Mohon tunggu...
Shri Werdhaning Ayu
Shri Werdhaning Ayu Mohon Tunggu... Freelancer - Manusia Brang Wetan

Anak Lumajang yang lahir di Bumi Lumajang

Selanjutnya

Tutup

Foodie

Coklat, Kakao, dan Indonesia

4 Februari 2022   13:00 Diperbarui: 4 Februari 2022   13:05 253
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Foodie. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

Siapa yang tidak  menyukai coklat? Coklat adalah makanan yang identik dengan kebahagiaan, bahkan dijadikan simbol cinta. Di sisi lain, coklat juga menjadi makanan yang dikaitkan erat dengan mood boster atau obat saat hati sedang sedih. Cokelat dihasilkan dari biji buah kakao yang telah mengalami serangkaian proses pengolahan sehingga bentuk dan aromanya seperti yang terdapat di pasaran. 

Biji buah kakao (cokelat) yang telah difermentasi dijadikan serbuk yang disebut cokelat bubuk. Cokelat dalam bentuk bubuk ini banyak dipakai sebagai bahan untuk membuat berbagai macam produk makanan dan minuman, seperti susu, selai, roti, dan lain--lain. Buah cokelat yang tanpa biji dapat difermentasi untuk dijadikan pakan ternak.

Pada tahun 2002, perkebunan kakao telah menyediakan lapangan kerja dan sumber pendapatan bagi sekitar 900 ribu kepala keluarga petani yang sebagian besar berada di Kawasan Timur Indonesia (KTI) serta memberikan sumbangan devisa terbesar ke tiga sub sektor perkebunan setelah karet dan minyak sawit dengan nilai sebesar US $ 701 juta. 

Perkebunan kakao di Indonesia mengalami perkembangan pesat dalam kurun waktu 20 tahun terakhir dan pada tahun 2002 areal perkebunan kakao Indonesia tercatat seluas 914.051 ha. Perkebunan kakao tersebut sebagian besar (87,4%) dikelola oleh rakyat dan selebihnya 6,0% dikelola perkebunan besar negara serta 6,7% perkebunan besar swasta. 

Jenis tanaman kakao yang diusahakan sebagian besar adalah jenis kakao curah dengan sentra produksi utama adalah Sulawesi Selatan, Sulawesi Tenggara dan Sulawesi Tengah. Disamping itu juga diusahakan jenis kakao mulia oleh perkebunan besar negara di Jawa Timur dan Jawa Tengah.

Berdasarkan data Food and Agriculture Organization (FAO) tahun 2019, Indonesia merupakan negara penghasil kakao terbesar ketiga di dunia dengan produksi 811.700 ton atau setara 14,74% dari pasokan global (2019). Namun, besarnya produksi komoditas tersebut tidak berbanding lurus dengan tingkat konsumsi domestik yang relatif rendah sebesar 0,5 kg/orang per tahunnya (Smesco, 2019), tertinggal jauh dari konsumsi negara-negara di Eropa yakni rata-rata sebesar 10kg/orang per tahun.

Negara penghasil kakao terbesar ketiga di dunia, tetapi tingkat konsumsi domestiknya rendah. Kenapa?  Apa  yang salah dengan masyarakat kita?

Percaya Mitos

Masih banyak orang yang percaya bahwa mengkonsumsi coklat  bisa menyebabkan gemuk. Padahal yang menyebabkan gemuk adalah kandungan gula dalam olahan coklat. Bukan dark chocolate nya. Makan coklat juga masih dipercaya bisa menyebabkan kerusakan pada gigi. Padahal, yang merusak adalah pemanisnya, bukan coklatnya.

Harga Coklat Mahal

Dibandingkan dengan kepercayaan terhadap mitos tentang coklat yang menyebabkan gemuk, ataupun kerusakan gigi, harga coklat yang relatif mahal menjadi salah satu alasan terpenting kenapa konsumsi coklat masyarakat Indonesia masih rendah. Jajanan coklat yang murah memang masih ada.  

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Foodie Selengkapnya
Lihat Foodie Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun