Mohon tunggu...
Wuri Handoko
Wuri Handoko Mohon Tunggu... Administrasi - Peneliti dan Penikmat Kopi

Arkeolog, Peneliti, Belajar Menulis Fiksi

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Keindonesiaan Hari Ini, Ditentukan oleh Kebudayaannya

19 September 2020   11:42 Diperbarui: 23 September 2020   00:39 407
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Ide dan Gagasan, Mewujud Kebudayaan

Manusia, adalah mahluk yang berpikir. Maka dalam kacamata filsafat eksistensialis Descartes diungkapkan corgito ego sum. Saya berpikir maka saya ada. Jadi keberadaan manusia itu, ditentukan karena proses berpikirnya. Jadi, keberadaan manusia ditentukan oleh bagaimana manusia itu berpikir. 

Berpikir, artinya proses melahirkan ide, gagasan. Ide dan gagasan melahirkan kreatifitas. Proses dan hasil suatu laku kreatifitas itu menghasilkan budaya. Kreatifitas muncul, karena ada jiwa dan pikiran yang menggugat. Ketidakpuasan, dan ingin melakukan suatu yang lebih dan baru, juga sesuatu yang lebih baru. 

Sahabat kompasianer yang sering nulis Puisi, cerpen atau karya tulis genre apapun, itu lahir dari ide dan gagasan bukan? Nah, dari ide dan gagasan itu lahirlah kata. 

Kata itu sebuah pesan, ingin menggambarkan apa yang sahabat pikirkan ataupun sahabat rasakan. Itu adalah laku budaya, sahabat. Tindakan budaya dengan menulis. Karena menulis, mengalirkan kata. Kata, lalu dibunyikan menjadi makna. 

Makna dipahami orang. Lalu orang itu memikirkan kembali, atau mencoba menerjemahkan makna itu dalam perilakunya. Mewujud. Dari sini proses budaya mengalir. 

Jadi, ide dan gagasan adalah proses berpikir untuk melahirkan kreatifitas. Kreatifitas yang mewujud, itulah budaya. Makanya, seorang antropolog Koentjaraningrat, mengatakan bahwa kebudayaan itu keseluruhan sistem gagasan, tindakan dan hasil karya manusia. 

Sumber: https://www.gurupendidikan.co.id/
Sumber: https://www.gurupendidikan.co.id/
Dari budaya itulah lahir nilai. Nilai budaya, bisa apa saja, pengetahuan, pendidikan, norma, aturan dan sebagainya. Sistem nilai itulah, keteraturan yang kita pahami sekarang. Kalau anak harus menurut dan sopan kepada orang tua, itu contoh sederhana tentang nilai budaya, ada sistem keteraturan yang melekat di dalamnya. 

Jadi kreatifitas itu muncul karena ada sesuatu yang tidak memuaskan. Dan proses itu terus berlangsung sepanjang hidup di kandung badan. Jadi kreatifitas itu berhenti, ketika manusia tidak bisa berpikir lagi. Jadi matinya kreatifitas, juga berakibat matinya kebudayaan. 

Maka kita tidak perlu heran, kenapa manusia purba itu berbudaya, atau punya kebudayaan? Karena manusia purba sudah melakukan kreasi, sudah muncul kreatifitas. Ada ide dan gagasan yang mewujud. Mereka menciptakan alat dari batu. Itulah wujud kreatifitas mereka. Sederhana, tapi itu lahir dari ide dan gagasan. 

Kenapa muncul kreatifitas itu? Karena meraka menggugat alam, ada rasa tidak puas terhadap kondisi yang ada. Mereka mau makan, tapi satu-satunya jalan hanya dengan berburu atau meramu makanan dari tumbuh-tumbuhan. Muncullah ide, gagasan, lalu lahirlah kreatifitas membuat alat batu, yang bisa digunakan untuk membunuh binatang. 

Batu bulat, dipecahkan, dipangkas dan diruncingkan. Pecahan-pecahan batu dibuat alat, ditajamkan semacam pisau, untuk memburu dan membunuh binatang buruannya. Dengan alat batu, mereka menusuk, menyayat dan menguliti binatang. 

Selanjutnya, ide dan gagasan terus lahir. Kreatifitas terus berkembang, juga kebudayaan. Ketidakpuasan terhadap kondisi mengolah makanan, dimakan mentah. Lahirlah ide mengolah makanan, dengan menjemur di bawah panas matahari. Semakin tidak puas lagi, kemudian dilakukan ujicoba membuat api.

 Digosok-gosokkanlah batu. Timbul percikan. Lalu dikumpulkanlah daun-daun kering. Dari percikan akibat batu yang digosok-gosokkan itu, lalu menyambar daun kering. Terciptalah api.  Dan seterusnya, peradaban semakin berkembang. Demikianlah kebudayaan itu menghidupi. 

Jadi, apapun proses kehidupan kita ini, ruhnya ada pada kreatifitas dan kebudayaan. Keindonesiaan kita hari ini sesungguhnya ditentukan oleh kebudayaannya. Oleh kreatifitas anak bangsa mencipta. 

Mewujudkan ide dan gagasan untuk memperoleh nilai-nilai kehidupan. Kita harus mencipta kebudayaan kita sendiri, yang lahir dari ide dan gagasan anak bangsa yang mewujud ke kreatifitas untuk melahirkan kebudayaan. Mengisi pondasi kebangsaan. Keindonesiaan. 

Alih Teknologi Sebagai Proses Kebudayaan

Alih tekonologi adalah proses kebudayaan. Hanya saja, alih teknologi yang kita terima hari ini, adalah proses menerima transmisi pengetahuan dari bangsa luar. Kebanyakan seperti itu. 

Artinya kita mengembangkan kebudayaan, atas hasil ide, gagasan dan kreatifitas bangsa luar. Hal ini bisa berimbas pada kebudayaan kitta sendiri, jika kita tak mampu membuat filter atau mengimbanginya. 

Namun jika sejenak kita cermati, kita memang dihadapkan pada situasi dimana kebudayaan bangsa dalam keterancaman. Budaya KPop, Tiktok, Hollywood Style, Generasi Game of Thrones dan sebagainya mengancam karakter dan jatidiri anak bangsa, sebagai generasi penerus Indonesia 

Baca juga : Refomasi Kebudayaan Menuju Kebangkitan Indonesia

Mungkin itu yang mendasari ketika beberapa waktu lalu Presiden Jokowi mengatakan soal momentum Indonesia 'membajak' situasi krisis karena pandemi ini untuk menjalankan strategi besar besar bangsa.

 Ajakan Presiden Jokowi itu, sesungguhnya kalau kita arif melihat, bukan karena soal pandemi saja, tapi gejala keterancaman kebangsaan kita, karena arus globalisasi dan modernisasi yang sangat cepat. 

 Jadi, dalam situasi seperti ini, memang Keindonesiaan kita ditentukan oleh jatidiri kita, akar kebangsaan kita, yaitu hidup, tumbuh dan berkembangnya kebudayaan kita. Kebudayaan di maksud disini, adalah proses penciptaan atau proses lahirnya produk-produk kebudayaan hasil kecepatan mewujudkan ide, gagasan dan kreatifitas. 

Globalisasi dan modernisasi adalah momentum Bangsa Indonesia, untuk merespon dengan cepat, berbagai bentuk transmisi pengetahuan dan teknologi, dengan menduplikasi dan memodifikasi menjadi inovasi-inovasi baru sesuai suasana batin Keindonesiaan kita. 

Kebudayaan kita, jika dipahami sebagai wujud ide, gagasan dan proses kreatifitas, maka negara perlu menciptakan ruang bagi tumbuhnya kreatifitas anak bangsa, menghasilkan produk budaya baru, apakah dalam bentuk industri kreatif, teknologi kreatif dan sebagainya. Seluruhnya dipahami berlandaskan akar kebangsaan kita, yakni kebudayaan-kebudayaan yang tumbuh di nusantara. 

Alih teknologi kta tangkap dengan cepat, kita modifikasi untuk menciptakan inovasi dan produk baru. Namun tetap dalam bingkai menghidupkan dan menghidupi kebudayaan kita. Akar kebangsaan. Keindonesiaan. 

Oleh karean itu pintu masuknya memamg berada ada sistem pendidikan dan kebudayaan kita. Belajar teknologi, sebagai produk kebudayaan, tanpa melupakan kebudayaan awalnya. Belajar tentang industri, tetap berlandaskan pada kebudayaan kita. 

Secara umum saya melihat, hasil bacaan saya mencermati berbagai kebudayaan-kebudayaan awal yang tumbuh di nusantara, sebagai akar kebangsaan. Akar Keindonesiaan. 

Kebudayaan Inti Sebagai Kekuatan Pembangunan Indonesia

Ada beberapa inti kebudayaan yang berkembang di seluruh nusantara, sejak masa lampau hingga kini, yang bisa dikembangkan. Menjadi modal dasar pembangunan, juga untuk mengimbangi proses alih teknologi dari luar. 

Mengimbangi modernisasi dan globalisasi yang mengancam nilai-nilai kebangsaan kita. Meskipun kebudayaan nusantara itu multibudaya, berbeda-beda, namun ada beberapa inti kebudayaan yang semuanya sama-sama dikenal di seluruh Nusantara, sejak ditanamnya akar hingga tumbuh berbatang-batang dan berkembang sampai Indonesia hari ini. 

A. Budaya Olah Pangan

Subak di Bali. Sumber: https://grivenps.wordpress.com/
Subak di Bali. Sumber: https://grivenps.wordpress.com/
Nenak moyang bangsa Indonesia, dikenal sebagai leluhur yang memberikan bekal pengetahuan yang cukup kepada generasi hingga saat ini, yaitu pengetahuan bercocok tanam sejak 4000 tahun yang lalu. Data arkeologi membuktikan bahwa pengetahuan olah pangan, menjadi tradisi dan budaya di seluruh nusantara. Baik olah pangan yang bersumber dari sumber daya alam di darat maupun di laut. 

Leluhur bangsa Indonesia, adalah para petani dan pelaut yang ulung. Negara kepulauan, menciptakan budaya maritim sekaligus budaya agraris yang unggul. 

Melihat potensi akar kebudayaan ini, perlu menjadi sistem yang harus dikuatkan, paten tanpa interupsi. Kebijakan pembangunan, kita menghidupkan budaya olah pangan kita.

 Modal dasar, yang menjadi kekuatan Indonesia, saat ini adalah budaya olah pangannya. Sehingga arus modernisasi dan globalisasi, harus dijawab dengan kekuatan budaya olah pangan kita. 

Hidupkan petan-petani dan nelayan-nelayan nusantara. Kita punya kekuatan besar soal sumberdaya ini. Alih teknologi perlu 'dibajak' untuk semakin menguatkan Indonesia, sebagai negara lumbung pangan dunia. Pertanian dan perikanan kelautan, menjadi salah satu inti dari sebuah kemajuan bangsa. 

Indonesia hari ini, harus memikirkan dibukanya ruang yang luas juga sistem yang kuat, untuk kebijakan membangun sektor pertanian yang unggul. Alih tekologi dan industri dimanfaatkan sebesar-besarnya untuk industri pangan. Karena hal ini adalah akar kebudayaan kita. Jatidiri bangsa, sebagai negara kepulauan terbesar di dunia. 

B. Budaya Gotong Royong

Ilustrasi Tradisi Gotong Royong. Sumber: Opini.id
Ilustrasi Tradisi Gotong Royong. Sumber: Opini.id
Budaya dan tradisi gotong royong, adalah ciri yang lekat dengan masyarakat Indonesia, di seluruh Nusantara. Masyarakat di Minahasa, Sulawesi Utara, menyebut gotong royong dengan istilah mapalus. 

Di Maluku, dikenal istilah masohi dan manggurebe maju. Di Jawa, digunakan istilah sambatan, kepungan, kenduren yang artinya hampir sama, yaitu mengerjakan secara bersama-sama. 

Di Bengkulu, dikenal Ngacau Gelamai. Masyarakat Dayak, menyebut dengan istilah Alak Tau. Masyarakat di Mandailing, Sumatera Utara mengenal istilah gotong royong dengan sebutan Marsialapari. 

Di Kalimantan Barat, dikenal istilah Nugal. Di Pulau Bali, masyarakatnya mengenal istilah gotong royong dengan sebutan Ngayah. Di Nusa Tenggara Timur, disebut Gemohing. Orang Madura, menyebutnya Song-Osong Lombhung. Masyarakat Bugis Makassar, menyebut dengan istilah  Mappalette Bola dan sebagainya (opini.id). Yang jelas seluruh nusantara,  mengenal budaya gotong royong.

Bagaimana, Indonesia hari ini untuk bangkit dan menghindari keterancaman? Tentu kekuatan ekonomi bangsa menjadi salah satu kunci untuk menjawab ancaman modernisasi dan globaliasai. Ekonomi kerakyatan berbasis gotong royong, adalah modal sosial kekuatan ekonomi bangsa. 

Hidupkan koperasi-koperasi. Hidupkan unit Usaha Kecil dan Menengah (UKM). Hidupkan Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah . Hidupnya usaha-usaha ekonomi dengan sistem penyertaan modal bersama, adalah kekuatan Indonesia untuk menumbuhkan perekonomian rakyat, sekaligus perekonomian bangsa. 

Selanjutnya, kekuatan akar kebangsaan, dua inti kebudayaan itu, dibingkai oleh budaya patuh dan takwa seraya menyerahkan diri pada kekuatan Tuhan Yang Maha Esa. Karena ketakwaan dan kepercayaan terhadap kekuatan di luar dirinya, yaitu kekuatan langit. 

Kebesaran Tuhan Yang Maha Esa. Sang pencipta adalah akar kebudayaan yang tumbuh sejak manusia Indonesia di awal-awal peradaban di Kepulauan Nusantara ini. 

Bukti-bukti arkeologi tradisi megalitik dengan medium menhir, dolmen dan sebagainya, adalah bukti-bukti artefaktual sejak ribuan tahun lalu, adalah bukti nenek moyang Bangsa Indonesia mengenal Tuhan. Indonesia, adalah bangsa yang religius.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun