Mohon tunggu...
Raden Muhammad Wisnu Permana
Raden Muhammad Wisnu Permana Mohon Tunggu... Lainnya - Akun resmi Raden Muhammad Wisnu Permana

Akun resmi Raden Muhammad Wisnu Permana. Akun ini dikelola oleh beberapa admin. Silakan follow akun Twitternya di @wisnu93 dan akun Instagramnya di @Rwisnu93

Selanjutnya

Tutup

Film Pilihan

Saya Tidak Bisa Membayangkan Jika "Quickie Express" Tayang di Tahun 2021

10 Juni 2021   10:11 Diperbarui: 10 Juni 2021   10:14 1637
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Poster Film Quickie Express(Sumber : Kalyana Shira Film)

Kalau disuruh mengurutkan film Indonesia terbaik yang pernah saya tonton langsung di bioskop, saya pikir Quickie Express akan ada di daftar film terbaik tersebut. Quickie Express sendiri adalah film Indonesia yang tayang di bioskop pada tahun 2007 ini menceritakan tiga orang pemuda yang berprofesi sebagai seorang gigolo. Mereka adalah Jojo (diperankan oleh Tora Sudiro), Marley (diperankan oleh Amink), dan Piktor (diperankan oleh Lukman Sardi).

Tidak hanya itu, film ini juga adalah film pertama Sandra Dewi. Ada juga bintang film Indonesia papan atas lainnya seperti Rudy Wowor, Tio Pakusadewo, Ira Maya Sopha, Ria Irawan, Tino Saroengallo, serta pemeran pembantu lainnya seperti Melissa Karim, Reuben Elishama dan Imelda Therinne.

Kamu gak salah kok waktu membaca paragraf pertama tulisan ini, karena ketiga tokoh utama yang saya sebutkan di atas memang berperan sebagai seorang gigolo. Film ini diawali dari Jojo, seorang anak muda yang bekerja sebagai seorang tukang tambal ban di Ibukota Jakarta. Suatu hari, datang seorang bapak-bapak yang datang dan menawarkan pekerjaan di perusahaan miliknya.

Ternyata, perusahaan miliknya ini adalah perusahaan dalam bidang jasa untuk memuaskan hasrat seksual para wanita yang kesepian berkedok restoran pizza bernama Quickie Express. Di ruang basement restoran pizza inilah terdapat pusat pendidikan dan pelatihan karyawan Quickie Express. Seluruh karyawan baru Quickie Express diajarkan segala macam hal tentang dunia seks dan segala serba-serbinya layaknya sebuah perogram management trainee di perusahaan multinasional.

Mereka melakukan screening kesehatan oleh para dokter di rumah sakit untuk memastikan mereka tidak memiliki penyakit menular seksual, mereka melakukan perawatan secara rutin di klinik kecantikan, mereka dilatih untuk olahraga dan makan-makanan yang bergizi, mereka juga dilatih untuk melakukan table manner, diajari cara berpakaian yang modis dan wangi sebagai bentuk layanan yang prima dari perusahaan Quickie Express ini.

Meskipun menyediakan layanan gigolo, Om Mudakir (diperankan oleh Tino Saroenggallo) sebagai pemilik Quickie Express, berusaha untuk mendidik para gigolo miliknya ini sehingga bisa memberikan layanan profesional kepada para pelanggannya yang terdiri dari para wanita sosialita ibukota, istri pengusaha, dan juga istri pejabat tinggi negara yang kesepian. Tarif para gigolo Quickie Express ini terbilang sangat mahal. Tidak heran setelah bekerja selama beberapa bulan di Quickie Express, baik Jojo, Marley, dan Piktor diberi fasiltias berupa rumah dinas oleh perusahaan tempatnya bekerja dan sejumlah fasilitas lainnya.

Di film ini, ada begitu banyak komedi-komedi yang sangat jorok dan kotor, yang tentu saja menyinggung hal-hal berbau genital, menyinggung kelompok sosial tertentu di Ibukota Jakarta, dan menyinggung SARA juga. Film ini bisa saya bilang sebagai American Pie ala Indonesia. Tapi tidak murahan seperti film esek-esek berbalut komedi dan horor yang beredar di tahun 2000an karena penulis skenario film ini adalah sutradara kawakan Joko Anwar yang terkenal itu, dan dibintangi oleh sederet bintang film papan atas Indonesia.

Lucunya lagi, saya menonton film ini di bioskop di Bandung Indah Plaza pada suatu sore sepulang sekolah. Saat itu saya masih kelas 1 SMA, dan menonton film ini dengan masih berbalut seragam putih abu. Tentu saja saya tertawa terbahak-bahak saat menonton film ini. Saat itu sensor film di bioskop belum seketat dan seabsurt sekarang. Dan saat itu media sosial yang populer cuma Friendster, jadi tidak ada SJW-SJW yang tersinggung dengan kehadiran film ini meskipun film ini vulgar banget dalam penyajiannya.

Berkaca dari lelucon yang diutarakan oleh Pandji Pragiwaksono tentang kucing sehingga membuat para pencinta kucing tersinggung (padahal saya pencinta kucing tapi tidak tersinggung), dan berkaca dari lelucon memasak daging babi dicampur dengan kurma yang dilakukan Tretan Muslim dan Coki Pardede, membuat saya yakin, kalau film ini tayang di tahun 2021, ada begitu banyak orang yang tersinggung! Repot urusannya nanti harus klarifikasi di Podcast Om Dedy Corbuzier segala nanti setelah film ini tayang, padahal ini salah satu film Indonesia terbaik yang pernah saya tonton di bioskop.

Padahal orang-orang yang tersinggung lelucon yang dibuat oleh Pandji Pragiwaksono serta Tretan Muslim dan Coki Pardede ini tumbuh dengan kartun satir seperti The Simpson dan South Park, tapi kenapa sekarang jadi gampang tersinggung sih? Heran saya jadinya orang-orang zaman sekarang gampang banget buat tersinggung.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Film Selengkapnya
Lihat Film Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun