Mohon tunggu...
Wuri Handoko
Wuri Handoko Mohon Tunggu... Administrasi - Peneliti dan Penikmat Kopi

Arkeolog, Peneliti, Belajar Menulis Fiksi

Selanjutnya

Tutup

Diary Artikel Utama

Target Hidup: Cita-cita Mengalir Bersama Niat Baik

27 April 2021   12:05 Diperbarui: 27 April 2021   22:06 2178
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Target hidup (Sumber: reddit.com)

Dengan kondisi ekonomi yang ada masa itu, sulit rasanya saya besar nanti menjadi polisi yang bertubuh ideal. Saya menganggap saat itu, kondisi postur saya tidak menunjang dan selamanya seperti ini, karena menu sehari-hari hanya nasi, sayur bayam dan tempe goreng. Begitu kira, pikiran kanak-kanak saya saat masih di bangku SMP. 

Lalu, nalar saya mulai bermain, dan menentukan langkah ke depan tidak perlu ditarget, cukup kita mengalir bagai air, namun selalu berusaha mengalir, tanpa kuatir akan terhadang batu. 

Sebab, air mengalir selalu mencari jalan atau ke tempat yang lebih rendah, bahkan jika ada batu penghadang sekalipun, justru air mengalir akan mengikis batu penghadang. 

Sejak saat itu, nalar saya mulai menggiring langkah-langkah saya berikutnya, semuanya mengalir begitu saja dengan lebih damai dan tenang. Naik sekolah ke tingkat yang lebih tinggi, SMA dan seterusnya, tanpa dibebani target hidup yang sarat beban. 

Bagi saya, target hidup akan menjadi beban, bilamana kita selalu berpikir untuk mencapainya, meski dengan memaksakan diri, justru akan menjadi beban. 

Namun bukan berarti saya tidak punya visi ataupun pandangan ke depan. Target hidup saya, terpasang sejak awal saya melangkahkan kaki, yakni target untuk menjadi lebih baik meskipun pencapaian kecil dan secara perlahan, sesuai kemampuan yang saya miliki, dan juga niat baik menjadi sandaran atau pondasi utama. 

Kandasnya cita-cita kecil menjadi polisi, bukanlah kegagalan, namun saya menganggapnya sebagai perubahan arah perjalanan yang mesti saya jalani dan saya hadapi. Lalu dengan pikiran itu, saya mulai menata kembali langkah dan menuju target hidup lainnya, yakni hidup yang lebih baik. 

Suatu ketika saat masuk SMA, orangtua memaksa saya harus masuk kelas biologi. Dengan alasan pertama niat baik, menyenangkan orangtua, lalu sayapun menurut. 

Saya jalani selama dua tahun, namun rupanya bakat saya tidak mengarah ke sana, nilai saya jeblok di SMA. Padahal sewaktu SMA, sebenarnya saya lebih tertarik IPS, belajar sejarah sastra dan sebagainya, bahkan saya mulai belajar menulis puisi sendiri, juga bercita-cita justru menjadi wartawan.

 Suatu waktu, ada program psikotes, dan hasilnya saya memang lebih berbakat di bidang humaniora dan jurnalistik. Namun, kelas biologi tetap menjadi kelas pilihan saya, karena niat baik untuk menyenangkan orangtua. 

Semua berjalan biasa saja, walaupun saya masuk kelas biologi, namun bakat saya di bidang sosial dan humaniora, lebih kental. Semua berjalan biasa saja, mengalir. Saya tetap belajar di kelas biologi, namun saya juga belajar sendiri untuk mengasah bakat saya. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Diary Selengkapnya
Lihat Diary Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun