Mohon tunggu...
Wiwien Wintarto
Wiwien Wintarto Mohon Tunggu... Penulis - Penulis serba ada

Penulis, sejauh ini (2024) telah menerbitkan 46 judul buku, 22 di antaranya adalah novel, terutama di PT Gramedia Pustaka Utama. Buku terbaru "Tangguh: Anak Transmigran jadi Profesor di Amerika", diterbitkan Tatakata Grafika, yang merupakan biografi Peter Suwarno, associate professor di School of International Letters and Cultures di Arizone State University, Amerika Serikat.

Selanjutnya

Tutup

Film Artikel Utama

Superhero Tak Hanya Soal Kostum dan Perkelahian

20 Agustus 2019   10:58 Diperbarui: 21 Agustus 2019   14:00 3590
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
(Foto: Twitter/Joko Anwar)

Setelah ada MCU (Marvel Cinematic Universe), mendadak jagad fiksi superhero (dari komik) harus dilengkapi dengan cinematic universe. Pesaing Marvel dalam industri komik Amerika Serikat, DC, buru-buru menciptakan hal serupa, yaitu Arrowverse untuk layar kaca dan DCEU (DC Extended Universe) di layar lebar.

Indonesia pun tak ketinggalan ikut terkena demam serupa, dengan apa yang disebut BCU, atau Bumilangit Cinematic Universe.

Diawali dengan film Gundala besutan sutradara Joko Anwar yang akan dirilis tanggal 29 Agustus 2019 mendatang, deretan superhero dari semesta fiktif tersebut bakal muncul satu demi satu---dan sudah lengkap beserta pemeran masing-masing. Ada Dian Sastrowardoyo yang akan bermain sebagai Dewi Api, Nicholas Saputra (Aquanus), Zara (Virgo), Joe Taslim (Mandala), Chelsea Islan (Tira), Chicco Jericho (Godam), dan juga Pevita Pearce (Sri Asih).

Tentu bagi semua pemangku kepentingan yang terlibat, kehadiran BCU diharapkan bisa sesukses MCU, yang tak saja mampu meraup pendapatan berlimpah, namun juga selalu unggul di sisi kajian kritikus film.

Namun langkah ke sana pastilah tak mudah, karena membuat film untuk karakter-karakter super tak semata soal adegan-adegan eksyen perkelahian, efek spesial dan animasi digital, serta kostum ketat warna-warni. Berkaca dari kesuksesan MCU, keberhasilan mereka adalah kombinasi yang amat kompleks dari banyak hal.

Hal terpenting pertama adalah mengamankan kontrak para pemain, yang harus tetap utuh dalam jangka waktu yang amat panjang. Mengapa ini krusial? Sebab keterkaitan pemeran dengan tokoh fiktif yang diperankannya adalah bagian integral dari imajinasi kami para penonton. 

Pergantian pemeran di tengah jalan sangat tak bisa diterima karena merusak keutuhan imajinasi tersebut. Bahkan ketika satu tokoh superhero diperankan aktor berbeda (meski dalam cinematic universe beda pula), hal itu juga sangat susah diterima.

Sebagai contoh, pemeran The Flash di Arrowverse adalah Grant Gustin. Tapi saat hadir di layar lebar melalui film Justice League (2017), Barry Allen alias The Flash diperankan Ezra Miller. Ini sungguh merusak imajinasi, karena personifikasi Allen sudah kadung tertanam pada sosok Gustin.

Serial The Flash memang muncul lebih dulu, yaitu 2014, dan berada dalam satu semesta fiktif yang sama dengan Green Arrow yang diperankan Stephen Amell, White Canary (Caity Lotz), Atom (Brandon Routh), serta Supergirl (Melissa Benoist).

DC memang tak berhasil menggabungkan cinematic universe televisi dengan film, atau memang sengaja tak menyatukannya. Di MCU, mau di serial TV atau di film layar lebar, pemeran Agent Phil Coulson tetaplah Clark Gregg, Cobie Smulders tetap sebagai Maria Hill, dan Jaimie Alexander pun tetap bermain sebagai Lady Sif. Konsistensi inilah harta benda mahal yang membuat MCU sukses.

Karenanya, kontrak-kontrak kerja untuk Abimana Aryasatya (pemeran Sancaka/Gundala), Pevita, Nicholas, dan teman-temannya itu tadi harus diamankan untuk jangka waktu yang panjang mulai sekarang. Kerusakan imajinasi akan terjadi jika dalam sekuelnya kelak, bila ada, tokoh Sri Asih tak lagi dimainkan Pevita, karena dia lebih sibuk main sinetron stripping, misalnya, lalu diganti Michelle Ziudith, Amanda Rawles, atau Karin Novilda!

Kunci sukses kedua dari waralaba MCU adalah pangsa pasar yang langsung ditujukan pada penonton dewasa, sudah bukan lagi remaja atau apalagi anak-anak. Konsep cerita, gaya bertutur, dan penokohannya pun lebih realistis dan membumi daripada versi aslinya ketika masih berbentuk komik. Artinya, tak ada lagi tokoh-tokoh pahlawan sempurna yang menggunakan kekuatan istimewanya, apa pun itu, untuk hal-hal berbau slogan semacam "membela kebenaran dan keadilan".

Steve Rogers awalnya adalah tentara, yang berjuang sebagaimana umumnya tentara di medan perang. Natasha Romanoff adalah agen rahasia, yang sekadar menjalankan misi sebagaimana James Bond atau Ethan Hunt. Geng Guardians of the Galaxy bahkan tak lebih dari centeng bayaran, hanya saja berskala galaktika, bukan lagi kampung, pasar, atau lahan parkir.

Untuk menyasar sukses serupa, BCU pun kudu berkonsep demikian. Usai sudah era ketika pahlawan super mendedikasikan kekuatannya untuk, itu tadi, membela kebenaran dan keadilan. Memang jadi vigilante ada honornya? Lha kalau dia sibuk menangkap penjahat tiap malam, kapan istirahat agar besoknya tidak bangun kesiangan ke tempat kerja di pabrik sandal jepit atau kantor dinas perikanan?

Para tokoh superhero BCU harus diberi motif yang kuat dan memaksa. Mengapa dia beraksi dengan kekuatan supernya---yang saat ini masih bisa dikategorikan benar---tak lain adalah karena keterpaksaan, bukan oleh niat-niat mulia yang terlalu utopis sehingga menjadi sangat tak realistis pada zaman serba materialistis ini.

Kemudian, pada momen dan sikon berbeda, keterpaksaan yang sama bisa saja menggeser perbuatannya dinilai jahat oleh publik. Dan penggambaran cerita mutlak harus menghindari metoda hitam putih, termasuk kepada para tokoh penjahat. 

Mereka jahat tidak asal jahat dari lahir (apalagi sambil minum-minum, berewokan, dan hobi melotot!) seperti tokoh antagonis sinetron, melainkan kudu dengan alasan dan pembenaran untuk sisi dirinya sendiri (seperti Thanos).

Konsep bercerita yang realis dan logis berhasil bagi MCU karena para penonton dewasa menyukai tafsir baru yang dewasa dari tokoh-tokoh yang dikenal semasa kecil. Jika yang ada di film layar lebar sami mawon dengan karakter-karakter superhero di Disney Channel atau Cartoon Network, apa istimewanya? Mending di rumah saja menonton kanal-kanal itu dan tidak perlu repot ke bioskop.

Baru sesudah sukses menyasar pasar adult, MCU pelan-pelan berpindah ke market lain, ditandai dengan Spider-Man: Homecoming (2017) yang ditujukan untuk remaja (setara novel teenlit). Thor: Ragnarok (2017) menandai fase baru lagi, yaitu masuknya MCU ke genre komedi. Dan pada Fase Empat nanti, Dr. Strange in the Multiverse of Madness (2021) adalah kali pertama kemunculan film horor ke barisan MCU.

Kunci terakhir dari kebesaran MCU adalah keberhasilan mereka melakukan crossover, dimulai dari Captain America, Thor, dan Iron-Man yang bisa jadi satu (lengkap dengan pemeran asli masing-masing dari versi film solo; kecuali Hulk) di Marvel's The Avengers (2012). BCU tak akan memiliki kekuatan imajinatif serupa tanpa mampu menghadirkan aspek ini---sesering mungkin namun dengan tetap proporsional.

Meski begitu, tetap harus disadari bahwa industri film adalah sesuatu yang harus nurut hukum alam dunia bisnis terkait profit. Tanpa ada keuntungan yang signifikan, bisa saja rencana jangka panjang BCU terhenti di tengah jalan. Pada tahap awal, gairah massa penggemar cerita superhero, seperti saya, bisa dimanfaatkan untuk mengepung bioskop demi hitungan jumlah penonton.

Namun dalam perkembangan berikutnya, katakanlah setelah film ketiga atau keempat, BCU tak bisa terus-terusan hanya mengandalkan massa. Kualitas cerita dan pencapaian sinematek harus mengalami kenaikan kelas, karena cerita superhero tak semata tokoh pembela kebenaran keadilan yang penuh kelahi, efek spesial, dan kostum ngejreng warna-warni...

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Film Selengkapnya
Lihat Film Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun