Mohon tunggu...
Wuri Handoko
Wuri Handoko Mohon Tunggu... Administrasi - Peneliti dan Penikmat Kopi

Arkeolog, Peneliti, Belajar Menulis Fiksi

Selanjutnya

Tutup

Nature Artikel Utama FEATURED

Banjir Sudah dari Dulu, Mitigasi Mestinya Belajar dari Pengalaman Masa Lalu

4 Oktober 2020   20:49 Diperbarui: 5 April 2021   06:57 2471
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Macet Karena Banjir -- Jalan-jalan di Kawasan Grogol dan Pluit di daerah Penjaringan, Jakarta Utara, macet total pada Rabu siang, 16 Januari 1985, karena tergenang air yang merendam beberapa bagian Ibukota sejak Selasa akibat hujan yang mengguyur Jakarta. (KOMPAS/JB SURATNO)

Ah,,,bicara banjir di Indonesia, bukan hanya Jakarta. Banyak lagi, contoh-contoh lain di berbagai tempat dari kampung hingga kota. Dari gubuk derita hingga istana. 

Semuanya terancam banjir. Apa pasal? Banyak pengamat tata kota, menyalahkan sistem tata ruang dan master plan kota. Para aktivis lingkungan, banyak menyoroti tentang perusakan lingkungan dan hutan. Semuanya benar adanya. Tapi kita lupa belajar dari kearifan lokal juga kearifan masa lalu. 

Mitigasi Banjir dalam Rekam Arkeologi

Bicara waspada banjir, sebenarnya bicara tentang mitigasinya. Sepertinya juga kita bisa berkaca dari masa lalu. Beberapa data arkeologi mendeskripsikan dengan jelas bagaimana Kolonial Belanda, membangun pertahanan yang baik, bukan saja terhadap musuh, juga terhadap ancaman alam, terutama banjir. Soal ini, tidak ada salahnya kita berkaca pada masa lalu, juga belajar dari Belanda. 

Perhatikan dan lihat lagi sendiri, benteng-benteng besar pertahanan Belanda dulu, selalu dikelilingi kanal, yang langsung berhubungan ke laut. Jika saja, sistem drainase sejak dulu kala, dipikirkan. Mungkin banjir kanal, sudah dibuat jauh-jauh hari mengelilingi kota-kota yang berpotensi banjir.

Di zaman Hindia Belanda, drainase-drainase ditata sedemikian rupa, menjadi bagian dari landmark kota, sehingga wilayah ini harus bebas hambatan. Namun zaman sekarang, sistem drainase yang sudah dibuat pada masa pemerintahan Belanda ditimbun dan dibangun jalan aspal.

Akibatnya, aliran air terhambat. Di mana-mana genangan air terlihat dalam debit yang tinggi, akhirnya meluap, membuat banjir dalam kota.

Masa lampau, sesungguhnya sudah mengajarkan tentang alam, sehingga bisa menjadi rujukan dalam proses mitigasi bencana, termasuk banjir. Saya ambil contoh, Beberapa kampung-kampung kuno, yang mungkin umurnya sudah ribuan tahun dari sekarang, leluhur membangun parit-parit yang mengelilingi tembok pertahanan. 

Saya beberkan contoh yang saya tahu, kampung kuno di Pulau Lakor, Maluku Barat Daya. Di perkampungan tradisional Serra, di Pulau Lakor yang mungkin sudah berumur ratusan atau ribuan tahun lalu, mereka sudah mengenal pembuatan kanal yang mengelilingi kampung.

Mereka membuat kanal batu. Kanal batu merupakan bangunan penyekat antara pagar keliling luar dengan pagar keliling dalam. Di antara kedua pagar tersebut terdapat sebuah kanal yang mengelilingi pusat kampung, sehingga sebelum memasuki kampung akan betemu dulu dengan kanal tersebut.

Dasar kanal berupa batu-batu alam pembentuk dari dataran ini sehingga dasar kanal akan tampak bergelombang sesuai dengan kontur dataran tersebut. Bangunan kanal ini posisinya mengelilingi kampung mulai dari pintu gerbang sampai pada pinti gerbang kembali. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Nature Selengkapnya
Lihat Nature Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun