Belanja baju bekas alias thrifting menjadi pilihan hidup baru, terutama di kalangan anak muda. Selain unik, murah, serta ramah lingungan, baju-baju ini dianggap lebih ramah lebih "berkarakter" dibandingkan pakaian massal di mall. Tapi, di balik tren ini, ada sisi lain yang belum banyak disadari: sebagian besar barang thrift ternyata masuk ke Indonesia secara ilegal.Â
Hasil survei yang dilakukan terhadap sejumlah mahasiswa menunjukkan bahwa 4 dari 5 responden pernah membeli pakaian dari thrift shop. Mayoritas menyebutkan alasan utama mereka adalah karena harganya lebih murah dan model yang lebih beragam. Namun, ketika ditanya soal legalitas pakaian thrift, sebagian besar tidak mengetahui bahwa impor pakaian bekas dilarang di Indonesia. Larangan ini sebenarnya diatur dalam Permendag No.51 Tahun 2015 yang menyebutkan bahwa barang bekas, termasuk pakaian, tidak boleh diimpor karena alasan kesehatan dan perlindungan industri dalam negeri.Â
Namun, penting untuk dicatat bahwa thrifting tidak selalu identik dengan barang impor ilegal. Saat ini, banyak pelaku usaha lokal yng menjual pakaian preloved dalam negeri, yaitu baju bekas milik pribadi yang dijual kembali.
"Selama ini aku pikir thrifting itu ya beli baju bekas dari orang Indo juga, bukan barang luar yang masuk ilegal," ujar salah satu responden.Â
Istilah seperti "preloved" kini semakin populer dan membedakan antara baju bekas karungan (yang tidak jelas asalnya) dengan barang bekas milik pribadi yang jelas asal dan kondisinya. Masuk akal jika banyak anak muda tidak tahu soal isu impor ilegal, karena marketplace preloved dalam negeri sekarang sudah sangat ramai. Barang-barang dijual lewat Instagram, Shopee, dan X, hingga akun-akun pribadi dengan keterangan jelas, seperti "punya sendiri, jarang dipakai". Hal ini membuat persepsi publik terhadap "thrifting" bergeser, dari yang dulu identik dengan barang luar negeri, menjadi gaya hidup ramah lingkungan berbasis lokal.
Menariknya, jika ditanya apakah mereka akan tetap membeli thrift setelah tau soal pelarangan impor, sebagian responden mengaku ragu-ragu. Ada yang akan lebih selektif, ada juga yang tetap lanjut karena belum ada alternatif yang lebih murah.