Mohon tunggu...
Agus Wahyu Hartanto
Agus Wahyu Hartanto Mohon Tunggu... -

lahir 22 tahun yang lalu saat membuat akun ini. sederhana, elegan, keren, menyukai mawar, dan yha.... suka menulis. ngeblog juga di http://warlockgunkid.wordpress.com/

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Artikel Utama

Guru, Kebo Nusu Gudel

29 April 2012   13:03 Diperbarui: 25 Juni 2015   05:58 473
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
13357087621748065204

[caption id="attachment_185068" align="aligncenter" width="620" caption="Ilustrasi Guru (M.LATIEF/KOMPAS IMAGES)"][/caption] Berikut ini saya copas-kan definisi Guru dari wikipedia

  1. Guru (dari Sanskerta: गुरू yang berarti guru, tetapi arti secara harfiahnya adalah "berat") adalah seorang pengajar suatu ilmu. Dalam bahasa Indonesia, guru umumnya merujuk pendidik profesional dengan tugas utama mendidik, mengajar, membimbing, mengarahkan, melatih, menilai, dan mengevaluasi peserta didik.
  2. Guru adalah pendidik dan pengajar pada pendidikan anak usia dini jalur sekolah atau pendidikan formal, pendidikan dasar, dan pendidikan menengah. Guru-guru seperti ini harus mempunyai semacam kualifikasi formal. Dalam definisi yang lebih luas, setiap orang yang mengajarkan suatu hal yang baru dapat juga dianggap seorang guru.
  3. Dalam agama Hindu, guru merupakan simbol bagi suatu tempat suci yang berisi ilmu (vidya) dan juga pembagi ilmu. Seorang guru adalah pemandu spiritual/kejiwaan murid-muridnya.
  4. Dalam agama Buddha, guru adalah orang yang memandu muridnya dalam jalan menuju kebenaran. Murid seorang guru memandang gurunya sebagai jelmaan Buddha atau Bodhisattva.
  5. Dalam agama Sikh, guru mempunyai makna yang mirip dengan agama Hindu dan Buddha, namun posisinya lebih penting lagi, karena salah satu inti ajaran agama Sikh adalah kepercayaan terhadap ajaran Sepuluh Guru Sikh. Hanya ada sepuluh Guru dalam agama Sikh, dan Guru pertama, Guru Nanak Dev, adalah pendiri agama ini.
  6. Orang IndiaChinaMesir, dan Israel menerima pengajaran dari guru yang merupakan seorang imam atau nabi. Oleh sebab itu seorang guru sangat dihormati dan terkenal di masyarakat serta menganggap guru sebagai pembimbing untuk mendapat keselamatan dan dihormati bahkan lebih dari orang tua mereka.
  7. Pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta keterampilan yang diperlukan dirinya dan masyarakat.
  8. Pendidikan biasanya berawal saat seorang bayi itu dilahirkan dan berlangsung seumur hidup. Pendidikan bisa saja berawal dari sebelum bayi lahir seperti yang dilakukan oleh banyak orang dengan memainkan musik dan membaca kepada bayi dalam kandungan dengan harapan ia bisa mengajar bayi mereka sebelum kelahiran.

sementara itu, berdasarkan kamus besar bahasa Indonesia:

  1. guru adalah orang yg pekerjaannya (mata pencahariannya, profesinya) mengajar
  2. pengajar adalah orang yg mengajar (spt guru, pelatih)
  3. (1) proses, cara, perbuatan mengajar atau mengajarkan; (2) perihal mengajar; segala sesuatu mengenai mengajar: ~ sejarah nasional sangat diutamakan; (3) peringatan (tt pengalaman, peristiwa yg dialami atau dilihatnya): musibah yg kalian alami itu menjadi ~ bagi kalian
  4. pendidik adalah orang yg mendidik
  5. pendidikan adalah proses pengubahan sikap dan tata laku seseorang atau kelompok orang dl usaha mendewasakan manusia melalui upaya pengajaran dan pelatihan; proses, cara, perbuatan mendidik

Dari berbagai defini tersebut kita dapat simpulkan bahwa secara sempit Guru adalah seseorang yang dimaksudkan untuk memberikan atau menyalurkan ilmu dan secara luas Guru juga menjadi pedoman, menjadi anutan bagi murid, dan peserta didiknya. Artinya adalah fungsi guru tidak sebatas mengajarkan ilmu formal namun juga menjadi media pendidikan, panutan murid, baik dalam kerangka formal maupun non-formal. Guru, dalam tataran ideal, tidak hanya diminta untuk mengajar seseorang baca, tulis, hitung. Fungsi guru lebih dari sekedar membuat seorang anak pandai mengeja B-U-D-I, mengetahui bahwa 1+1=2, mendapatkan nilai 100, lulus dari sekolah, mendapatkan tempat sekolah favorit. Guru diharapkan menjadi rujukan, contoh hidup bagi seorang siswa. Guru merupakan media pendidik moral, budi pekerti bagi siswanya. Dia diharapkan mampu memenangkan budi pekerti yang baik. Tidak hanya menjelaskan di kelas bahwa berdua-duaan antara laki-laki perempuan yang bukan mahram dan bermalam di satu kamar adalah hal yang tidak etis, namun juga memberi contoh dengan aktivitas nyata bahwa itu adalah tindakan yang tidak sepatutnya tidak dilakukan. Tidak sebatas menjelaskan kepada siswa bahwa bohong itu dosa, namun juga menjaga lidah dan perkataannya sendiri untuk selalu jujur. Tidak hanya menjelaskan bahwa khianat itu adalah salah satu tanda orang munafik, namun juga berusaha untuk senantiasa amanah dalam setiap apa yang menjadi tanggungannya. Indonesia adalah negeri yang besar. Sejauh ini, performance pengajarnya bisa diacungi jempol. Banyak, banyak sekali, ahli ilmu Indonesia yang berkancah di dunia internasional. Katakanlah B.J. Habibie, Dr. Warsito P. Taruna, M.Eng, Dr. Johny Setiawan. Patutlah kita berbangga dengan semua itu. Namun, manakala berita harian kita menyuguhi kasus korupsi, pembunuhan orang tua oleh anak, kekerasan, patutlah kita miris dengan hal itu. Tulisan ini tidak dalam proses melakukan judgement bahwa kualitas didik yang dimiliki oleh Guru di Indonesia jauh di bawah kualitas ajar yang dimilikinya. Tidak demikian. Namun, patutlah kita bercermin dan sedikit merenung, bertanya kepada diri sendiri,"Adakah saya turut campur dalam proses menjadikan mental seseorang begitu korup, begitu kejam, sadis, hanya mementingkan diri sendiri, pencitraan sahaja?" Sah-sah saja dan wajar manakala guru dijadikan sebagai suatu profesi untuk mendapatkan uang, sarana untuk menghidupi kehidupan. Namun, bukankah lebih membahagiakan manakala kita turut serta menjadikan seseorang sebagai tokoh dengan moral yang disegani, pemimpin yang kharismatik, dan seorang ahli yang santun? Ada makna yang teramat dalam dibalik sebuah penamaan. Universitas-universitas di Indonesia, saya yakin seluruhnya, menamai salah satu fakultasnya sebagai fakultas pendidikan bukan fakultas pengajaran. Ini adalah sebuah cita-cita bahwa siapa yang ada di dalamnya diharapkan menjadi seseorang yang tidak hanya mengentaskan bangsa ini dari rendahnya kemampuan baca tulis hitung, namun juga mampu mengentaskannya dari rendahnya nilai moral dan penurunan drastis dari moralitas bangsa. Betapa peradaban bangsa ini semakin maju di satu sisi namun semakin mundur di sisi lain. Kepandaian meningkat, namun sex bebas merajalela. Seorang berpredikat Sarjana, Master, Doktor meningkat, namun narkoba, pembunuhan juga merajalela. Benar bahwa kita dan Guru sebagai individu tidak layak dipersalahkan, lingkunganlah yang membuatnya seperti itu. Namun marilah kita sedikit merenung, adakah kita adalah salah satu orang yang menjadikan lingkungan seperti itu? Membiarkannya begitu saja dengan dalih,"Ah wajar di jaman sekarang"? Memberikan excuse begitu saja, atau malah kita salah satu pelakunya? Ah, betapa saya lupa. Beberapa orang berpendapat bahwa dia menjadi guru saat dia di sekolah, di kampus, di TPA. Sementara saat dia di mall, di rumah, di tempat wisata, dia juga hanyalah manusia biasa (bukan guru lagi). Poin saya adalah menyampaikan bahwa:

  1. Guru dalam pengertian sempit memang terbatas pada sekolah, kampus, TPA, bimbingan belajar, dan sejenisnya.
  2. Guru dalam pengertian luas tidak terbatas pada sekolah, kampus, TPA, bimbingan belajar, dan sejenisnya.
  3. Guru dalam pengertian yang lebih luas adalah dalam tataran individu per individu yang menyadari bahwa apa yang mereka perbuat akan menjadi salah satu pemicu terjadinya sebuah lingkungan baru.

Dalam kaitannya dengan pendidikan dan interaksi sosial, falsafah jawa mengatakan bahwa Guru itu digugu (dipatuhi) dan ditiru (dicontoh). Falsafah ini sangatlah dekat dengan kehidupan. Anak-anak mematuhi dan meniru orang tua. Murid mematuhi dan meniru gurunya. Para remaja mematuhi dan meniru tokoh masyarakatnya. Ada yang janggal, ya, jika alur seperti ini berjalan terus maka tidak akan ada perbaikan. Kita hanya akan terus membeo kepada golongan tua. Itulah mengapa ada peribahasa jawa Kebo Nusu Gudel, yang tua meniru yang muda. Tidak ada yang salah manakala seorang muda memiliki kekhususan, kepribadian yang baik, maka yang tua belajar kepadanya. Inilah sebuah kerendahan hati. Seorang doktor, belum tentu lebih baik dari seorang master. Seorang master belum tentu lebih baik dari seorang sarjana. Seorang sarjana belum tentu lebih baik dari seorang yang tamat SMA, dan seterusnya. Namun, sekali lagi, diperlukan kerendahan hati untuk mengakui dan melakukan hal ini. Pada akhirnya, jika Guru (digugu lan ditiru) dipadupadankan dengan kebo nusu gudel, maka kita sebagai individu adalah guru bagi (terutama) diri kita sendiri dan pada akhirnya guru untuk orang lain. Memberikan excuse pada diri sendiri sama saja memberi excuse pada orang lain, karena kita sebagai individu adalah salah satu unsur pembentuk lingkungan dan sedikit atau banyak pengaruhnya sama saja, tetap berpengaruh. Seperti halnya garam, sedikit atau banyak ia tetap memberikan rasa asin. Seperti halnya cabe, sedikit atau banyak ia tetap memberikan rasa pedas. Seperti halnya gula, sedikit atau banyak ia tetap memberikan rasa manis.

Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun