Mohon tunggu...
Wistari Gusti Ayu
Wistari Gusti Ayu Mohon Tunggu... Guru - Saya seorang guru

Guru adalah profesi yang mulia, saya bangga menjadi guru

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan Pilihan

Fenomena Mengerjakan PR bersama Google

4 September 2019   04:25 Diperbarui: 4 September 2019   06:18 117
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sumber :wababteka24.com.au

Bebera hari yang lalu saya diajak curhat oleh seorang rekan guru. Rekan saya ini adalah seorang guru matematika, dalam curhatnya ia menceritakan bahwa pada pelajaran yang ia ajarkan cukup banyak memuat soal yang bertipe HOTS (Higher Order Thinking Skill).

HOTS atau Keterampilan Berpikir Tingkat Tinggi yang mengacu pada kemampuan berpikir tingkat tinggi. Istilah ini pertama kali muncul sebagai salah satu buah pikir seorang psikolog pendidikan Amerika, Benjamin Samuel Bloom. 

Salah satu sumbangannya untuk pendidikan yang diterbitkan pada tahun 1956 melalui buku Taksonomi Tujuan Pendidikan(Taksonomi Tujuan Pendidikan) yang intinya menjelaskan tujuan pendidikan dengan tiga aspek utama, yaitu kognitif (pengetahuan), afektif (perpindahan dan sikap), serta psikomotorik (kegiatan fisik) ).

Nah, singkat cerita dari semua soal Tipe HOTS yang ada, beberapa siswa dapat mengerjakan semua soal-soal tersebut, yang saat itu dijadikan sebagai PR. Tentu sang guru merasa bangga karena anak didiknya mampu mengerjakan PR dengan baik tanpa ada kesulitan.

Namun ketika, ketika mereka diminta menjelaskan langkah menemukan jawaban yang mereka tulis mereka dengan terus terang mengakui, mendapatkan jawabannya dengan bertanya kepada Google.

Tidak hanya di pelajaran Matematika, banyak pula anak mengerjakan PR bersama google pada pelajaran-pelajaran lain. Menurut pengakuan mereka, membuat PR dengan mengandalkan google tidak perlu susah payah membaca materi, untuk menemukan jawaban.

Sebagian orang tua juga merasa tugasnya menemani anak mengerjakan PR juga mungkin terasa berkurang ketika anak diberikan smartphone yang terhubung ke internet. Anak menjadi mandiri dalam mengerjakan PR tanpa meminta bantuan lagi kepada orang tuanya. Bahkan mungkin diantara kita juga melakukan hal yang sama, tebakan saya betul bukan ?

Sumber: cantika.com
Sumber: cantika.com
Teknologi tidak pernah salah, mereka hadir memang untuk memudahkan pekerjaan manusia jika digunakan dengan tepat. Namun jika anak terbiasa mengerjakan PR dengan 'instan', tanpa ada usaha membaca materi dan memahaminya lebih dalam, ketika diadakan Penilaian Harian  (istilah untuk menyebut Ulangan Harian pada Kurikulum 2013), mungkin saja mereka akan bingung, karena tidak ada google untuk bertanya untuk mendapatkan jawaban yang cepat.

Akhirnya merekapun belajar mencotek, mereka berusaha mencontek pekerjaan temannya yang benar-benar terbiasa belajar tanpa mengandalkan Google, serta mencontek dengan cara lainnya.

Kebiasaan mengerjakan segala tugas menggunakan sistem copy paste dari internet juga tidak baik untuk mereka. Ketika mereka diberikan tugas membuat sebuah karya tulis, esai atau laporan lainnya, dengan dibantu google apapun yang ditugaskan mudah sekali ditemukan, dengan mengetik kata kunci atau mengucapkannya, lalu langkah selanjutnya copy paste.

Dan ketika mereka diminta untuk menuliskan ide-ide mereka di sekolah tanpa bantuan Google, apa yang terjadi ? Bahkan satu paragraf saja sulit untuk mereka.

Lalu apa langkah yang sebenarnya dapat dilakukan. Pemerintah sebenarnya telah merancang gerakan literasi sekolah yaitu Gerakan Literasi Sekolah yaitu sebuah gerakan dalam upaya menumbuhkan budi pekerti siswa yang bertujuan agar siswa memiliki budaya membaca dan menulis sehingga tercipta pembelajaran sepanjang hayat. Kegiatan ini dilakukan selama 15 menit setiap hari, sebelum pelajaran dimulai.

Literasi. dokpri
Literasi. dokpri
Dengan gerakan ini menurut saya anak akan dibiasakan untuk membaca berbagai hal sehingga dari informasi serta wawasan yang mereka miliki nantinya akan menimbulkan niat untuk menulis.

Gerakan ini tidak hanya berlaku untuk siswa di sekolah, namun untuk semua warga sekolah, serta peran aktif dari orang tua di rumah serta masyarakat sebagai bagian dari ekosistem pendidikan.

Siswa membaca mading yang dibuat oleh temannya yang tergabung dalam ekstrakurikuler jurnalistik
Siswa membaca mading yang dibuat oleh temannya yang tergabung dalam ekstrakurikuler jurnalistik
Bagi orang tua mungkin ada baiknya, kita mencoba kembali menemani anak mengerjakan PR sambil ikut membaca materi yang anak-anak kita pelajari, sehingga kita akan menjadi teladan bagi putra-putri kita. Ketika orang tua ikut membaca, mereka akan mengikuti kebiasaan kita.

Selain itu interaksi orang tua dan anak saat mengerjakan PR juga akan membuat hubungan antara orang tua dan anak lebih terjalin dengan baik. Anak akan memahami PR yang mereka kerjakan dengan diberikan penjelasan-penjelasan.

Dengan demikian anak akan menguasai materi dengan baik, karena interaksi terjadi dua arah. 

Mungkin juga ada banyak aplikasi untuk membantu dunia pendidikan yang ada di internet.

Namun sebaik-baiknya internet, saya kira pendidikan yang diberikan guru atau orang tua di rumah lebih penting, karena selain mentransfer pengetahuan juga terselip kasih sayang.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun