Mohon tunggu...
Wuri Handoko
Wuri Handoko Mohon Tunggu... Administrasi - Peneliti dan Penikmat Kopi

Arkeolog, Peneliti, Belajar Menulis Fiksi

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Artikel Utama

Negeri Pasir Angin, Banten: Kisah yang Belum Terbaca

17 Februari 2023   03:27 Diperbarui: 17 Februari 2023   19:13 1914
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Kota kosmopolitan, tempat bertemunya para saudagar kaya dari berbagai negara. Kota yang terbuka, menguasai sumberdaya alam, di darat dan di laut. Kota dengan pelabuhan-pelabuhannya yang ramai, tempat para saudagar bertemu dan bertukar dagang. Tiba-tiba, hiruk pikuk aktivitas perdagangan masa lalu membayang di kepala. 

Baca juga : Tradisi Sasapton, Mengungkap Diplomasi Kultural Masa Keemasan Banten

Kota kosmopolitan di pesisir yang hiruk pikuk, ramai oleh para saudagar itu, seperti tanda tanya yang ramai pula. Pelabuhan-pelabuhan Banten di pesisir, tempat para saudagar bertransaksi. Juga kapal-kapal dagang yang membawa muatan, bertukar komoditi. Kemudian, diantara para saudagar itu ada pula ulama-ulama penyebar Islam, juga saudagar Tionghoa, Eropa, India, Persia dan banyak yang lainnya. 

Sebelum pusat kota berpindah ke daerah pesisir, Banten Girang adalah pusat kota sebelumnya, yang berada di daerah pedalaman. Dalam berbagai penelitian arkeologi, sejarah, maupun antropologi, sudah sering menyebut dan mengangkat hal ihwal warisan budaya di Banten Girang. 

Kajian arkeologi tentang Banten Girang, menyebutkan bahwa Banten Girang adalah pusat ibukota Banten, sebelum memasuki zaman Islam, di periode abad 10 hingga awal abad 16 M. 

Setelah itu kisah berganti, Banten Girang hilang, berganti ke Banten Lama, pusat kota Kesultanan Islam Banten, yang berkembang sejak paska periode Banten Girang. Sejak periode itu, berkembanglah Banten, sebagai kota kosmopolitan yang menguasai jaringan perdagangan rempah di Selat Sunda. 

Jaringan perdagangan, yang menempatkan kekuasaan Islam, sebagai sumbu peradaban di zaman itu. Banten, kemudian mengalami puncak keemasannya. Kota kosmopolitan terbangun di bawah pemerintahan kesultanan. Masjid Agung Banten, Keraton Surosowan dan berbagai landmark kota Islam yang kosmopolitan menjadi ikon peradaban kota yang berkembang. 

Baca juga : Menapak Banten Lama, Mengungkap Lokal Jenius yang Terlupa

Hingga kini kesejarahan Banten dengan semua kisah kejayaannya masa lalu, tak bisa dilepaskan dengan warisan budaya yang kita kenal dan kita masih bisa saksikan yaitu, peninggalan Benteng Keraton Surosowan, Masjid Agung Banten, Istana Kaibon, Benteng Spelwijk, Menara Pacinan, Kelenteng Avolokiteswara dan sebagainya. Semuanya itu mewakili sejarah kejayaan Banten di masa lalu. 

Meski demikian, di puncak sebuah bukit, orang tidak begitu mengenal, peninggalan masjid kuno di Desa yang berada di ketinggian 1700 mdpl, yaitu Desa Pasir Angin. Padahal, dari berbagai catatan sejarah, meskipun sangat minim, konon Desa Pasir Angin di Kabupaten Pandeglang Banten, adalah salah satu pusat perkembangan Islam di masa Kerajaan Banten di abad 16-17M.

Bagian dalam Masjid Tua Pasir Angin. Sumber : Dok. pribadi, 2022
Bagian dalam Masjid Tua Pasir Angin. Sumber : Dok. pribadi, 2022

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun