Mohon tunggu...
Wisnu  AJ
Wisnu AJ Mohon Tunggu... Wiraswasta - Hidup tak selamanya berjalan mulus,tapi ada kalanya penuh dengan krikil keliril tajam

Hidup Tidak Selamanya Seperti Air Dalam Bejana, Tenang Tidak Bergelombang, Tapi Ada kalanya Hidup seperti Air dilautan, yang penuh dengan riak dan gelombang.

Selanjutnya

Tutup

Inovasi Artikel Utama

Pembredelan Mass Media Lagu Lama yang Dipopulerkan Kembali

11 April 2015   15:17 Diperbarui: 17 Juni 2015   08:15 103
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
1428740101117036369

[caption id="attachment_409323" align="alignnone" width="619" caption="Begrount/Fhoto WAJ"][/caption]

Pers Indonesia kembali berduka, setelah Kementerian Komunikasi dan Impormatika  (Kemenkominfo) melakukan kebijakan kontraproduktif, memblokir sebanyak 22 situs Islam yang terkabung dalam media siber atau online. Pemblokiran itu di lakukan oleh Kemenkominfo berdasarkan permintaan Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT), karena BNPT menilai ke 22 media siber itu menyebarkan paham radikalisme.

Ke 22 situs Islam Online yang di blokir oleh Kemenkominfo, berdasarkan surat BNPT Nomor 149/K.BNPT/3/2015 terdiri dari arrahmah.com, voa-islam.com, ghur4ba.blogspot.com, panjimas.com, thoriquna.com, dakwatuna.com, kafilahmujahid.com, an-najah.net, muslimdaily.net, hidayatullah.com, salam-online.com, aqlislamiccenter.com, kiblat.net, dakwahmedia.com, muqawamah.com, lasdipo.com, gemaislam.com, eramuslim.com, daulahislam.com, shoutussalam.com, azzhammedia.com, indonesiasupportislamicstate.com

Pemblokiran terhadap 22 situs Islam yang di tuduh sebagai penyebar paham radikalisme itu tentu mengundang pro dan kontra, sebahagian public mendukung kebijakan yang di lakukan oleh pihak BNPT dan Kemenkominfo, dengan memblokir 22 situs Islam Online tersebut. Apa lagi di saat maraknya issue tentang Negara Islam  Irak dan Syam (Suriah) (ISIS) dan semakin meluasnya faham faham radikalisme di tengah tengah masyarakat Indonesia.

Namun pada sisi lain sebahagian masyarakat menyesalkan sikap pihak BNPT dan Kemenkominfo yang membredel 22 situs Islam Online itu. Masyarakat menuduh bahwa pihak BNPT dan Kemenkominfo secara sepihak melakukan pemblokiran terhadap situs yang di tuduh sebagai penggerak faham radikalisme. Kebijakan yang di ambil oleh pihak BNPT dan Kemenkominfo itu merupakan kebijakan kontraproduktif dengan kebebasan pers.

Tentu dalam konsteks pemblokiran situs Islam online ini menimbulkan suatu pertanyaan. Benarkan situs situs islam Online yang tersebar di dunia maya (internet) adalah situs situs yang menyebarkan faham radikalisme?, sementara dari situs situs yang di blokir oleh BNPT dan Kemenkominfo itu banyak yang berupa situs dakwah, media online netral dan bahkan anti terhadap ISIS.

Wajar saja jika banyak kalangan mengatakan, pemblokiran situs situs Islam online itu, adalah merupakan ujut ketakutan BNPT terhadap media Islam  yang terlalu berlebihan. Karena munculnya pemblokiran terhadap situs situs Islam online itu, setelah satu bulan sebelumnya  tersiarnya kabar adanya segelintir Warga Negara Indonesia (WNI) yang hijrah ke Negara Timur Tengah untuk bergabung dengan ISIS. Sehingga BNPT menganggap hijrahnya segelintir WNI ini ke Timur Tengah untuk bergabung dengan ISIS, akibat meluasnya faham faham radikalisme yang di suarakan oleh Media Islam.

Pembredelan terhadap media di Indonesia bukan baru kali ini terjadi, tapi melainkan telah berulang kali. Saat ini pembredelan massmedia  tak obahnya seperti sebuah lagu lama yang di populerkan kembali oleh Kemenkominfo. Sejak Indonesia Merdeka, di zaman Orde Lama di bawah ke pemimpinan Presiden Soekarno juga pernah terjadi pembredelan terhadap media. Kemudian di zaman Orde Baru di bawah kepemimpinan Presiden Soeharto, melalui Departemen Penerangan (Deppen) juga pernah melakukan pembredelan terhadap media, terutama terhadap media media yang keritis  terhadap kebijakan pemerintah, yang di nilai oleh Media kebijakan pemerintah itu tidak berpihak kepada rakyat.

Dan kini di zaman Reformasi, di zaman serba keterbukaan, di bawah kepemimpinan Presiden Jokowi , luka lama itu kembali tergores. Kemenkominfo yang di anggap reinkarnasi dari Deppen membungkam kebebasan menyampaikan informasi melalui media massa. Pada hal untuk menyampaikan pendapat adalah hak seluruh bangsa Indonesia seperti yang di amanatkan oleh Undang Undang Dasar (UUD) tahun 1945.

Apa lagi di katakan oleh para Pemempin Redaksi situs Islam Oneline yang di bredel oleh Kemenkominfo, sebelumnya tanpa memberitahukan terlebih dahulu kepada para Pemimpin Redaksi Media Online, situsnya akan di bredel. Nampaknya Kemenkominfo dalam melakukan pembredelan, hanya berdasarkan permintaan dari pihak BNPT, tanpa melalui cek and ricek apakah situs situs Islam yang di ajukan oleh BNPT untuk di blokir, benar benar adalah situs penyebar paham radikalisme seperti yang di tuduhkan oleh pihak BNPT.

Izin Pengadilan :

Media Siber berdasarkan Undang Undang (UU) N0. 40 tahun 1999 tentang Pers. Dan UU N0 11 tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik (ITE) adalah termasuk salah satu media yang di lindungi oleh UU. Urusan media Siber bukan saja domain Kemenkominfo, tapi disana termasuk dalam ranah Dewan Pers.

Seharusnya pihak Kemenkominfo sebelum melakukan pembredelan terhadap media media online Islam itu, haruslah terlebih dahulu berkonsultasi dengan pihak Dewan Pers. Kemudian pembredelan di lakukan berdasarkan izin dari Perngadilan Negeri . sebagaimana yang di sampaikan oleh Mahfud MD mantan Ketua Mahkamah Kontitusi (MK).

Mahfud kepada Media Online Nahimungkar.Com menjelaskan pemerintah harus terlebih dahulu mendapat izin dari pengadilan negeri dalam melakukan pemblokiran situs. Karena itu, dia menilai pemerintah tidak dapat secara sepihak memblokir  situs Islam. Pemblokiran situs mestinya atas perintah hakim. Maka Pemerintah sebelum melakukan pemblokiran harus meminta izin terlebih dahulu kepada Pengadilan. Karena kata Mahfud, MK telah mengatur saat melakukan pemblokiran situs. Pemerintah harus meminta izin terlebih dahulu kepada pengadilan negeri setempat. MK kata Mahfud sudah pernah menjatuhkan vonis tentang pemblokiran situs. Sebelum ada keputusan dari pengadilan Pemerintah tidak boleh melakukan pemblokiran, terkecuali situs situs porno yang dapat merusak moral masyarakat.

Pembredelan sejumlah situs Islam tersebut jelas melanggar kebebasan pers, sebagaimana di atur dalam Pasal 4 UU Pers: (1) Kemerdekaan pers dijamin sebagai hak asasi warga negara; (2) Terhadap pers nasional tidak dikenakan penyensoran, pemberedelan atau pelarangan penyiaran; (3) Untuk menjamin kemerdekaan pers, pers nasional mempunyai hak mencari, memperoleh, dan menyebarluaskan gagasan dan informasi; (4) Dalam mempertanggungjawabkan pemberitaan di depan hukum, wartawan mempunyai Hak Tolak.

Dalam persoalan pemberitaan media siber, Dewan Pers pun menegaskan bahwa keberadaan media siber di Indonesia juga merupakan bagian dari kemerdekaan berpendapat, kemerdekaan berekspresi, dan kemerdekaan pers. Dari regulasi tersebut terlihat bahwa penutupan situs berita yang dilakukan Kominfo sudah bertentangan dengan UU Pers. Maka pantaskah Kemenkominfo menyamakan situs berita, apalagi media Islam dengan situs pornografi yang bisa seenaknya diberangus?

Tentu dalam hal pemberitaan yang di lakukan oleh Media Siber, sama dengan apa yang di lakukan oleh media surat kabar, yang memiliki tanggungjawab dan di lindungi oleh UU. Perkembangan teknologi informasi dan komunikasi melahirkan berbagai bentuk industri media. Apa lagi seiring dengan meluasnya jangkauan internet yang sampai ke pelosok pelosok desa, kehadiran media siber jelas tidak bisa di bendung.

Kehadiran teknologi internet yang menjangkau pelosok desa di dunia, memudahkan masyarakat untuk mengakses pemberitaan pemberitaan media surat kabar, dan terlebih media online. Kemudian media media surat kabar juga memanfaatkan teknologi internet untuk melahirkan media online sebagai anak dari perusahaan medianya.

Masyarakat sebagai pembaca dan sekaligus sebagai jurnalis warga (Nitizen) juga di beri kesempatan untuk berinteraksi, menyalurkan asfirasinya melalui tulisan lewat media media social atau media warga. Hal ini harus di sadari oleh Kemenkominfo. Bahwa masyarakat tidak harus menjadi wartawan di mesmedia surat kabar untuk menyalurkan aspirasi dan pendapatnya, tapi masyarakat juga bisa untuk menjadi jurnalis warga melalui media media social online, yang dapat menampung tulisan tulisan mereka.

Merajut Luka Lama :

Jika tindakan Komenkomimfo dalam hal melakukan pemblokiran terhadap situs situs media online terus berlanjut, tentu sejarah lama yang membuat luka duka Pers masa lalu akan terkoyak kembali. Komenkomimfo tidak saja nantinya melakukan pemblokiran pemblokiran terhadap situs situs media pemberitaan online, tapi pembrangusan media juga akan terjadi pada media media persurat kabaran dan media televisi.

Apa lagi belakangan ini media media persurat kabaran dan media televisi mulai memperlihatkan kritisinya terhadap kebijakan kebijakan yang di lakukan oleh Pemerintahan jokowi – Jusuf Kalla (JK). Bukan tidak terbuka kemungkinan Komenkomimfo akan melakukan pembredelan terhadap media media persurat kabaran dan televisi, yang tidak berpihak kepada kebijakan Pemerintah yang tidak berpihak kepada rakyat.

Jika ini sempat terulang kembali, maka Komenkomimfo di cap sebagai lembaga yang tidak berpihak kepada semangat reformasi. Karena kebebesan berpendapat yang di atur oleh UU dan kebebesan Pers yang juga di atur oleh UU, adalah dalam rangka mencermati dari semangat reformasi.

Reformasi yang di cetuskan 1998 oleh bangsa Indonesia, telah merajut luka lama yang pernah di alami oleh dunia pers Indonesia. Tapi saat ini Komenkomimfo malah kembali untuk menggoreskan luka baru diatas luka lama yang pernah di alami oleh dunia pers Indonesia. Maka untuk itu Komenkomimfo perlu untuk mereformasi lembaganya, agar luka yang pernah menggores dunia pers Indonesia tidak terulang lagi. Semoga.


Mohon tunggu...

Lihat Konten Inovasi Selengkapnya
Lihat Inovasi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun