Mohon tunggu...
Wuri Handoko
Wuri Handoko Mohon Tunggu... Administrasi - Peneliti dan Penikmat Kopi

Arkeolog, Peneliti, Belajar Menulis Fiksi

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Artikel Utama

Mapalus, Budaya Gotong Royong Leluhur yang Tetap Hidup di Masyarakat Minahasa

22 September 2020   19:43 Diperbarui: 25 September 2020   05:31 10919
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Tradisi dan budaya gotong royong masyarakat Nusantara adalah tradisi dan budaya yang sudah purba. Di seluruh nusantara ini, mengenal tradisi gotong royong. Budaya paling arkaik yang lahir dari akar kebudayaannya. Pada umumnya dikenal sejak pengaruh Austronesia hadir di Nusantara sekitar 4000 tahun yang lalu.  Bahkan mungkin lebih tua dari itu.

Mapalus, adalah budaya paling arkaik di Minahasa, yang hingga kini tetap hidup dan terus tumbuh berkembang. Selain menjadi pandangan hidup yang turun temurun. Juga menjadi praktik baik yang masih terus tumbuh, bahkan menjadi nilai yang melekat dalam berbagai bidang kehidupan. Ruh kebudayaan Mapalus terus hidup, sehingga kultur kekeluargaan masyarakat Minahasa, tampak dalam keseharian hingga kini. 

Banyak bukti arkeologi, yang bisa kita eja sebagai tanda gotong royong itu nyata adanya. Sejak dulu kala. Bukti-bukti arkeologi, membuktikan bahwa gotong royong adalah budaya paling purba di Nusantara. Dan kini menjelma ke dalam berbagai perangkat kehidupan kita. Berkembang dan terlembaga, menjadi instrumen kerjasama dan sistem kehidupan yang lebih tertata. 

Kita bisa membayangkan, bagaimana batu-batu menhir berukuran raksasa, ada di perbukitan. Tentu karena dikerjakan secara beramai-ramai. Lepas berbagai mitos yang melatari kehadirannya. Biasanya mitos-mitos seputar itu yaitu karena adanya kekuatan gaib para roh leluhur.

Satu lagi mitos yang menegaskan bahwa masyarakat Nusantara, adalah bangsa yang sangat percaya adanya kekuatan gaib, lalu berkembang pada kepercayaan dan anasir-anasir keagamaan.

Pada umumnya, dikenal masa awal bercocok tanam. Awalnya gotong royong dikenal di bidang pertanian, ketika budaya olah pangan dikenal. 

Pertanian dengan lahan yang luas dengan batas-batas lahan yang tidak jelas, awalnya lahir dari kesepakatan. Batas-batas alam, disepakati sebagai penanda batas kepemilikan. Baik berupa sungai, bukit, batas sungai dan sebagainya.  Tradisi ini menciptakan gotong royong. 

Begitu pula yang bisa kita pahami tentang budaya Mapalus di kalangan masyarakat Minahasa. Bagaimana kita bisa tahu kalau budaya mapalus itu sudah dikenal sejak masa prasejarah? 

Iya, budaya mapalus sudah dikenal sejak zaman megalitik, zaman ketika masyarakat nusantara sudah mengenal media pemujaan berupa batu-batu berukuran besar.

Bahkan kemungkinan juga masa yang lebih tua, yaitu pada zaman neolitik atau zaman batu muda. Zaman ketika masyarakat sudah mengenal kehidupan bercocok tanam. 

Data arkeologi Lesung Batu. Sumber; Balar Sulut
Data arkeologi Lesung Batu. Sumber; Balar Sulut
Masa peralihan dari neolitik ke masa megalitik, mungkin puncak peradaban dikenalnya budaya mapalus di Minahasa. Beberapa situs arkeologi yang ditemukan, memperlihatkan bahwa wilayah Minahasa Selatan sejak masa Megalitikum, sekitar 2500 tahun yang lalu, menjadi lumbung pangan bagi masyarakat di Semenanjung Minahasa. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun