Mohon tunggu...
Azeem Amedi
Azeem Amedi Mohon Tunggu... Freelancer - Blog Pribadi

Masih belajar, mohon dimaklumi. | S1 Fakultas Hukum Universitas Padjadjaran | F1 & Racing Enthusiast

Selanjutnya

Tutup

Cerita Pemilih Pilihan

Lawan Perundungan, Selamatkan Generasi Masa Depan

19 Juli 2017   17:09 Diperbarui: 19 Juli 2017   17:14 1628
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Cerita Pemilih. Sumber ilustrasi: KOMPAS.com/GARRY LOTULUNG

Kasus-kasus perundungan yang terjadi di dalam institusi pendidikan yang melibatkan pelaku dan korban dari dalam institusi tersebut sedang hangat dibincangkan di kalangan masyarakat. Mulai dari perundungan terhadap salah satu mahasiswa universitas swasta ternama di Indonesia yang memiliki kebutuhan khusus, hingga perundungan salah seorang murid usia sekitar sekolah dasar. Permasalahan-permasalahan tersebut mendeskripsikan bagaimana carut marut wajah pendidikan di Indonesia, terutama pada pendidikan budi pekerti dan etika sosial anak-anak usia remaja.

Permasalahan ini bukan hanya satu kali terjadi, namun mungkin dari semua kasus yang pernah ada, dua kasus inilah yang sedang hangat karena berhasil ter-expose oleh publik. Tetapi dapat dilihat bahwa penanganan terhadap kasus-kasus tersebut justru dinilai masih kurang efektif dalam memberikan efek jera kepada pelaku yang bersangkutan dan kurangnya tindakan preventif yang dilakukan pihak-pihak berwajib untuk mengurangi kejadian bullying di sekolah.

Sebelum lanjut ke inti permasalahan, saya terlebih dahulu akan menjelaskan apa yang disebut perundungan dan dampak-dampak apa saja yang didapat korban terhadap perlakuan tersebut. Perundungan berasal dari kata rundung menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) merupakan tindakan mengganggu, mengusik terus menerus, dan menyusahkan.

Perundungan juga populer diucapkan sebagai "bullying", yang menurut stopbullying.gov milik Departemen Kesehatan dan Pelayanan Masyarakat Amerika Serikat mendefinisikan bullying sebagai "unwanted, aggressive behavior among school aged children that involves a real or perceived power imbalance. The behavior is repeated, or has the potential to be repeated, over time. Bullying includes actions such as making threats, spreading rumors, attacking someone physically or verbally, and excluding someone from a group on purpose.".

Dari penjelasan di atas dapat dikatakan bahwa perundungan tidak hanya terbatas pada kekerasan fisik saja, tetap segala perbuatan terhadap seseorang yang bersifat mengganggu, mengancam, mengusik, dan menyusahkan secara terus menerus, baik secara perbuatan langsung (fisik), sosial (pengucilan), maupun verbal (tertulis dan/atau diucapkan). 

Menurut sistem hukum di Indonesia, perbuatan tersebut dapat dipidanakan karena bisa diklasifikasikan kejahatan terhadap ketertiban umum karena dapat melanggar KUHP Pasal 156, 157, dan 170, pasal penghinaan (310), dan/atau dapat pula terkena pasal penganiayaan (351 sampai 358). Apabila sang korban meninggal dunia akibat perlakuan perundungan tersebut, bisa dikenakan Pasal 338 dan/atau 339.

Menurut perspektif Hak Asasi Manusia, ini juga melanggar prinsip-prinsip yang ada di dalam HAM, seperti yang termaktub dalam Pasal 28G Undang-Undang Dasar 1945 yang menyatakan bahwasannya setiap orang berhak atas perlindungan diri pribadi, kehormatan, martabat, terhindar dari hal-hal yang merupakan ancaman ketakutan dan pelanggaran hak asasi, serta berhak atas rasa aman selama hidup, bebas dari penyiksaan atau perlakuan yang merendahkan derajat martabat manusia. Pasal 28I Ayat 1 UUD 1945 juga menyatakan demikian, bahwa hak-hak yang telah dijelaskan tadi merupakan hak-hak yang tidak dapat dikurangi dalam keadaan suatu apapun.

Era digital juga turut membantu perundungan menjamur melalui media sosial dan layanan komunikasi berupa chat. Perbuatan yang dilakukan melalui media-media tersebut didefinisikan sebagai perbuatan cyber bullying. Cyber bullying menurut Pasal 27 dan 28 Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2016 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik (ITE) dapat ditafsirkan sebagai tindakan yang dilakukan setiap orang (orang perseorangan, baik warga negara Indonesia, warga negara asing, maupun badan hukum menurut Pasal 1 Ayat 21) yang mendistribusikan dan/atau mentransmisikan dan/atau membuat dapat diaksesnya informasi dan/atau dokumen elektronik bermuatan melanggar kesusilaan (Pasal 27 Ayat 1), penghinaan dan/atau pencemaran nama baik (Pasal 27 Ayat 3), pemerasan dan/atau pengancaman (Pasal 27 Ayat 4), dan menyebarkan informasi yang ditujukan untuk menimbulkan rasa kebencian atau permusuhan individu dan/atau kelompok masyarakat tertentu berdasarkan atas suku, agama, ras, dan antargolongan (SARA, Pasal 28 Ayat 2).

Menurut stopbullying.gov, dalam kasus bullying, yang memiliki permasalahan tidak hanya pada diri korban, tetapi juga pada pelaku bullying. Umumnya, korban bullying merupakan anak yang "unik", dan dari keunikan tersebut ada beberapa individu yang menganggap remeh hal tersebut, atau dipersepsikan oleh para pelaku sebagai anak yang lemah, tidak berdaya, dan memiliki kemampuan serta lingkup sosial yang berbeda dari para pelaku perundungan. 

Sementara itu, para pelaku umumnya memiliki ciri-ciri sebagai "the ones the big social power among others", tapi ada pula karena pelaku memiliki masalah-masalah seperti masalah keluarga (broken home, kurang perhatian orangtua, dll), dampak dari teman-teman sepermainan (temannya pelaku perundungan, sehingga ikut-ikut), atau masalah psikologis (susah mengikuti aturan, merasa senang dengan kekerasan, susah mengendalikan emosi, dll) yang akhirnya mendorong pelaku melakukan perundungan atau bullying untuk melampiaskannya.

Dampak dari perundungan juga tidak dapat dianggap remeh, karena terkadang efek perundungan tidak dapat dilihat dari fisik saja, karena perundungan tidak dilakukan melalui fisik saja, namun sosial dan verbal yang dapat merusak mental korban. Dampak yang dirasakan korban menurut stopbullying.gov adalah umumnya tekanan mental, yang dapat menjalar hingga masalah psikologis, seperti mengalami depresi, anxiety (khawatir berlebihan), menutup diri dari pergaulan, dan menimbulkan keinginan bunuh diri (suicidal thoughts). Masalah-masalah psikologis tersebut juga dapat menimbulkan gangguan kesehatan, penurunan prestasi, dan bahkan bisa mendorong korban melakukan bullying terhadap orang lain sebagai pelampiasan.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerita Pemilih Selengkapnya
Lihat Cerita Pemilih Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun