Mohon tunggu...
Wiwin Zein
Wiwin Zein Mohon Tunggu... Freelancer - Wisdom Lover

Tinggal di Cianjur

Selanjutnya

Tutup

Politik Pilihan

Memasangkan Jokowi-Prabowo di Pilpres 2024 Ide Menarik tapi Aneh

13 April 2021   00:17 Diperbarui: 13 April 2021   11:47 507
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Direktur Eksekutif Indo Barometer, Muhammad Qodari (tribunnews.com)

Ide memasangkan Joko Widodo (Jokowi) dengan Prabowo Subianto di Pilpres (Pemilihan Presiden) 2024 berkali-kali dilontarkan oleh Direktur Eksekutif Indo Barometer Muhammad Qodari dalam banyak kesempatan. Seperti ketika Qodari diwawancarai kompas.tv (16/03), ketika Qodari menjadi narasumber dalam program Mata Najwa (17/03), dan terbaru ketika Qodari menjadi pembicara dalam webinar Nesia Constitution (12/04).

Alasan utama Qodari memasangkan Jokowi dengan Prabowo tersebut adalah untuk menghindari terjadinya perpecahan akibat adanya polarisasi di masyarakat. Qodari tidak mau polarisasi seperti pada Pilpres 2014, Pilgub DKI Jakarta 2017, dan Pilpres 2019 kembali terulang (di tahun 2024).

Menurutnya kondisi di lapangan, polarisasi di tengah masyarakat sudah sangat mengkhawatirkan. Polarisasi dari hari ke hari semakin keras. Disatukannya Jokowi dan Prabowo dapat menghindari atau menurunkan potensi terjadinya polarisasi di  masyarakat.

Jokowi dan Prabowo menurut Qodari saat ini merupakan dua figur yang menjadi "imajinasi politik" kalangan masyarakat. Artinya Jokowi dan Prabowo merupakan dua orang yang sangat diinginkan menjadi pemimpin oleh masyarakat.

Dalam asumsi Qodari, jika Jokowi dan Prabowo bersatu sebagai presiden dan wakil presiden, "imajinasi politik" masyarakat akan terpuaskan. Dengan begitu tak akan ada polarisasi di kalangan masyarakat.

Tak ada yang salah dengan ide atau wacana yang dilontarkan oleh Direktur Eksekutif Indo Barometer itu. Namanya juga ide, siapa pun boleh memiliki dan menyampaikannya.

Sah-sah saja jika Qodari memiliki ide mau memasangkan Jokowi dengan Prabowo. Seperti halnya juga sah-sah saja jika Qodari punya ide memasangkan Jokowi dengan tokoh lain.

Ide Qodari memasangkan Jokowi dengan Prabowo sebagai pasangan Capres-Cawapres juga merupakan ide yang menarik. Ide tersebut bisa disebut sebagai ide out of the box. Qodari sendiri malah menyebut idenya itu sebagai abnormal.

Ide Qodari memasangkan Jokowi dengan Prabowo menarik karena memang ide tersebut abnormal. Namun di sisi lain Ide Qodari tersebut juga agak aneh.

Ide Qodari disebut agak aneh karena ada beberapa hal yang tidak faktual. Seperti kekhawatiran adanya potensi polarisasi pada Pilpres 2024. Padahal jelas pada Pilpres 2024 tak mungkin Jokowi dengan Prabowo akan menjadi rival (saling berhadapan) kembali seperti Pilpres 2014 dan 2019.

Prabowo Subianto masih bisa mencalonkan diri menjadi capres pada Pilpres 2024 nanti. Sedangkan Jokowi tidak mungkin maju kembali sebagai capres untuk periode ke-3 karena sudah dua periode menjabat sebagai presiden. Konstitusi membatasi jabatan presiden hanya dua periode saja.

Masalahnya, mengapa harus memaksakan Jokowi-Prabowo? Padahal jelas-jelas Jokowi sudah tidak akan bertemu Prabowo kembali di Pilpres 2024. Artinya polarisasi yang dikhawatirkan Qodari antara pendukung Jokowi dan pendukung Prabowo tidak mungkin ada.

Ide Qodari memasangkan Jokowi dengan Prabowo di Pilpres 2024 nanti juga secara tidak langsung merupakan bentuk "pengkultusan" kepada dua orang tokoh tersebut. Ada kesan bahwa Indonesia itu adalah Jokowi dan Prabowo.

Padahal selain kedua orang tokoh tersebut ada banyak tokoh lain yang juga berkualitas dan berpotensi menjadi pemimpin. Lebih bagus atau tidaknya tokoh-tokoh lain itu dibanding Jokowi sebagai presiden saat ini, secara empiris memang belum terbukti. Mungkin lebih bagus tapi bisa juga tidak.

Seandainya ide Jokowi-Prabowo direalisasikan di Pilpres 2024, hal itu sama saja dengan menghambat regenerasi kepemimpinan nasional. Bukan tidak mungkin dari ide Jokowi tiga periode selanjutnya nanti akan muncul ide Jokowi empat periode, lima periode, dan seterusnya.

Kalau sudah begitu makna demokrasi menjadi semu. Padahal demokrasi adalah membatasi kekuasaan, bukan melanggengkan kekuasaan.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun