Mohon tunggu...
Win Wan Nur
Win Wan Nur Mohon Tunggu... wiraswasta -

Saya adalah orang Gayo yang lahir di Takengen 24 Juni 1974. Berlangganan Kompas dan menyukai rubrik OPINI.

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Artikel Utama

Nostalgia SMA di Banda Aceh (Bag.2)

6 April 2016   15:48 Diperbarui: 9 April 2016   21:57 1124
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

 Yang maju tiga orang. Dan benar saja, dari ketiga orang “Cut” yang maju ke depan tidak satupun yang penampilan fisiknya mengecewakan. Kalau diberi point ketiganya di atas point rata-rata. Sudah jelas di atas enam.

 Dari ketiga “Cut” yang maju, dua di antaranya menyandang nama Eropa.

 Yang pertama Cut Linda yang di antara ketiga “Cut” ini memiliki rambut paling panjang tapi bertubuh paling mungil. Sikapnya sangat percaya diri, dari gerak-geriknya kelihatannya dia anak pintar.

 Cut kedua namanya berbau eropa selatan, Spanyol atau Portugis. Cut Silva, paling tinggi dari ketiganya, memiliki hidung mancung dan kulit agak hitam. Cut Silva ini mewakili ciri wajah perempuan Aceh tipikal yang aku bayangkan. Rambutnya lurus sebahu, paling pendek di antara ketiga “Cut” yang maju.Kalau lebih diperhatikan agak mirip orang Pakistan. Belakangan waktu kami sudah naik ke kelas dua, Cut Silva pernah mengikuti lomba mirip artis dan dia menjadi salah satu pemenang yang mirip dengan  aktris film “Marissa Haque”.

 “Cut” yang ketiga , ini yang paling menyita perhatian. Dari segi nama saja, dia namanya benar-benar sepenuhnya Aceh. “Cut Keumala Sari” , nama yang mengingatkan saya pada  “Keumala Hayati” Laksamana perempuan, komandan angkatan laut Iskandar Muda yang kehebatannya selalu diceritakan guru sejarah saya sejak SD.

 Secara fisik, Sari sedikit lebih pendek dari Silva, rambutnya tergerai panjang sampai ke punggung.


 Bagi pembaca tulisan ini yang baru mengenal Aceh hanya di tahun-tahun belakangan ini mungkin bingung. Kok semua yang dicerita ini bisa diketahui rambutnya panjang, pendek. Bukannya perempuan Aceh, rambutnya ditutupi jilbab?

 Tahun 1989, jilbab belum menjadi fenomena umum di Aceh, belum menjadi trend. Dari sekitar 200 siswi angkatan kami di SMA Dua, tak sampai lima orang yang memakai jilbab. Bahkan guru-guru pun tak ada yang berjilbab. Paling kalaupun ada yang menutup kepala, mereka hanya menutupnya dengan selendang. Saya kadang membayangkan kalaulah mesin waktu benar-benar ada dan walikota Banda Aceh, Illiza yang ingin membangun kota ini seperti Madinah di zaman Nabi, dibawa ke tahun awal kami masuk SMA, dia mungkin akan langsung tewas kena serangan jantung melihat perempuan tak berjilbab bertebaran dimana-mana.

[caption caption="Cewek-Cewek Bio 3"]

[/caption]Kembali ke cerita para “Cut”. Cut Keumala Sari, wajahnya sebenarnya agak lebar, tidak terlalu mencirikan Aceh. Matanya juga lebar, sangat indah. Dipadukan dengan bibirnya yang tipis, dan yang paling menyita perhatian adalah kulitnya yang putih bersih. Secara keseluruhan wajah dan fisiknya membuatnya terlihat begitu menarik. Meski hidungnya tidak semancung milik Cut Silva, dari ketiga Cut yang maju ke depan.  Cut Keumala Sari lah yang paling menyita perhatian.

 Tidak mengherankan kalau kemudian di acara selanjutnya ketika diadakan pemilihan “Putri Persahabatan” (Jaman itu di Indonesia memang sedang gila putri-putrian, mulai dari pariwisata sampai Vespa pun ada kontes putrinya) Cut Keumala Sari lah yang terpilih untuk menyatukan angkatan kami.

 Sebagai putri persahabatan, bukannya diberi hadiah. Cut Keumala Sari malah dikerjai.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun