat transportasi Bapak Dharmaningtyas, dan Pakar Komunikasi Politik Bapak Tjipta Lesmana.adapun moderator dari acara
ini adalah Laksono Hari Wiwoho, Editor Megapolitan dari Kompas.com.
Acara ini
