Leluhur bangsa Indonesia, adalah para petani dan pelaut yang ulung. Negara kepulauan, menciptakan budaya maritim sekaligus budaya agraris yang unggul.Â
Melihat potensi akar kebudayaan ini, perlu menjadi sistem yang harus dikuatkan, paten tanpa interupsi. Kebijakan pembangunan, kita menghidupkan budaya olah pangan kita.
 Modal dasar, yang menjadi kekuatan Indonesia, saat ini adalah budaya olah pangannya. Sehingga arus modernisasi dan globalisasi, harus dijawab dengan kekuatan budaya olah pangan kita.Â
Hidupkan petan-petani dan nelayan-nelayan nusantara. Kita punya kekuatan besar soal sumberdaya ini. Alih teknologi perlu 'dibajak' untuk semakin menguatkan Indonesia, sebagai negara lumbung pangan dunia. Pertanian dan perikanan kelautan, menjadi salah satu inti dari sebuah kemajuan bangsa.Â
Indonesia hari ini, harus memikirkan dibukanya ruang yang luas juga sistem yang kuat, untuk kebijakan membangun sektor pertanian yang unggul. Alih tekologi dan industri dimanfaatkan sebesar-besarnya untuk industri pangan. Karena hal ini adalah akar kebudayaan kita. Jatidiri bangsa, sebagai negara kepulauan terbesar di dunia.Â
B. Budaya Gotong Royong
Di Maluku, dikenal istilah masohi dan manggurebe maju. Di Jawa, digunakan istilah sambatan, kepungan, kenduren yang artinya hampir sama, yaitu mengerjakan secara bersama-sama.Â
Di Bengkulu, dikenal Ngacau Gelamai. Masyarakat Dayak, menyebut dengan istilah Alak Tau. Masyarakat di Mandailing, Sumatera Utara mengenal istilah gotong royong dengan sebutan Marsialapari.Â
Di Kalimantan Barat, dikenal istilah Nugal. Di Pulau Bali, masyarakatnya mengenal istilah gotong royong dengan sebutan Ngayah. Di Nusa Tenggara Timur, disebut Gemohing. Orang Madura, menyebutnya Song-Osong Lombhung. Masyarakat Bugis Makassar, menyebut dengan istilah  Mappalette Bola dan sebagainya (opini.id). Yang jelas seluruh nusantara,  mengenal budaya gotong royong.