Mohon tunggu...
Wiwin Zein
Wiwin Zein Mohon Tunggu... Freelancer - Wisdom Lover

Tinggal di Cianjur

Selanjutnya

Tutup

Filsafat Pilihan

Kebaikan Pasti Berbalas Kebaikan

25 Juli 2021   14:39 Diperbarui: 25 Juli 2021   15:33 1338
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi berbuat kebaikan (sumber : pixabay.com)

Dalam masyarakat Sunda ada sebuah adagium berbentuk pantun yang biasa digunakan sebagai nasehat atau motivasi untuk senantiasa melakukan kebaikan. Pantun dimaksud adalah :

Lamun melak cabe bakal jadi cabe
Lamun melak bonteng bakal jadi bonteng
Lamun melak hade bakal jadi hade
Lamun melak goreng bakal jadi goreng

Makna letterlijk dari adagium tersebut adalah :

Kalau menanam cabe akan berbuah cabe
Kalau menanam mentimun akan berbuah mentimun
Kalau menanam kebaikan akan berbuah kebaikan
Kalau menanam keburukan akan berbuah keburukan

Pantun tersebut mengajarkan bahwa kebaikan tidak akan tertukar dengan keburukan. Sebaliknya keburukan tidak akan tertukar dengan kebaikan. Kebaikan akan berbalas kebaikan dan keburukan akan berbalas keburukan lagi.

Namun kita jangan punya anggapan bahwa setiap kebaikan yang dilakukan akan dibalas oleh orang atau pihak yang kita berikan kebaikan kepadanya dan dengan kebaikan yang sejenis. Kebaikan yang kita lakukan bisa jadi akan dibalas bukan oleh mereka yang kita berikan kebaikan dan bukan dengan kebaikan yang sejenis.

Seperti ketika kita membantu orang yang kesusahan, karena tidak punya beras untuk makan misalnya. Kita kasih orang itu satu atau dua liter beras, bahkan sampai satu karung beras.

Balasan atas kebaikan kita memberikan beras kepada orang itu pasti akan kita dapatkan. Tapi bukan dari orang itu dan bukan dengan kebaikan yang sejenis.

Balasan atas kebaikan kita memberikan beras kepada orang itu mungkin akan kita dapatkan dari bos kita misalnya. Bisa jadi dalam bentuk kenaikan pangkat/jabatan, bonus, penghargaan, dan lain-lain.

Bisa juga balasan kebaikan yang kita lakukan itu kita dapatkan dari tetangga atau kerabat orang itu dalam bentuk bantuan yang sangat kita perlukan. Misalnya ketika roda kendaraan kita kempes di tempat yang jauh dari bengkel atau ketika kendaraan kita mogok, mereka yang membantu kita mencarikan derek atau bengkel panggilan.

Kalau kita memiliki anggapan, bahwa kebaikan yang kita lakukan itu "harus" orang yang kita berikan kebaikan yang membalasnya dan "harus" dengan kebaikan yang sama, maka berarti kita tidak sedang melakukan kebaikan. Mungkin kita sedang melakukan arisan.

Bahkan balasan atas kebaikan yang kita lakukan kepada orang lain mungkin tidak  bersifat materi lagi seperti yang kita berikan. Bisa jadi balasan kebaikan yang kita lakukan oleh Tuhan "dikonversi" menjadi  kebahagiaan, kenyamanan, kesehatan, atau yang lainnya.

Namun dalam "proses" kita mendapatkan balasan atas kebaikan yang dilakukan, terkadang ada sesuatu yang "kontradiksi" dengan adagium Sunda tadi. Maksudnya ketika kita melakukan suatu kebaikan, bukannya kebaikan lagi yang kita dapatkan tapi justru malah keburukan. Kebaikan kita dinafikan atau malah tidak dianggap.

Mungkin sebagian kita pernah mengalami ketika melakukan suatu kebaikan, sebagian orang malah mengganggap kebaikan yang kita lakukan sebagai perbuatan yang tidak baik. Bisa jadi mereka malah nyinyir dan mencela apa yang kita lakukan.  

Bagaimana jika kita menemukan hal seperti itu? Seharusnya hal itu tidak menjadi masalah. Bahkan hal seperti itu sesungguhnya merupakan ujian atas apa yang kita lakukan. Apakah kita benar-benar ikhlas melakukan kebaikan itu atau tidak.

Kalau kita ikhlas, apa pun sikap dan perkataan orang  lain terhadap perbuatan baik yang kita lakukan seharusnya tak berpengaruh sedikit pun. Kita tidak menjadi marah atau malah berhenti melakukan perbuatan baik itu.

Ketika kita menemukan hal seperti itu, hal yang terbaik yang bisa kita lakukan adalah : senyumin saja. Sebab kita berbuat baik bukan karena ingin mendapat pujian atau tepuk tangan dari orang-orang, tapi untuk kebaikan itu sendiri.

Melakukan suatu kebaikan sesungguhnya merupakan kesejatian manusia. Sebab pada dasarnya manusia merupakan makhluk  yang baik dan mencintai kebaikan.  

Kita harus senantiasa mengingat kesejatian kita itu sebagai manusia. Kita senantiasa terus melakukan banyak kebaikan dan jangan pernah berhenti melakukan suatu kebaikan hanya karena nyinyiran atau celaan dari orang lain.

Kita jangan pernah merasa puas hanya dengan satu dua kebaikan yang dilakukan. Semakin banyak kebaikan yang kita lakukan, maka akan semakin banyak orang yang bisa merasakan manfaat dari kebaikan itu.    

Bahkan kita jangan pernah sekali-kali merasa puas apalagi berbangga diri karena telah melakukan sejuta kebaikan sekali pun. Berbuat baik itu tidak ada batasnya. Ibarat prinsip dalam pendidikan "long life education", begitu juga dengan berbuat kebaikan.  

#sejutakebaikan

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Filsafat Selengkapnya
Lihat Filsafat Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun