Wah kalo saya pikir dan saya bandingkan dengan kondisi sekarang ini, penggila tanaman itu masih ada, akan tetapi tidak serapi zaman dahulu sampai bernilai tukar atau menjadi mata uang atau dijadikan bitcoin. Penggila tanaman zaman sekarang itu lebih bersifat konsumtif dan beragam, dan untuk pematokan harga semahal bitcoin itu sepertinya tidak mungkin. Jika ada yang berhasil menjual tanaman dengan harga tinggi, sifatnya itu hanya personal dan tidak dilakukan serentak , atau tidak akan ada kegiatan razia dari pemerintah untuk memantau harga baku tanaman hias, benar-benar harga tanaman hias tersebut bebas beragam, sesuai sepandainya orang menawar harga untuk membeli tanaman dengan harga paling murah dan untuk menawarkan tanaman yang akan dijual ke pembeli dengan harga setinggi tingginya dengan label fenomena monyet.
Kenapa fenomena “ TULIP MANIA “ tiba-tiba menghilang tanpa tahu kenapa dan kapan persisnya? Dari sejarah yang tercatat , fenomena “ TULIP MANIA “ lebih ke hal- hal yang memperlihatkan aksi berlebihan menukar Tulip bercorak beserta umbinya ini dengan materi mewah dan materi yang lebih pokok.
Seperti menukarnya dengan materi yang sesuai dengan perubahan nilai tukar yang begitu tinggi yang tercatat resmi dan disetujui , atau nilai yang telah disepakati oleh semua lapisan masyarakat. Satu paket atau satu kuntum Tulip berikut dengan umbinya ini bisa ditukar dengan peternakan kuda, rumah mewah, ibaratnya atau analognya kalo pada abad 21 ini kejadiannya adalah Rusia meminta kerupuk dari Indonesia untuk ditukar dengan persenjataan militer . Atau Indonesia meminta beras ditukar dengan pesawat jet. Akan tetapi peristiwa pada abad 21 tersebut adalah hal yang momentum tidak serta merta berkelanjutan secara konsisten.
Kemungkinan alasan kenapa fenomena “ TULIP MANIA” tersebut tiba-tiba menghilang, adalah karena Tulip bercorak hanya memiliki sifat atau fungsi keindahan, tidak ada fungsi lain, hanya dan itu saja. Fungsinya adalah keindahan, seni, patron, objek lukisan dan tidak bisa dimakan atau diolah menjadi apa pun.
Apalagi sesuai sejarah yang tercatat, sering terjadi peristiwa aneh menggila dari warga Eropa, khususnya kebanyakan dari kalangan para pelaut yang mendarat , mereka melakukan hal-hal yang aneh.
Seperti menggunakan umbi dari Tulip ini untuk bumbu masakan layaknya pengganti fungsi dari bawang merah dan bawang putih. Alhasil banyak pelaut merangkap tukang masak ini dihukum, dimasukkan ke sel penjara dan dihukum mati karena telah membunuh banyak keluarga. Akibat keracunan masakan yang berbumbu umbi atau bonggol dari bunga Tulip ini.
Setelah tidak dirasakan lagi manfaat dari bunga Tulip ini, fenomena “ TULIP MANIA” tidak secara perlahan menghilang. Akan tetapi tiba-tiba menghilang tanpa berita bahkan tanpa ada pencatatan waktu kapan berhentinya. Atau peristiwa tersebut bisa disebut “FENOMENA BUBBLE”
Jika fenomena bunga mania terjadi di Indonesia? Kalo saya pikir kembali setelah membaca sejarah Tulip bercorak yang bisa menjadi bitcoin pada masanya. Menurut pikiran dan opini saya .Peristiwa itu adalah kejadian di mana manusia begitu serius menghargai, mencintai dan menggilai sesuatu dengan konsisten dan menyepakatinya dengan bersungguh -sungguh , beretika dan berlapang dada menerima nilai tukar yang begitu sangat “amazing history”.
Lalu pertanyaan yang akan muncul “Apa mungkin terjadi pada manusia Indonesia ?” Yang pada kenyataannya dan tidak dibuat buat , negaranya telah dianugerahi memiliki banyak flora beragam dan berfaedah, dari nilai estetika, nilai kesehatan maupun pengobatan, dan nilai gizi nutrisi makanan.
Akan tetapi belum ada kegilaan mania secara konsisten. Seperti kegilaan akan patron, art, simbol, objek lukisan, dan semua hal yang bisa meningkatkan nilai suatu objek dan tentu saja bersepakat bersama sama, mencintai, menerima harga nilai tukar barang secara beretika dan berdisiplin untuk konsisten.
Jika terjadi pada Indonesia pasti “Nyatakan bitcoin dengan bunga” milik Indonesia sangat banyak ragamnya , bahkan mungkin bersifat abadi dan tidak akan bersifat “fenomena bubble”.