Kasus eFishery, yang melibatkan pemalsuan laporan keuangan dengan dugaan penggelembungan pendapatan hampir $600 juta, telah memberikan dampak signifikan terhadap persepsi investor. Skandal ini mengungkapkan ketidakakuratan dalam laporan keuangan perusahaan, yang menyebabkan kerugian besar dan menimbulkan keraguan tentang integritas keuangan eFishery. Akibatnya, kepercayaan investor terhadap startup di Indonesia, terutama di sektor akuakultur dan teknologi, mengalami penurunan drastis. Investor menjadi lebih berhati-hati dalam menanamkan modal mereka, mengingat risiko yang terungkap dari kasus ini, dan ekosistem startup secara keseluruhan menghadapi tantangan dalam mendapatkan pendanaan baru. Kasus ini menyoroti pentingnya transparansi dan akuntabilitas dalam pelaporan keuangan serta perlunya regulasi yang lebih ketat untuk mencegah terulangnya kejadian serupa di masa depan.
Kronologi Kasus efishery
Penyelidikan internal telah mengungkap potensi manipulasi keuangan di eFishery, mengungkapkan bahwa perusahaan telah menggelembungkan pendapatan dan keuntungannya sejak didirikan. Temuan awal menunjukkan total kerugian sebesar $152 juta (sekitar Rp 2,47 triliun). Laporan terperinci setebal 52 halaman dari FTI Consulting menyoroti bahwa dalam sembilan bulan pertama tahun 2024, eFishery mengklaim telah menghasilkan laba sebesar $16 juta (sekitar Rp 260 miliar), sementara sebenarnya mengalami kerugian sebesar $35,4 juta (sekitar Rp 576 miliar). Selain itu ditemukan juga ketidaksesuaian klaim perusahaan terkait penjualan 400.000 unit pengumpan ikan, dimana penjualan sebenarnya hanya sekitar 24.000 unit.
Pendiri eFishery, Gibran Huzaifah diduga melakukan pemalsuan laporan keuangan. Sebagai dampak dari investigasi tersebut, Gibran dan co-founder sekaligus mantan CPO, Chrisna Aditya, dicopot dari jabatannya pada Desember 2024.
Dampak terhadap kepercayaan investor
Dengan adanya kondisi tersebut, FTI Consulting Singapore merekomendasikan investor untuk memutuskan apakah akan melikuidasi atau merestrukturisasi perusahaan segera pada bulan Februari, mengingat pembongkaran cepat dari perusahaan rintisan profil tinggi itu, menurut sebuah dokumen yang ditinjau oleh Bloomberg News.
Faktor-faktor yang Mempengaruhi Kepercayaan Investor
Dikutip dari situs resmi School of Business dand Management Institut Teknologi Bandung, Pakar keuangan dan dosen SBM ITB Yunieta Anny Nainggolan menyoroti manipulasi keuangan merupakan pelanggaran serius yang berakar pada kelemahan tata kelola perusahaan. Dia menunjukkan bahwa banyak startup terlalu fokus pada valuasi dan pertumbuhan yang cepat, mengabaikan bahwa kepercayaan investor bergantung pada transparansi dan integritas. Dia memperingatkan bahwa praktik seperti itu menjadi preseden yang berbahaya, membuat investor lebih ragu untuk mendanai startup baru.
"Startup seperti eFishery harus menunjukkan komitmen tulus untuk reformasi, seperti mempublikasikan hasil audit independen. Restrukturisasi manajemen juga penting, terutama dengan membawa kepemimpinan baru dengan rekam jejak yang kredibel," katanya.
"Pada akhirnya, integritas adalah kuncinya. Startup tidak hanya harus mengejar tujuan ambisius tetapi juga mencapainya secara etis. Semua pemangku kepentingan---termasuk investor, pendiri, dan ekosistem startup yang lebih luas---harus belajar dari insiden ini untuk mendorong masa depan yang lebih kuat dan akuntabel," pungkas Yunieta.
Solusi dan rekomendasi
Pemerintah perlu memperketat pengawasan dan regulasi terkait pelaporan keuangan dan tata kelola perusahaan. Ini termasuk mewajibkan audit eksternal yang lebih ketat dan transparan untuk memastikan keakuratan laporan keuangan. Indonesia juga dapat mencontoh Australia, dimana perusahaan-perusahaan dengan kriteria tertentu diwajibkan untuk menyampaikan Laporan Keuangan atas kegiatan bisnis mereka kepada pemerintah melalui ASIC (Australian Securities and Investments Commission). Perusahaan-perusahaan tersebut mendapatkan pengawasan yang komprehensif dari pemerintah, dan akan mendapatkan sanksi apabila ditemukan terjadinya pelanggaran.