Mohon tunggu...
Win Wan Nur
Win Wan Nur Mohon Tunggu... wiraswasta -

Saya adalah orang Gayo yang lahir di Takengen 24 Juni 1974. Berlangganan Kompas dan menyukai rubrik OPINI.

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Artikel Utama

[Cerita Ramadan] Ramainya Masjid Al Fatah, Bali

30 Mei 2017   13:27 Diperbarui: 4 Juni 2017   00:44 1069
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Mesjid Al Fatah Taman Griya (Foto : Koleksi Pribadi)

Menjelang maghrib, di mesjid ini ada kajian agama yang mengundang ustadz-ustadz berilmu dari berbagai pelosok Bali maupun Jawa, bahkan kadang dari luar negeri. Tahun lalu ada seorang ustadz dari Mekkah.

Ketika waktu berbuka akan tiba, tidak seperti Ramadhan-Ramadhan sebelumnya di mana jamaah berbuka bersama dan makan dulu sebelum shalat Maghrib, tahun ini di Mesjid Al Fatah, makan bersama dilakukan selesai shalat Maghrib. Sebelum azan, para anggota remaja Mesjid membagikan tiga butir korma dan satu gelas air minum dalam kemasan pada masing-masing jamaah. Baru selesai shalat Maghrib, jemaah makan bersama menikmati takjil dan makanan yang tersedia.

Masuk waktu isya, jemaah yang datang jauh lebih banyak dibandingkan shalat Maghrib. Jalan sempit di depan mesjid pun disesaki kendaraan jemaah. Tempat parkir di lantai bawah dan tempat parkir pasar tak lagi mampu menampung kendaraan sehingga tanah kosong di seberang mesjid pun dipakai sebagai tempat parkir.

Suasana Tharawih serta Tentara dan Polisi yang mengamankan (Foto : Koleksi Pribadi)
Suasana Tharawih serta Tentara dan Polisi yang mengamankan (Foto : Koleksi Pribadi)
Karena ramainya jamaah, supaya ibadah berjalan lancar, anggota TNI dan Polisi turut serta melakukan pengamanan dan mengatur lalu lintas. Tadi malam saya sempat berbincang sedikit dengan pak tentara dan polisi yang mendapat tugas jaga Mesjid Al Fatah saat jemaah melaksanakan shalat Tharawih. Pak tentara yang bernama Kadek Kota dan pak polisi bernama Agung ini keduanya adalah warga Bali asli beragama Hindu.

Karena nyaris seluruh jemaah mesjid ini adalah pendatang (saya hanya pernah bertemu satu orang jamaah yang merupakan warga Bali asli yang menjadi muallaf), di awal Ramadhan ini mesjid selalu penuh, satu lantai tidak cukup untuk menampung jemaah yang membeludak. Saya tidak mendapat tempat di lantai dua, sehingga mau tidak mau harus ke lantai tiga, bersama dengan anak-anak yang seringkali ribut selama berlangsungnya shalat Tharawih.

Ceramah Tharawih di mesjid ini sebagaimana umumnya mesjid-mesjid di Bali, nyaris tidak pernah disampaikan dengan berapi-api dan juga nyaris tidak pernah menyampaikan tema keunggulan Islam dibanding umat agama lain, apalagi merendahkan kelompok-kelompok yang berbeda meski sama-sama beragama Islam. Materi ceramah selalu mengambil tema standar tentang bagaimana memperbaiki akhlak dan bagaimana umat Islam menjadi contoh bagi lingkungan sekitar. Kalau malam sebelumnya, ustadz penceramah mengambil tema kekinian dan mengingatkan jemaah untuk menjaga status Facebook, posting-an di Instagram dan WA. Malam ini ustadz Dr. Shalahuddin yang juga menjadi imam shalat Tharawih membahas keutamaan bulan Ramadhan.

Rangkaian ibadah di Mesjid Al Fatah ditutup dengan shalat Tharawih dan Witir. Shalat Tharawih di sini dilaksanakan secara tradisi NU, dua rakaat sekali salam, tapi berbeda dengan mesjid NU kebanyakan yang melakukan shalat Tharawih dan Witir sebanyak 23 rakaat, di sini shalat sunat khas bulan Ramadhan ini hanya dilaksanakan sebanyak 11 rakaat.

Begitulah cerita saya hari ini tentang Mesjid Al Fatah dan suasana Ramadhan di sini. Semoga berikutnya saya masih diberi umur untuk menulis tentang mesjid yang lain lagi.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun