Mohon tunggu...
Wuri Handoko
Wuri Handoko Mohon Tunggu... Administrasi - Peneliti dan Penikmat Kopi

Arkeolog, Peneliti, Belajar Menulis Fiksi

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Artikel Utama

Mengoptimalkan Laboratorium dalam Riset Arkeologi di Indonesia

25 Juli 2021   14:27 Diperbarui: 26 Juli 2021   08:00 952
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi Mengoptimalkan Laboratorium dalam Riset Arkeologi di Indonesia. Sumber: www.paleowire.com 

Arkeologi meskipun ilmu humaniora yang tergolong soft sains. Namun dalam prakteknya, membutuhkan seperangkat metode yang memanfaatkan seperangkat alat yang digunakan disiplin ilmu yang tergolong hard sains. 

Dunia riset arkeologi dalam dasawarsa belakangan ini semakin berkembang. Artikel sederhana ini hanya bermaksud mengupas sedikit tentang bagaimana arkeologi bekerja untuk merekonstruksi kehidupan masa lalu dengan memanfaatkan riset laboratorium. 

Soal ini, saya bukan ahlinya, jadi hanya bermaksud memaparkan sekilas, bahwa arkeologi adalah ilmu humaniora untuk merekonstruksi kebudayaan. Namun dalam prakteknya seringkali memerlukan ilmu bantu, yakni seperangkat metode hard sains, untuk membantu mengungkap peradaban masa lalu. 

Mengetahui umur situs, mengetahui apa yang dimakan, mengetahui bagaimana lingkungan dulu, dan sebagainya adalah pekerjaan penelitian arkeologi yang bisa dijawab hanya dengan seperangkat alat dan metode hard sains. 

Contoh misalnya, analisis pollen, untuk mengetahui jenis serbuk sari makanan dan tumbuhan yang dimanfaatkan masyarakat pada masa lalu untuk strategi subsistensinya, diet dan semua hal yang berhubungan dengan konsumsi makanan sehari-hari.

Analisis pollen juga bisa digunakan secara relatif untuk menentukan kronologi situs dan lingkungan situs pada masa lampau. Semua itu hanya bisa dilakukan melalui laboratorium biologi. 

Analisis pollen adalah bagian dari metode biologi yang digunakan oleh para arkeologi, lahirnya kemudian ilmu perbatasan bioarkeologi yang sangat berkembang dan di Indonesia sudah menjadi pendekatan arkeologi yang jamak. 

Saya adalah arkeolog jadul yang gak paham soal ini. Karena untuk analisis seperti ini, para arkeolog biasanya menggunakan jasa ahli biologi. 

Dari analisis biologi itulah arkeolog kemudian membuat analisis dan interpretasi arkeologinya untuk melihat budaya dan cara-cara hidup masyarakat masa lampau. 

Analisa pollen adalah metode biologi yang digunakan oleh para arkeologi untuk mengetahui hal-hal yang berhubungan dengan soal umur relatif situs, lingkungan masa lampau hingga soal diet dan konsumsi makanan. Tentu saja riset dengan metode seperti ini membutuhkan laboratorium, selain tetap dibutuhkan kegiatan lapangan untuk mengumpulkan data. 

Kegiatan di lapangan merupakan kegiatan pengambilan sampel tanah, dari situs-situs yang dikehendaki dalam penelitian. 

Sebelum dilakukan pengambilan, pertimbangan-pertimbangan dari para arkeolog perlu diperhatikan. Kegiatan di laboratorium meliputi kegiatan prosessing, pengamatan, penganalisaan dan pendokumentasian.

Laboratorium Arkeometri dalam Perkembangan Riset Arkeologi

Ini salah satu contoh saja, di Pusat Penelitian Arkeologi Nasional (Puslit Arkenas), bidang penelitian arkeologi yang memanfaatkan analisis laboratorium sudah lama berlangsung, bahkan bisa dikatakan sejak berdirinya Puslit Arkenas sudah berkembang laboratorium arkeologi. 

Riset atau studi laboratorium arkeologi itu dikenal dengan nama Arkeometri. Dalam pendekatan arkeometri, artefak-artefak masa lampau diteliti kembali dengan memanfaatkan metode laboratoris, untuk melihat benang merah lingkungan masa lalu dengan lingkungan masa kini, baik lingkungan biotik maupun lingkungan abiotik. 

Kebutuhan seperangkat peralatan yang digunakan bidang arkeometri, tentu mengikuti standar kebutuhan laboratorium arkeologi. Dan kebutuhan peralatan laboratorium arkeologi itu tentu tergantung analisis yang dibutuhkan.

Maka tidak heran, dalam lingkungan instansi arkeologi, tidak melulu dihuni oleh para sarjana atau ahli arkeologi. Namun juga berbagai disiplin ilmu ada di dalamnya, seperi ahli kimia, ahli biologi, geolog dan sebagainya. 

Untuk saat ini, bidang arkeometri hanya ada di Puslit Arkenas, karena mahalnya peralatan laboratorium arkeologi yang dibutuhkan. Meski demikian, beberapa peneliti arkeologi juga memanfaatkan fasilitas laboratorium di berbagai universitas, seperti di Universtas Indonesia dan Universitas Gajah Mada yang peralatan laboratorium yang dibutuhkan oleh para arkeolog lebih memadai. 

Sementara untuk analisis kimia untuk dating atau pertanggalan, hingga saat ini masih bergantung dengan analisis yang dilakukan laborotorium di luar negeri, seperti Amerika dan Jepang. 

Dan kebutuhan untuk analisis dating, memang cukup mahal dari mulai pengiriman sampel, hingga harga untuk analisis dating yang dihitung per sampel dapat mencapai hingga 10-an juta per sampelnya. 

Mahal memang, sementara untuk melakukan dating arkeologi, sebenarnya Batan (Badan Atom Nasional), juga sudah bisa mengerjakannya. Namun konon belum ada standarisasinya, sehingga validitas hasil dating-nya, belum diakui secara internasional. 

Djulianto Susantio, sebenarnya sudah pernah menyinggung soal pendekatan sains dalam arkeologi. Yang dimaksudkan Pak Dju, begitu saya biasa menyapa beliau, sebenarnya maksudnya hard sains (lihat di sini). Hal ini karena arkeologi tergolong ilmu humaniora yang soft sains

Dalam paparan beliau, seperangkat disiplin ilmu keras digunakan dalam pendekatan penelitian arkeologi yang lebih komprehensif, seperti kimia, biologi, zooarkeologi, botani, geologi dan sebagainya. Pendekatan disiplin ilmu hard sains, itu sebenarnya dalam penerapan metodenya. 

Sederhananya, untuk mengungkap tentang peradaban dan budaya masa lampau, arkeologi meminjam metode hard sains, sebagai ilmu bantu untuk menjelaskan fenomena peradaban masa lalu. 

Setelah itu apakah selesai? Ya belum, arkeologi melalui metode, analisis dan interpretasinya akan melihat hubungan-hubungan antar fenomena hasil analisis itu, lalu membangun sebuah kesimpulan tentang isu yang ditelitinya. 

Hal ini, karena variabel data arkeologi sangat kompleks. Selain menjelaskan berbagai fenomena masa lampau, misalnya lingkungan masa lampau dan kronologinya, arkeologi masih akan melakukan analisis artefak baik tunggal maupun kelompok artefak yang saling berhubungan atau ber-asosisasi, untuk menjelaskan fenomena-fenomena kebudayaan yang diteliti. 

Yang pasti, analisa laboratorium sangat membantu, bahkan diandalkan bagi para arkeolog yang selama ini sangat berkiblat pada arkeologi baru (new arkeologi), yang mengandalkan disiplin ilmu hard sains lain untuk merekonstruksi masa lalu.

Baca juga: Menangkap Isu-Isu Besar Kebudayaan dalam Penelitian Arkeologi

Belakangan ini, pendekatan riset laboratorium semakin berkembang, mengingat perspektif arkeologi yang berkembang dewasa ini adalah perspektif new arkeologi yang bertolak belakang dengan arkeologi tradisional yang artefak oriented.

Jika arkeologi tradisional, hanya mengandalkan analisis artefak untuk mengungkap sejarah budaya dan cara-cara hidup masa lalu. 

Maka, arkeologi baru, tidak hanya mengandalkan artefak semata-mata, namun juga hal-hal yang berhubungan dengan lingkungan dan perubahan-perubahannya untuk menjelaskan secara prosesual perubahan-perubahan kebudayaan. 

Pendek kata, dunia arkeologi ke depan di Indonesia, riset-riset arkeologi yang memanfaatkan analisis laboratorium semakin dibutuhkan. Untuk mengetahui umur lukisan cadas di suatu dinding gua membutuhkan analisis laboratorium. 

Kebutuhan itu tentu tidak bisa selalu bergantung hasil analisis laboratorium di luar negeri. Indonesia, sudah saatnya memiliki laboratorium sendiri untuk melakukan analisis dating atau pertanggalan situs (kronologi). 

Untuk mengetahui lingkungan situs masa lampau, dan perubahan-perubahannya hingga saat ini, juga dibutuhkan analisis biologi yang membutuhkan seperangkat peralatan laboratorium. 

Bagaimana orang-orang dulu memanfaatkan lingkungannya sebagai sumber produksi dan sumber ekonomi, dibutuhkan analisis laboratorium, dari sampel tanah ataupun jenis serbuk tanaman yang di hasilkan dari sampel tanah, dari kotak ekskavasi, dalam penelitian arkeologi. 

Contoh sederhana, untuk mengetahui jenis makanan apa yang menempel pada tembikar-tembikar masa lampau yang ditemukan dalam kotak ekskavasi penelitian arkeologi, tentu dibutuhkan seperangkat peralatan laboratorium. 

Pendek kata, riset arkeologi di masa sekarang dan dalam perjalanannya ke masa depan dapat semakin berkembang, jika kebutuhan perangkat peralatan laboratoriumnya memadai. 

Riset Laboratorium dan Perkembangan Kelembagaan Arkeologi di bawah BRIN

Berkelindan dengan itu, perkembangan kelembagaan arkeologi, melalui Puslit Arkenas dan Balai Arkeologi (Balar) seluruh Indonesia, juga akan semakin maju berkembang, dengan diperkuatnya laboratorium arkeologi.

Oleh karena itu, bolehlah kita berharap, jika konon kabarnya Puslit Arkenas dan Balar akan bernaung di bawah Badan Riset dan Inovasi Nasional di tahun mendatang, maka dunia riset arkeologi akan semakin menjawab kebutuhan itu. 

Melalui perkembangan laboratorium di Puslit Arkenas dan Balar seluruh Indonesia, maka kelembagaan riset arkeologi nasional semakin prestisius dan akan dapat menjawab tantangan hari ini, bahwa isu-isu besar kebudayaan, melalui hasil riset arkeologi akan terjawab pula. 

Sebagaimana yang selalu saya sampaikan berulang-ulang, tantangan dunia riset arkeologi adalah bukan hanya merekonstruksi masa lalu, namun juga mengkonstruksi masa depan, melalui pemahaman tentang jati diri dan kebudayaannya sebagai modal kultural membangun masa depan bangsa. 

Secanggih apapun teknologi yang digunakan, muaranya adalah untuk menjawab soal-soal kebudayaan. Menangkap isu-isu besar kebudayaan dan menerangkannya kepada dunia tentang kebesaran Indonesia. 

Demikian, salam arkeologi...salam budaya...salam lestari

Salam Hormat

Mas Han
Manado, 25 Juli 202

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun